Liputan6.com, California - Setelah berpuluh-puluh tahun mencari di angkasa luar, para ilmuwan kini mengklaim telah mendeteksi ikatan molekul pertama yang terbentuk di awal Alam Semesta, usai Dentuman Besar atau Big Bang.
Penemuan ion helium hidrida (HeH+) di nebula NGC 7027 mengakhiri perburuan epik para astronom untuk menemukan molekul yang sulit dipahami di antariksa.
"Kurangnya bukti tentang keberadaan helium hidrida di Alam Semesta telah mempertanyakan pemahaman kami tentang kimia di awal terbentukna Jagat Raya," kata ahli astronomi Rolf Gusten kepada ScienceAlert, yang dikutip pada Jumat (19/4/2019).
Advertisement
Baca Juga
"Pendeteksian yang dilaporkan sekarang, sudah menyelesaikan keraguan semacam itu," lanjutnya.
Begitu awal Alam Semesta mendingin usai Big Bang pada hampir 14 miliar tahun yang lalu, teori menyatakan bahwa ion-ion unsur cahaya mulai bergabung kembali satu sama lain.
"Dalam lingkungan yang bebas logam dan kepadatan rendah ini, atom-atom helium netral membentuk ikatan molekul pertama Alam Semesta dalam ion helium hidrida (HeH+), melalui hubungan radiatif dengan proton," Gusten dan rekan peneliti menjelaskan dalam sebuah makalah baru.
Cara Mendeteksi
Para ilmuwan memperkirakan HeH+ mungkin terbentuk di nebula pada tahun 1970-an, tetapi sampai sekarang mereka masih belum pernah bisa mendeteksinya.
Menurut para peneliti, hal itu disebabkan karena atmosfer Bumi pada dasarnya adalah penghalang untuk spektrometer (instrumen untuk menentukan panjang gelombang pelbagai macam sinar) yang berbasis di daratan.
Tim dari Gusten mampu mengatasi hambatan-hambatan ini secara serempak, berkat kemampuan German Receiver for Astronomy at Terahertz Frequencies (GREAT) ketika diterbangkan oleh pesawat antariksa Stratospheric Observatory for Infrared Astronomy (SOFIA) milik NASA.
Menurut Gusten, GREAT adalah satu-satunya perangkat yang dapat melakukan pengamatan semacam ini dan hanya mampu melihat helium hidrida di angkasa luar jika dilepaskan terlebih dahulu di udara.
"Seseorang atau sesuatu tidak dapat melakukan pencarian sejenis ini dari observatorium berbasis darat, karena pada panjang gelombang 149 μm, atmosfer Bumi benar-benar buram," papar Güsten.
"Jadi, kami harus pergi ke antariksa atau mengoperasikan instrumen kami dari platform dengan terbang di ketinggian tertentu, seperti SOFIA yang melayang di atas atmosfer yang lebih rendah," lanjutnya.
Advertisement
Fokus Selanjutnya
Sudah ada lebih dari tiga misi yang dijalankan pada Mei 2016. Tim eriset menggunakan spektrometer resolusi tinggi untuk mengamati nebula NGC 7027.
Dari data yang didapatkan, para ahli mengaku telah menemukan apa yang mereka cari selama ini: sinyal jelas dari molekul pertama di antariksa setelah Big Bang.
Gusten menjelaskan, dengan hasil data yang didapatkan dari NGC 7027, para peneliti sekarang dapat menempatkan fokus mereka pada reaksi kimia yang mengontrol pembentukan dan penghancuran molekul helium hidrida.
"Tingkat masing-masing kesulitan masih sukar untuk diukur atau dihitung," ucap Gusten kepada ScienceAlert.
"Pengamatan kami akan membantu lainnya dalam 'mengkalibrasi' angka-angka ini, dan memberi umpan balik ke 'jaringan' kimiawi Semesta awal," lanjutnya lagi.
Kini, temuan tersebut telah dilaporkan pada jurnal ilmiah Nature.