HEADLINE: Kekhalifahan Tamat, ISIS Ubah Taktik dan Bangkitkan Sel Tidur?

ISIS kalah. Namun, bisa jadi mereka hanya kehilangan wilayah. Kewaspadaan tak boleh kendur.

oleh Rizki Akbar HasanSiti Khotimah diperbarui 28 Mar 2019, 00:03 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2019, 00:03 WIB
Operasi angkatan bersenjata pemerintah Suriah di benteng terakhir ISIS di Deir ez-Zor (AFP)
Operasi angkatan bersenjata pemerintah Suriah di benteng terakhir ISIS di Deir ez-Zor (AFP)

Liputan6.com, Washington DC - Pesona ISIS memikat Nurshadrina Khaira Dhania. Dalam bayangannya, 'kekhalifahan' yang dibangun organisasi teror itu bak negeri dongeng. Adil, makmur, nyaman, sejahtera.

Siapapun yang berhijrah ke sana dijanjikan akan mendapatkan rumah. Gratis. Pun dengan layanan listrik, air bersih, dan kesehatan yang cuma-cuma. Utang-utang di negara asal bakal dilunasi, pekerjaan gampang dicari, plus jaminan bahagia dunia hingga akhirat. Meski ISIS dikenal dengan reputasinya yang haus darah, Nur tutup telinga. 

Gadis 16 tahun yang baru duduk di kelas 2 SMA itu pun kepincut berat. Ia mengajak orangtuanya pindah ke Suriah. Saat keinginannya ditentang, Nur minggat.

Khawatir putrinya nekat kabur sendirian ke Suriah, sang ayah, Dwi Djoko Wiwoho luluh. Ditambah lagi rayuan dan propaganda kakak iparnya, Iman Santoso alias Abu Umar bin Kosasih Bakri.

Demi gabung ISIS, Dwi Djoko Wiwoho melepas jabatan sebagai Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu Badan Pengusahaan Kawasan Batam (BP Batam). Rumahnya di Jakarta dilego untuk untuk biaya perjalanan.

Nur dan 25 anggota keluarga lain --ayah, ibu, paman, saudara kandung, bibi, nenek, sepupu -- kemudian berangkat ke Suriah pada 1 Agustus 2015. Mereka masuk lewat Istanbul, Turki.

Sampai di Raqqa, jantung kekuasaan ISIS, mereka sadar bahwa kenyataan tak seindah isi propaganda. Orang-orang itu merasa tertipu. Rasa bersalah dan penyesalan menggelayuti hati Nur saat neneknya yang berusia 78 tahun meninggal dunia di Suriah, ayah dan pamannya dipenjara sekembalinya ke Indonesia. 

"Saya anak manja, menolak mendengarkan orang lain. Saya sombong, keras kepala," kata Nur dikutip dari situs ABC Indonesia.

Bagaimanapun, Nur dan keluarganya relatif beruntung. Masih ada kesempatan kedua untuk mereka. 

"Mereka mendukung ISIS, tapi mereka sebenarnya ditipu. Dari sudut pandang kemanusiaan, siapa lagi yang akan menerimanya jika bukan kita? Kita tidak bisa membuang mereka ke laut, apalagi mereka menunjukkan penyesalan," kata mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyad Mbay. 

Meski demikian, aparat tetap waspada dengan gelombang balik para pendukung ISIS. 

"Polri tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap sleeper cells dan mantan-mantan narapidana terorisme di Indonesia," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri, Brigjen. Pol Dedi Prasetyo saat dihubungi Liputan6.com, Rabu 27 Maret 2019.

 

Infografis ISIS Kalah (Liputan6.com/Triyasni)

"Kami terus melakukan pemetaan, profiling, dan identifikasi dinamika aktivitas mereka. Apabila ada rencana aksi yang termonitor, maka, langkah-langkah Polri dengan adanya UU No. 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme, dapat melakukan preventive strike guna memitigasi dan mengantisipasi secara awal aksi teror tersebut."

Karopenmas menambahkan, jika ada WNI yang teridentifikasi sebagai eks-simpatisan atau eks-kombatan di Irak atau Suriah serta diketahui baru pulang ke Indonesia, mereka akan 'disaring' terlebih dahulu. "Oleh Kementerian Luar Negeri RI, Polri, BNPT, BIN dan BAIS," tambah Dedi.

Sementara itu, ribuan pendukung ISIS terlunta-lunta di pengungsian. Mereka ditolak pulang negara asalnya karena dianggap berpotensi membawa ancaman.

Kekalifahan ISIS, yang membentang dari Suriah hingga ke gerbang Kota Baghdad di Irak, tamat pada Sabtu 23 Maret 2019. Wilayah terakhirnya di Baghouz takluk di tangan Syrian Democratic Forces (SDF) yang dibeking Amerika Serikat. 

Para militannya, dengan janggut tebal dan mengenakan kaftan, terus bermunculan dari terowongan bawah tanah, dengan tangan terangkat tanda menyerah. 

Jauh-jauh hari, Presiden AS, Donald Trump sudah mendeklarasikan kekalahan ISIS, yang menurutnya, sudah 100 persen.

"Sekarang ini sudah 100 persen. Kita telah merebut 100 persen kekhalifahan. Itu berarti luas wilayahnya," kata Donald Trump di depan para tentara di pangkalan gabungan Elmendorf-Richardson, Alaska, 28 Februari 2019. 

"Kita melakukan itu dalam periode waktu yang jauh lebih pendek dari yang seharusnya," tambah dia.

Tapi benarkah ISIS sudah tamat? Tak semua sependapat dengan Donal Trump. 

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

Sel Tidur Mulai Bangkit?

Ilustrasi Anggota ISIS (AFP Photo)
Ilustrasi Anggota ISIS (AFP Photo)

Tengah malam itu, Selasa 26 Maret 2019, sekelompok pria yang menyandang bedil menyerang pasukan Syrian Democratic Forces (SDF)di Kota Manbij, Suriah. Tujuh orang tewas.

ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan yang terjadi hanya tiga hari setelah kekhalifahan kelompok teror itu dinyatakan tamat.

"Tentara kekhalifahan menyerang sebuah pos pemeriksaan ... sebelah barat kota Manbij tadi malam," demikian pengumuman ISIS yang dikeluarkan lewat media sosial, seperti dikutip dari situs www.middleeasteye.net.

Juru bicara Dewan Militer Manbij, Sherfan Darwish menduga, bisa jadi itu adalah serangan balas dendam atas jatuhnya Baghouz, benteng terakhir ISIS di Suriah timur.

"Setelah kemenangan atas ISIS, kita saat ini memasuki fase sel tidur," kata Darwish kepada kantor berita AFP. "Sel-sel tidur ini sedang diaktifkan dan melakukan serangan. Tapi kami akan menggagalkan operasi mereka."

Apa yang terjadi di Manbij dianggap bukti, meski tak punya wilayah, ISIS masih jadi ancaman. Mirip sel kanker, ia bisa muncul kembali ketika dunia mengendurkan kewaspadaannya. 

Dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Yunizar Adiputra, kekalahan yang diderita ISIS adalah kekalahan fisik. 

"Merujuk pada bagaimana wilayah de facto yang diklaim ISIS sudah dapat direbut kembali," kata Yunizar kepada Liputan6.com, pada Rabu 27 Maret 2019.

Ia menambahkan, ISIS sebagai pseudo-state atau entitas yang menyerupai negara, memang sudah tamat. "Namun pertanyaan terbesarnya, apakah mereka benar-benar telah dikalahkan?," ujar Yunizar.

"Perlu diketahui, ISIS telah mengadaptasi serangan covert, serangan bawah tanah, jadi itu yang justru ditakutkan," lanjutnya.

Ia menduga, ISIS sebagai sebuah organisasi yang mewakili ideologi tertentu, masih eksis. Belum lagi terdapat sayap kelompok teror lebih kecil, yang terus bersimpati dan menyatakan dukungan.

Dalam opini editorialnya, USA Today menyebut, pertarungan belum berakhir. "Sekitar 30.000 militan ISIS dilaporkan berpencar seiring dengan kehancuran kekhalifahan. Sementara, keberadaan pemimpinnya Abu Bakar al-Baghdadi tidak diketahui." 

Sebuah analisis militer AS baru-baru ini menyebut, ISIS melakukan regenerasi di Irak utara dan timur Baghdad. Mereka menjelma menjadi gerakan gerilya.

 Kewaspadaan mutlak diperlukan. Sebab, membasmi ideologi kebencian jauh lebih sulit daripada merebut sebuah wilayah.

 

Tak Hanya di Irak dan Suriah

Anggota Syrian Democratic Forces (SDF) mengintai militan ISIS dari sebuah bangunan di kantong terakhir kekhalifahan di Baghouz, Suriah, Senin (18/2). ISIS dilaporkan kian terkepung. (AP Photo/Felipe Dana)

Data BBC Monitoring, yang dikutip pada Rabu (27/3/2019) menunjukkan, meskipun telah kehilangan sebagian besar wilayahnya di Suriah dan Irak pada akhir 2017, ISIS, melalui platform medianya, mengklaim setidaknya 3.670 serangan di seluruh dunia tahun lalu atau rata-rata 11 serangan per hari dan 502 serangan di dua bulan pertama tahun 2019.

Dari total 3.670 serangan IS yang diklaim di seluruh dunia pada tahun 2018, 1.767 terjadi di Irak (48%) dan 1.124 terjadi di Suriah (31%). Ada puncak klaim serangan ISIS pada September 2018.

Selain Irak dan Suriah, ISIS secara resmi menyatakan kehadirannya di negara-negara dan wilayah berikut: Libya, Mesir, Yaman, Arab Saudi, Aljazair, Khorasan (wilayah Afghanistan-Pakistan), Kaukasus, Asia Timur (kebanyakan aktif di Filipina), Somalia, dan Afrika Barat (kebanyakan aktif di Nigeria).

Pada tahun 2018, ISIS mengklaim 316 serangan di Afghanistan, 181 di Semenanjung Sinai Mesir, 73 di Somalia, 44 di Nigeria, 41 di Yaman dan 27 di Filipina, BBC Monitoring melaporkan.

Jumlah klaim serangan oleh ISIS di Provinsi Afrika Barat di Nigeria telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Tentara telah menjadi sasaran utama, mungkin karena kelompok itu berusaha untuk merebut persenjataan dan pada gilirannya meningkatkan kemampuannya.

ISIS telah mengklaim 44 serangan di Nigeria dalam tiga bulan pertama tahun 2019, sesuai dengan jumlah total serangan yang diklaimnya sepanjang tahun di 2018.

Dalam sebuah video propaganda yang dirilis pada bulan Januari, ISIS Provinsi Afrika Barat meminta umat Islam untuk bermigrasi ke wilayah tersebut dan bergabung dengan cabangnya, menandakan bahwa mereka siap menerima rekruitmen asing.

Pada 22 Maret 2019, ISIS Provinsi Afrika Barat mengumumkan, untuk pertama kalinya, kehadirannya di Burkina Faso -- sebuah negara di mana saingannya Al Qaeda telah melakukan beberapa serangan.

Selain itu, baru-baru ini, ISIS mengisyaratkan melalui propagandanya untuk meningkatkan aktivitasnya di Tunisia, sebuah negara di mana sejauh ini gagal membuat terobosan setelah serangan Sousse 2015 yang diklaim ISIS di sebuah museum dan resor pantai negara itu.

Pengumuman tentang Tunisia dan Burkina Faso menunjukkan bahwa setidaknya dalam hal propaganda, ISIS ingin menunjukkan bahwa mereka 'tetap ada dan berkembang', seolah-olah kelompok itu ingin mengompensasi kerugiannya di Irak dan Suriah, serta untuk mengingatkan orang-orang bahwa mereka juga beroperasi di luar Timur Tengah.

Kendati demikian, beberapa cabang, seperti Aljazair dan Arab Saudi, nyaris tidak mengklaim aktivitas apa pun, dan yang lain seperti Kaukasus jarang mengklaim serangan.

Jumlah klaim serangan dan aktivitas ISIS di Filipina juga meningkat, menurut laporan BBC Monitoring.

ISIS beroperasi di melalui afiliasi lokal seperti Abu Sayyaf di wilayah selatan.  Namun serangan mereka, kebanyakan menargetkan tentara, masih sporadis. Terbaru, ISIS mengklaim teror bom gereja di Jolo, Filipina pada Januari 2019.

Sementara di Indonesia, ISIS mengklaim insiden di Mako Brimob, Kelapa Dua Mei 2018 dan Bom Gereja Surabaya Mei 2018 --meski klaim itu tampak hanya sebagai bentuk pengakuan oportunistik semata.

Situs pemantau aktivitas bermedia sel teror, SITE Intelligence Group juga mengatakan bahwa individu atau kelompok simpatisan ISIS di Indonesia masih aktif bertukar komunikasi daring.

Meskipun ada seruan berulang kali kepada para pendukungnya, ISIS tidak mengklaim serangan besar di negara-negara Barat selama 2018.

Tahun 2017, ISIS mengklaim empat serangan di Inggris, termasuk pemboman Manchester Arena; serangan do Barcelona di Spanyol; dan penembakan Las Vegas di AS. Namun, beberapa dari klaim tersebut tampaknya bersifat oportunistik, karena kelompok tersebut gagal memberikan bukti keterlibatannya.

Masih pada tahun 2017, ISIS juga mengklaim tujuh insiden, sebagian besar serangan berprofil rendah di Barat yang tampaknya terinspirasi oleh kelompok tersebut. Mereka terdiri dari empat serangan pisau atau senjata di Prancis, dan satu serangan masing-masing di Belgia, Kanada dan Australia.

Jurus Menghindar Bos ISIS

Pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi
Pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi dikabarkan menderita luka serius setelah serangan militer Rusia 28 Mei 2017. Padahal sebelumnya, ia telah dinyatakan tewas oleh Kementerian Pertahanan Rusia. (Screengrab via AP)

Pertempuran melawan ISIS tak hanya melibatkan senapan, amunisi, tank, dan bom-bom yang dijatuhkan dari udara. Perang itu juga melibatkan pasukan intelijen dan pengerahan teknologi canggih.  

Kepala badan intelijen siber Australia atau Australian Signals Directorate (ASD) baru-baru ini mengungkapkan keberadaan operasi di mana mata-mata siber Negeri Kanguru berupaya menghancurkan komunikasi ISIS di Timur Tengah.

"Sama seperti pasukan koalisi yang bersiap untuk menyerang posisi teroris, agen siber kami berada di balik keyboard mereka di Australia - menembakkan bit dan byte yang ditargetkan ke dunia maya," kata direktur ASD Mike Burgess.

"Komunikasi ISIS diberantas dalam beberapa detik, komandan teroris tidak dapat terhubung ke internet dan tidak dapat berkomunikasi satu sama lain."

Dalam operasi rahasia lain yang sebelumnya, ASD bekerja dengan mitra koalisi untuk merusak mesin media ISIS.

"Kami mengunci server para teroris dan menghancurkan materi propaganda mereka, merusak kemampuan ISIS untuk menyebarkan kebencian dan merekrut anggota baru," kata Burgess, seperti dikutip dari News.com.au.

Direktur ASD juga mengungkapkan bagaimana seorang karyawan menyamar sebagai teroris di dunia maya untuk meyakinkan seorang militan Australia di luar negeri untuk pindah ke lokasi lain di mana ia kemudian dapat ditangkap.

Kepala tim penyamaran adalah "perempuan muda yang sangat terlatih" yang menggunakan "serangkaian percakapan online untuk secara bertahap meraih kepercayaan targetnya".

Di sisi lain, bos ISIS Abu Bakar al-Baghdadi diduga kuat berhasil menghindari penangkapan oleh Amerika Serikat dan pasukan militer lainnya selama bertahun-tahun justru dengan menggunakan taktik jadul. Yang dianggap ketinggalan zaman.

Seperti dilaporkan The Wall Street Journal, Abu Bakar al-Baghdadi diyakini bersembunyi di suatu tempat di Suriah timur dekat perbatasan dengan Irak.

Dia menghindari pemakaian ponsel atau komputer, hanya mengandalkan lingkaran kecil para pengawal untuk mengirim dan menerima pesan untuknya.

Dia kadang-kadang menghadiri pertemuan tatap muka, namun Baghdadi menghindari konvoi agar tidak menarik perhatian musuh. 

Ia diyakini mengalami luka serius dalam serangan udara tahun 2015. Dan, dalam kurun waktu yang singkat, beberapa pengamat mengira ia telah mati. 

Namun, al-Baghdadi telah muncul kembali beberapa kali sejak itu, baik dalam rekaman audio dan  pertemuan dengan anggota ISIS tingkat tinggi lainnya.

Ismail al-Eithawi, militan ISIS yang ditangkap di Irak mengaku bertemual-Baghdadi di Suriah timur pada musim semi 2017.

Penangkapan Baghdadi, yang kepalanya dihargai US$ 25 juta, masih dianggap penting secara simbolis, meski ISIS telah kehilangan wilayah dan sejumlah panglimanya tewas. 

"Koalisi tidak menahannya dan kita juga tidak tahu di mana dia berada," kata juru bicara koalisi yang dipimpin AS, Kolonel Sean Ryan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya