Gunung Vesuvius Tak Membunuh Semua Orang di Pompeii, ke Mana Para Korban?

Gunung Vesuvius disebut tidak membunuh semua orang di Pompeii. Lantas, kemana perginya para korban?

oleh Afra Augesti diperbarui 28 Feb 2019, 19:05 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2019, 19:05 WIB
Misteri dua jasad berpelukan di Pompeii
Misteri dua jasad berpelukan di Pompeii (Photo: Claus Ableiter/Wikimedia Commons/CC BY-SA 3.0)

Liputan6.com, Roma - Dahulu kala, ketika Gunung Vesuvius erupsi pada 79 Masehi, seluruh material vulkanik dimuntahkannya, termasuk bebatuan, lava, kerikil dan gas beracun yang menewaskan hampir 2.000 orang di kota Pompeii dan Herculaneum, di Italia kuno.

Akan tetapi, para peneliti mengungkapkan bahwa tidak semua orang yang hidup di bawah kaki gunung, tewas. Jadi, ke mana larinya para pengungsi?

Mengingat bahwa waktu itu Bumi masih dalam era lawas, ilmuwan mengungkapkan bahwa orang-orang tersebut tidak melakukan perjalanan jauh. Sebagian besar tinggal di sepanjang pantai Italia selatan, bermukim kembali di Cumae, Naples, Ostia dan Puteoli, menurut sebuah studi baru yang akan diterbitkan pada musim semi tahun ini dalam jurnal Analecta Romana.

"Mencarai tahu tujuan para pengungsi adalah pekerjaan besar, karena catatan sejarah sangat buruk dan tersebar," kata peneliti studi Steven Tuck, seorang profesor di Miami University di Oxford, Ohio.

Untuk menentukan ke mana perginya penduduk, ia menyusun beberapa kemungkinan sembari menyisir catatan sejarah, yang meliputi dokumen, prasasti, artefak, dan infrastruktur kuno.

Misalnya, Tuck membuat basis data nama keluarga yang berbeda yang pernah tinggal di Pompeii dan Herculaneum. Lalu, ia memeriksa apakah nama-nama tersebut juga muncul di tempat lain setelah 79 Masehi.

Ia juga mencari tanda-tanda budaya Pompeii dan Herculaneum yang unik, seperti pemujaan keagamaan Vulcanus, Dewa Api atau Venus Pompeiana dan Dewa Pelindung Pompeii yang muncul di kota-kota terdekat setelah letusan Gunung Vesuvius.

Proyek infrastruktur publik yang muncul kisaran waktu ini, kemungkinan dipakai untuk mengakomodasi masuknya pengungsi secara tiba-tiba, juga memberikan petunjuk tentang pemukiman kembali (resettlement) --menurut Tuck.

Hal itu karena antara 15.000 dan 20.000 tahun lalu, orang-orang tinggal di Pompeii dan Herculaneum, dan sebagian besar dari mereka selamat dari amukan Gunung Vesuvius.

Salah satu korban selamat, seorang pria bernama Cornelius Fuscus, kemudian meninggal dalam pertempuran militer.

"Mereka memasang prasasti di lokasi yang diyakini menjadi tempat ia meninggal," ujar Tuck kepada Live Science yang dikutip pada Kamis (28/2/2019). "Mereka bilang, dia (Fuscus) berasal dari Pompeii, lalu dia tinggal di Naples dan kemudian dia bergabung dengan tentara."

Dalam kasus lain, keluarga Sulpicius dari Pompeii bermukim kembali di Cumae, menurut dokumen sejarah yang merinci penerbangan mereka dan catatan lainnya.

"Di luar tembok Pompeii, arkeolog menemukan strongbox (mirip dengan brankas) penuh dengan catatan keuangan mereka (Sulpicius)," Tuck menyebut. "Itu ditemukan di sisi jalan, ditutupi oleh abu. Jadi jelas, seseorang telah mengambil kotak besar ini ketika mereka melarikan diri, tetapi kemudian sekitar satu mil di luar kota, membuangnya."

Dokumen-dokumen dalam strongbox ini merinci pinjaman keuangan, utang, dan kepemilikan real estat selama beberapa dekade. Tampaknya, anggota keluarga Sulpicius memilih untuk bermukim kembali di Cumae karena mereka memiliki jejaring sosial bisnis di sana, kata Tuck.

Selama penelitiannya, Tuck juga menemukan bukti pemukiman kembali untuk beberapa wanita dan budak yang bebas. Banyak dari mereka yang menikah satu sama lain, bahkan setelah mereka pindah ke kota baru.

Seorang perempuan di antaranya, Vettia Sabina, dikuburkan di sebuah makam keluarga di Naples dengan tulisan "Have" pada nisannya. Kata tersebut merupakan Oscan, dialek yang digunakan di Pompeii sebelum dan sesudah Romawi mengambil alih kota ini pada tahun 80 SM.

Prasasti yang sama ditemukan di makam keluarga di Naples, kemungkinan dari sebuah keluarga yang lolos dari letusan Gunung Vesuvius pada tahun 79 M. (Kredit: Steven Tuck)

"Artinya 'selamat datang,' biasa terlihat di lantai di depan rumah sebagai sapaan selamat datang (di Pompeii)," papar Tuck.

"Penelitian saya secara drastis benar-benar hanya menghitung jumlah orang Roma yang keluar dari Pompeii," demikian aku Tuck, karena banyak orang asing, migran dan budak tidak mendata nama keluarga mereka, maka inilah yang menyebabkan keberadaan mereka sulit dilacak.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Infrastruktur Publik

Lost cities (1) Pompeii
Sebuah kota dapat musnah karena bencana alam, persoalan ekonomi, ulah manusia, atau pupusnya sebuah peradaban. (Sumber iStock)

Mengenai infrastruktur publik, Tuck menemukan bahwa Kaisar Romawi kala itu, Titus, memberikan uang kepada kota-kota yang telah menjadi hotspot pengungsi.

Dana ini sebenarnya berasal dari Pompeii dan Herculaneum. Pada dasarnya, pemerintah memberikan bantuan kepada siapa saja --yang menjadi korban dalam peristiwa mengerikan itu-- yang tidak memiliki ahli waris.

Kemudian, uang ini digulirkan ke kota-kota yang terdapat pengungsi Pompeii, meskipun Titus mengambil kredit untuk setiap infrastruktur publik yang dibangun.

"Orang-orang yang uangnya masuk ke dana itu tidak pernah mendapatkan kredit," katanya.

Meskipun demikian, infrastruktur baru kemungkinan membantu para pengungsi menetap di rumah baru mereka.

"Pompeii dan Herculaneum telah hilang," ungkap Tuck. "Tetapi pemerintah membangun lingkungan baru, saluran air dan bangunan publik di lokasi yang jadi tempat orang-orang ini menetap."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya