Kemlu RI Terus Verifikasi Status WNI di Suriah Pascakekalahan ISIS

Kementerian Luar Negeri RI menyebut ada proses verifikasi khusus bagi para eks-simpatisan atau eks-kombatan ISIS di Suriah yang mengaku WNI dan meminta pulang ke Indonesia.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 28 Mar 2019, 14:02 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2019, 14:02 WIB
Banner ISIS Kalah
Banner ISIS Kalah (Liputan6.com/Triyasni)

Liputan6.com, Jakarta - Kekalahan teritorial ISIS di Suriah sebagaimana diklaim oleh koalisi yang dipimpin Amerika Serikat akhir pekan lalu menimbulkan polemik mengenai potensi gelombang baru kepulangan para eks-simpatisan atau eks-kombatan asing ke negara asal mereka. Indonesia adalah termasuk salah satu negara yang memantau dekat persoalan tersebut, mengingat rekam jejak mengenai keterlibatan WNI dalam kelompok teroris itu.

"Kekhalifahan" ISIS, yang membentang dari Suriah hingga ke gerbang Kota Bagdad di Irak, diklaim tamat pada Sabtu, 23 Maret 2019. Wilayah terakhirnya di Baghouz takluk di tangan Syrian Democratic Forces (SDF) yang dibeking AS.

Kini, muncul pertanyaan mengenai nasib kombatan asing ISIS yang masih hidup pascakekalahannya, terutama mereka yang menyerah untuk kemudian ditangkap oleh otoritas atau melarikan diri. Dan, beberapa di antara mereka menyatakan ingin pulang ke negara asal.

Merespons hal tersebut, Kementerian Luar Negeri RI mengatakan bahwa perlu ada proses verifikasi khusus bagi para eks-simpatisan atau eks-kombatan ISIS di Suriah yang mengaku WNI dan meminta pulang ke Indonesia.

"Terkait WNI yang diduga ke sana dalam konteks mendukung ISIS. Tentunya itu sebagian dari mereka sudah tidak memiliki dokumen yang resmi," kata Juru Bicara Kemlu RI, Arrmanatha Nasir, di Jakarta, Kamis (28/3/2019).

"Oleh karena itu, kita harus melakukan berbagai tahap sebelum bisa menentukan apakah kita akan memberikan pelayanan sebagai WNI kepada mereka."

"Kita perlu melakukan verifikasi apakah mereka WNI. Verifikasi ada prosesnya tersendiri, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti Kemlu, Kemendagri, BNPT, Polri, dan lainnya."

"Setelah (verifikasi) itu kita baru bisa menentukan apa yang bisa kita lakukan," kata Arrmanatha.

Ia menambahkan, proses lanjutan pascaverifikasi status kewarganegaraan dapat berupa tahapan yang sangat panjang, meliputi analisis profil hingga mencakup keikutsertaan dalam program deradikalisasi.

"Baru setelah itu kita bisa menentukan apakah mereka akan bisa kembali atau tidak," jelasnya.

Antisipasi Polri

Mengomentari soal kesiagaan otoritas penegak hukum Indonesia usai kekalahan ISIS di Suriah serta potensi kembalinya WNI eks-kombatan ke Tanah Air, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri, Brigjen. Pol Dedi Prasetyo mengatakan bahwa kepolisian selalu waspada.

"Polri tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap sleeper cells dan mantan-mantan narapidana terorisme di Indonesia," kata Dedi saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 27 Maret 2019.

"Kami terus melakukan pemetaan, profiling, dan identifikasi dinamika aktivitas mereka. Apabila ada rencana aksi yang termonitor, maka, langkah-langkah Polri dengan adanya UU No. 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme, dapat melakukan preventive strike guna memitigasi dan mengantisipasi secara awal aksi teror tersebut."

Karopenmas menambahkan, jika ada WNI yang teridentifikasi sebagai eks-simpatisan atau eks-kombatan di Irak atau Suriah serta diketahui baru pulang Indonesia, mereka akan "disaring" terlebih dahulu. "Oleh Kementerian Luar Negeri RI, Polri, BNPT, BIN dan BAIS," tambah Dedi.

Proses 'penyaringan' itu merujuk pada apa yang pernah dijalani oleh Nur Dhania dan keluarga, WNI eks-simpatisan ISIS yang dilaporkan telah pulang ke Indonesia baru-baru ini.

Seperti dikutip dari ABC Indonesia, anggota keluarga Nur Dhania menghabiskan beberapa minggu dalam program deradikalisasi sebelum dibebaskan.

Mantan kepala BNPT Ansyad Mbay sebelumnya menyatakan pentingnya memberikan kesempatan kedua kepada mereka.

"Mereka mendukung ISIS, tapi mereka sebenarnya ditipu. Dari sudut pandang kemanusiaan, siapa lagi yang akan menerimanya jika bukan kita? Kita tidak bisa membuang mereka ke laut, apalagi mereka menunjukkan penyesalan," katanya.

"Mari merangkul mereka kembali ke masyarakat dan belajar dari kesalahan mereka."

 

Simak video pilihan berikut:

 

Polemik Data WNI di Suriah

Ilustrasi wanita pengikut ISIS di Singapura. (AFP)
Ilustrasi wanita pengikut ISIS (AFP).

Juru Bicara Kemlu RI, Arrmanatha Nasir, menjelaskan situasi yang tidak kondusif di Suriah membuat pemerintah kesulitan untuk mendapatkan data pasti mengenai WNI yang ada di sana

"Tentunya ketika ada repatriasi 2012-2016, sebagian besar WNI yang terdokumentasi sudah keluar dari Suriah. Cuma memang kita deteksi ada yang masuk secara ilegal ke Suriah," jelasnya, Kamis, 28 Maret 2019.

Arrmanatha menjelaskan, pemerintah kesulitan mendeteksi WNI yang masuk ke Suriah secara ilegal.

"Dari awal mereka masuk secara ilegal tidak terdata. Maka, sulit bagi kita untuk mendeteksi mereka sekarang ada di mana."

Merujuk data terakhir dari Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko pada Mei 2018, militan ISIS asal Indonesia yang masih ada di Suriah berjumlah 590 orang. Moeldoko juga mencatat bahwa WNI yang meninggal sebanyak 103 orang, 86 orang pulang ke Indonesia, 539 orang dideportasi sebelum sampai, dan satu orang berhasil dicegah sebelum pergi.

Sementara itu, International Centre for the Study of Radicalisation (ICSR) yang berbasis di London, dalam riset bertajuk From Daesh to ‘Diaspora’: Tracing the Women and Minors of Islamic State yang rilis pada Juli 2018, mencatat ada kurang lebih 800 WNI yang tergabung dengan ISIS, dengan sekitar 183 - 300 orang telah kembali ke RI.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya