Liputan6.com, Jakarta - Manusia memiliki dua naluri berbeda dan berlawanan: keinginan untuk membaur dengan yang lain dan tetap menjadi penyendiri. Menurut penulis buku "Love Cycles: The Five Essential Stages of Lasting Love", Linda Carrol, yang juga merupakan terapis keluarga dan pernikahan, kedua hal ini sangat penting.
Ketika seorang manusia bersosialisasi dengan yang lain, ada kemungkinan besar dia akan merasakan jatuh cinta. Ibarat ikatan bayi baru lahir dan ibunya, sepasang kekasih yang baru saja "jadian" juga cenderung saling mengasihi dan merasa seperti magnet yang tarik-menarik untuk saling menempel.
Baca Juga
"Tentu saja, tidak semua orang berkeinginan untuk 'menyatu'. Ada beberapa yang bahkan tidak pernah merasakan jatuh cinta sama sekali. Atau mereka hanya menikmati sensasinyaa di awal saja, yang kemudian cepat menghilang dengan sendirinya," kata Carrol, dalam artikelnya yang ditulis di situs mindbodygreen.com, dikutip oleh Liputan6.com pada Jumat (8/2/2019).
Advertisement
Carrol menjelaskan, cara tiap orang membubuhkan benih cinta dalam hidupnya, berbeda-beda. Ada yang memilih untuk mengambil cara secara perlahan, dengan menjalin pertemanan yang secara bertahap mengarah pada kemitraan yang intim. "Namun hubungan ini mungkin tidak dibumbui dengan romansa," Carrol berpendapat.
Lalu, ada yang sengaja bersosialisasi karena berniat untuk memiliki pasangan hidup. Tetapi, ada pula yang fokus untuk merajut hubungan kasih karena berasal dari etnis, ras, agama, pendidikan, kelas dan tujuan hidup yang senada.
Memang, dalam banyak budaya di negara-negara di dunia, memilih pasangan tidak ada hubungannya dengan jatuh cinta. Meskipun demikian, ketika menentukan pilihan hatinya, ada banyak orang yang mengibaratkan kisah hidupnya dengan lagu, film, dongeng, hingga novel.
Menjadi Gila
"Kita sering mendengar isilah 'dimabuk cinta'. Ini adalah serangkaian gejala yang berhubungan dengan kecemasan yang ditimbulkan oleh perubahan intens yang terkait dengan jatuh cinta," tutur Carrol.
Ibnu Sina atau dikenal juga sebagai Avicenna di dunia Barat, yang merupakan seorang dokter Abad ke-10 dan bapak kedokteran modern, memandang obsesi sebagai penyebab utama 'mabuk cinta'.
Perubahan biokimia yang terjadi pada orang-orang yang baru jatuh cinta, membuahkan gejala yang mirip dengan penderita gangguan obsesif-kompulsif, termasuk kehilangan nafsu makan dan sulit tidur.
Fantasi akan orang-orang terkasih mengisi benak dan hari-hari mereka yang jatuh cinta. Ketika mereka terpisah, mereka cenderung merasa 'ada yang hilang'. Namun apabila ketidakhadiran membuat hati mereka semakin dekat, itu akan mengarah pada obrolan yang terus-menerus membahas tentang kehilangan orang terkasih.
Pada tahun 1979, psikolog Dorothy Tennov menciptakan istilah limerence untuk menggambarkan kondisi "gila" pada manusia ketika mereka dirundung cinta:
1. Seseorang akan memberikan penilaian yang terlalu tinggi terhadap orang yang dicintainya, dan meminimalkan hal-hal negatif tentangnya.
2. Kerinduan akut terhadap orang yang disayang.
3. Merasa kecanduan untuk bertemu dengan orang yang dicintai.
4. Suasana hati yang gampang berubah, dari senang, menderita, cemas, dan kembali ke bahagia lagi dengan proses yang sama.
5. Tidak sadar selalu memikirkan tentangnya.
6. Merasakan penderitaan yang mendalam saat hubungan berakhir.
Menurut Carrol, orang yang sedang kasmaran tak ubahnya mirip dengan pecandu alkohol. Ketagihan. Meski sudah dalam keadaan mabuk berat dan mungkin sempat pingsan hingga muntah-muntah, namun seorang pecandu alkohol tidak akan kapok untuk mencicipi minuman keras lagi, karena mereka menikmati rasa sakit tersebut. Sama halnya dengan jatuh cinta.
Pencitraan resonansi magnetik (gambaran pencitraan bagian badan yang diambil dengan menggunakan daya magnet yang kuat mengelilingi anggota badan tersebut) mengungkapkan bahwa nucleus accumbens --bagian dari otak yang diaktifkan pada orang yang kasmaran-- adalah bagian yang sama 'menyala' seperti pada otak pemakai kokain.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Mitos
Mitologi Yunani memberikan manusia cara imajinatif dan lucu untuk menggambarkan intensitas perasaan cinta romantis.
Aphrodite, Dewi Cinta dan Kecantikan, memiliki seorang putra bernama Cupid. Tugas anakanya adalah memanah hati seseorang. Saat bekerja, Cupid akan terbang mencari dua insan manusia yang akan dia jadikan target.
Sebelum membidik, konon Cupid akan mencelupkan panahnya terlebih dahulu ke ramuan cinta rahasia milik ibunya. Begitu panah Cupid mencapai sasarannya, korban akan langsung jatuh cinta dengan orang ada di hadapannya.
Mitos ini telah memunculkan beberapa legenda cinta paling luar biasa sepanjang masa, termasuk "Apollo dan Daphne", "Helen of Troy", "Antony dan Cleopatra", serta "Romeo dan Juliet".
"Akan tetapi di zaman sekarang, kita bisa tahu bahwa hantaman romansa dapat dijelaskan sebagian oleh biokimia," ucap Carrol.
Jantung berdebar cepat yang membuat seorang individu terengah-engah, gemetar, dan rindu untuk bersama dengan orang yang ia kasihi, menandakan bahwa ada terlalu banyak bahan kimia dan hormon tertentu di otak dan darah, termasuk PEA (phenylethylamine), sebuah amfetamin alami yang juga ditemukan dalam cokelat dan ganja.
Selain itu, rasa cinta juga dibubuhi oleh endorfin, yang meningkatkan kenikmatan dan mengurangi rasa sakit. Serta oksitosin, hormon yang mendorong seseorang merasa terikat dan ingin memeluk orang terkasih.
"Semua ini membuat sistem tubuh kita euforia dan menghasilkan energi yang luar biasa. Itulah sebabnya, tidur dan makan tampak tidak penting lagi," ungkap Carrol.
"Perspektif kita menjadi sangat miring, sehingga kita hanya melihat apa yang baik dan indah pada kekasih kita, dan kita buta terhadap yang lainnya," pungkasnya.
Advertisement