Tunggak Biaya Pengobatan, Pangeran Arab Saudi Digugat Rumah Sakit AS

Dalam laporan itu, pihak rumah sakit mengklaim pangeran Arab Saudi telah berutang sebanyak US$ 3,5 juta atau setara dengan Rp 49,3 miliar.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 13 Apr 2019, 15:02 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2019, 15:02 WIB
Ilustrasi ruang operasi (iStock)
Ilustrasi ruang operasi (iStock)

Liputan6.com, Maasachussetts - Sebuah rumah sakit di Boston, Amerika Serikat menuntut salah satu pangeran Arab Saudi bernama Abdelilah bin Abdelaziz bin Abdulrahman Al Faisal Al Saud. Ia disebutkan telah menunggak biaya perawatan.

Namun, biaya yang dikeluarkan itu bukan untuk pengobatannya, melainkan untuk pasien berusia dua tahun yang tidak mampu membayar tagihan, demikian dikutip dari laman CNN, Sabtu (13/4/2019).

Pihak Boston Children's Hospital mengatakan, gugatan itu akan dilakukan pada pekan ini ke pengadilan yang ada di Masachussetts.

Dalam laporan itu, pihak rumah sakit mengklaim pangeran Arab Saudi telah berutang sebanyak US$ 3,5 juta atau setara dengan Rp 49,3 miliar.

Utang itu berupa tagihan perawatan medis yang belum dibayar untuk anak perempuan yang dijanjikan mendapat bantuan biaya penuh.

Anak perempuan itu, yang identitasnya tidak dipublikasikan, menderita atrofi otot tulang belakang, sebuah kondisi langka yang memengaruhi pergerakan dan kekuatan serta membutuhkan perawatan seumur hidup.

Pasien itu telah dirawat di rumah sakit sejak November 2017. Dari total tagihan, Pangeran Arab Saudi itu baru membayar tagihan sebesar Rp 10,5 miliar.

Pembayaran hanya dilakukan pada Desember 2017, setelah itu tidak ada lagi dana yang masuk atas tagihan itu.

CNN menghubungi Kedutaan Besar Kerajaan Arab Saudi untuk memberikan komentar. Namun, belum ada tanggapan soal hal itu.

Rumah Sakit Anak Boston adalah pusat layanan kesehatan untuk anak non-profit dan salah satu rumah sakit ternama dunia untuk perawatan penyakin serta kondisi kompleks yang diderita anak-anak. Pasien yang dirawat akibat penyakit tulang belakang memang membutuhkan penanganan khusus dan biaya yang mahal.

Pemerintah Turki Pernah Bayar Pengobatan Atrofi Otot Tulang Belakang

Suntikan dan obat (iStock)
Ilustrasi steroid. (iStockphoto)

Pada tahun 2017, seorang pasien atrofi otot tulang belakang (spinal muscular atrophy) berumur delapan bulan di Turki meninggal dunia karena kekurangan biaya. Orangtua si bayi membutuhkan 2 juta lira Turki (Rp 7 miliar) guna menebus semua obat.

Namun, belum sempat uang itu terkumpul, nyawa bayi bernama Eymen Capkin telanjur melayang.

Bercermin dari kasus bayi Eymen, Kementerian Kesehatan setempat langsung menyurati badan asuransi kesehatan negara agar menanggung biaya pengobatan pasien atrofi otot tulang belakang.

Surat itu mendapat respons yang cukup baik. Badan asuransi kesehatan negara itu sudah memegang data 114 orang pasien yang berhak untuk "ditolong".

Ada 253 pasien SMA yang mengajukan biaya pengobatan. Sebanyak 132 orang di antaranya didiagnosis dengan tipe 1 (parah), karena penyakit tersebut merupakan warisan yang diturunkan kepada si kecil saat berumur 3-6 bulan. Dari 132, hanya 114 orang pasien yang dilaporkan memenuhi syarat untuk menerima bantuan dari pemerintah.

Badan asuransi kesehatan tidak sembarangan memilih pasien. Mereka terlebih dahulu berkonsultasi dengan perusahaan penyedia obat. Apakah obat yang pasien butuhkan tersedia atau tidak.

Pengobatan yang Tidak Murah

Uang
Ilustrasi uang (iStockphoto)

Biaya pengobatan untuk atrofi otot tulang belakang tidak murah. Contohnya, pasien Eymen, yang memerlukan uang jutaan lira Turki untuk dapat sembuh. Uang sebesar itu sudah termasuk perawatan dan pengobatan.

Dikutip dari situs Hurriyet Daily News, ayah Eymen, Metin Capkin, mengatakan, pihaknya sempat ditolong oleh sebuah komisi yang bertugas melakukan penggalangan dana guna menolong biaya perawatan dan pengobatan masyarakat tidak mampu di sana.

Namun, Eymen tak bisa menunggu lama, dan harus segera diobati. Sementara pihak rumah sakit belum bisa bertindak jika uang tersebut belum ada.

Malang, begitu uang terkumpul sesuai yang dibutuhkan, Eymen sudah meninggal dunia. Dana yang terkumpul itu akhirnya akan diberikan kepada dua pasien dengan atrofi otot tulang belakang yang kurang beruntung di provinsi tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya