Liputan6.com, Oslo - Laporan terbaru mengenai iklim global, yang merupakan hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science, menunjukkan bahwa lautan di Bumi telah memanas 40 persen lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.
Sementara itu, panel ilmuwan perubahan iklim PBB merilis laporan penting pada Oktober 2018 bahwa kenaikan suhu dapat menyebabkan banjir bandang, kekeringan, kekurangan pangan dan kebakaran hutan di sejumlah negara pada tahun 2040, kecuali jika tindakan pencegahan drastis diambil.
Advertisement
Baca Juga
Ketika masyarakat luas masih mencari jalan keluar untuk menangani perubahan iklim, ada negara-negara tertentu yang justru sudah memberikan kontribusinya untuk Bumi, menurut keterangan dari Good Country Index.
Contohnya saja, dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan, pemerintah di negara tersebut memperhatikan jejak ekologisnya dan persentase energi terbarukan yang digunakan.
"Di era globalisasi yang telah maju dan saling bergantung ini, semuanya --cepat atau lambat-- berdampak pada keseluruhan sistem," kata Simon Anholt, penasihat kebijakan independen yang mendirikan Good Country Index.
"Saya ingin membuat indeks pertama yang mengukur dampak eksternal setiap negara pada seluruh umat manusia, seluruh planet, di luar perbatasannya sendiri," imbuhnya lagi.
Anholt membeberkan bahwa negara-negara di Eropa mendominasi 10 besar dalam daftar 'penyelamat Bumi' dari ancaman perubahan iklim, menurut Good Country Index, yaitu Norwegia, Swiss, Portugal, Slovenia, Siprus, Finlandia, Swedia, Jerman, Kroasia dan Slovakia.
Berikut tiga negara yang juga termasuk di dalamnya, meski tak masuk 10 besar, sebagaimana dikutip dari BBC, Sabtu (20/4/2019).
1. Norwegia - Peringkat 1
Norwegia menempati posisi teratas sebagai negara yang paling banyak membuat inisiatif soal lingkungan, termasuk adopsi mobil listrik dan janji pemerintah untuk bergabung bersama "climate neutral" pada tahun 2030.
Climate neutral adalah inisiatif yang diluncurkan oleh PBB pada tahun 2015 untuk mendorong dan mendukung semua lapisan masyarakat agar mengambil tindakan tegas terhadap pemanasan global, sehingga mencapai dunia yang netral iklim pada pertengahan abad, seperti yang diabadikan dalam Perjanjian Paris yang diadopsi pada tahun yang sama.
Uniknya, hubungan penduduk setempat dengan alam disebut telah melampaui batas. Penduduk Norwegia menganut konsep friluftsliv, yang artinya 'kehidupan terbuka', dengan berpedoman pada pentingnya menghabiskan waktu di luar rumah agar tetap sehat dan bahagia.
"Ini adalah bagian yang sangat mengakar dalam budaya kita, dan sesuatu yang hampir seperti agama bagi banyak orang," kata warga lokal, Axel Bentsen, yang juga merupakan CEO 'Urban Sharing' --perusahaan penyedia layanan sharing sepeda 'Oslo City Bike'.
"Kami menghabiskan waktu di luar rumah dalam segala cuaca, dan bayi kami bahkan tidur siang di luar ruangan. Ibu kota kami, Oslo, menarik karena kami benar-benar bisa naik angkutan umum ke hutan," lanjutnya.
Oslo dinobatkan sebagai "2019 European Green Capital" oleh Komisi Eropa untuk memulihkan air murni di sana, mengurangi polusi udara dengan mengganti kendaraan bermotor dengan sepeda dan transportasi publik, serta melakukan pendekatan inovatif terhadap penganggaran iklim (menjadikan emisi karbon dioksida sebagai metrik yang dapat dilacak, seperti halnya pendanaan keuangan).
Oslo juga berupaya keras menjadi kota yang bebas dari kendaraan bermotor di pusatnya. "Selama setahun terakhir, sangat menyenangkan melihat kota ini menghilangkan ruang parkir, menggantinya dengan membangun lebih banyak area pejalan kaki dan jalur pesepeda,” ungkap Bentsen.
Meskipun 99 persen energi domestik Norwegia dipasok secara berkelanjutan melalui tenaga air dari garis pantai, fjord (semacam teluk yang berasal dari lelehan gletser) dan air terjun yang ada di sana, namun negara Skandinavia ini masih merupakan ekstraktor dan pengekspor minyak mentah utama --masalah politik klasik.
Konon, dengan pundi-pundi yang dihasilkan dari minyak tersebut, otoritas bisa membangun infrastruktur yang lebih ramah lingkungan dalam jumlah besar pula.
Advertisement
2. Portugal - Peringkat 3
Portugal telah berinvestasi dengan membangun stasiun pengisian untuk mobil listrik (yang gratis sampai baru-baru ini), mendorong warganya untuk memasang panel tenaga surya di rumah mereka dan energi terbarukan dengan harga lebih rendah.
"Sebagian besar tetangga saya punya panel surya atau pompa air. Di rumah saya, orang tua saya memasang pompa ini yang mengubah air hujan menjadi air bersih yang kami gunakan sehari-hari, terutama untuk menyirami tanaman, mencuci pakaian dan memberi minum kepada hewan peliharaan kami," kata Mariana Magalhaes yang berasal dari Portugal dan kini hidup di Inggris.
Dia juga kaget ketika menemukan bahwa begitu sedikit pengisi daya mobil listrik di London, dibandingkan dengan yang ada di kota kecilnya.
Mendaur ulang dan pengomposan adalah cara hidup yang normal di Portugal, dengan menyediakan tempat sampah khusus di setiap lingkungan tempat tinggal, termasuk untuk baterai.
Pendidikan pun turut andil dalam memainkan pengupayaan penciptaan lingkungan yang hijau kepada anak-anak.
"Di sekolah menengah, kami punya banyak kelas yang memberikan pelajaran tentang lingkungan dan kami sering mengikuti kelas-kelas di taman setempat untuk membangun cinta kita terhadap lingkungan," kenang Magalhaes.
Sumber pendapatan sebagian besar masyarakat Portugal berasal dari sektor agraris, yang memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah. "Di perbatasan antara Portugal dan Spanyol di sebelah utara, Anda dapat melihat pegunungan dipenuhi dengan mesin energi terbarukan bertenaga angin. Anda juga dapat melihat bendungan listrik tenaga air," papar Magalhães.
"Kondisi alam Portugal mendukung penggunaan energi terbarukan," tambah Joana Mendes, manajer properti Molinum di Portugal bagian selatan. "Karena alat-alat ini jauh lebih murah, maka kami secara bertahap beralih menggunakannya."
Di Lisbon, adopsi sepeda tidak sekuat di kota-kota Eropa lainnya, tetapi moda transportasi berkelanjutan lainnya mulai diluncurkan.
"Penyewaan skuter listrik ramah lingkungan telah diperkenalkan di Lisbon dan itu langsung populer," ujar warga Amerika, Wendy Werneth, yang telah bermukim di Portugal selama dua tahun.
3. Uruguay - Peringkat 15
Di benua Amerika, Uruguay adalah negara yang menempati urutan teratas sebagai negara yang paling gencar menangkal pemanasan global. Sedangkan menurut Good Country Index, Uruguay berada di posisi ke-15.
"Uruguay tidak memiliki cadangan minyak dan menghabiskan banyak uang untuk mengimpor komoditas. Jadi, kami mulai mengganti bahan bakar berbasis minyak dengan energi bersih, yang telah dicapai dalam waktu kurang dari satu dekade," ucap Lola Mendez, warga Uruguay-Amerika yang menulis blog di Miss Filatelista.
Saat ini, sekitar 95 persen listrik berasal dari sumber terbarukan, sebagian besar dari pembangkit listrik tenaga air, tetapi juga dilengkapi dengan solar, angin, dan biofuel.
"Pada 2012, energi terbarukan di Uruguay hanya beroperasi pada tingkat sekitar 40%, jadi ini adalah perubahan drastis dalam kerangka waktu yang sangat singkat," tambah Mendez.
Komitmen itu terbayar, lantaran negara kecil tersebut mendapat perhatian besar dari negara-negara internasional selama Perjanjian Paris 2015, ketika disebut mampu membuat perubahan dramatis tanpa subsidi pemerintah.
Di luar insentif ekonomi, penduduk Uruguay telah membangun hubungan yang kuat dengan alam selama berabad-abad.
"Warga Uruguay selalu mencintai dan menghormati Tierra Madre," Mendez mengisahkan. "Dari masyarakat suku Charrúa asli hingga para gaucho yang memelihara jutaan sapi dan domba di negara itu, hidup dari tanah selalu menjadikan rakyat Uruguay sadar bahwa ini merupakan cara untuk memakmurkan kami."
Transportasi umum (kebanyakan didukung oleh listrik) dapat ditemukan di hampir seluruh kota-kota besar, dan Bandara Internasional Carrasco di ibu kota Montevideo juga nyaris sepenuhnya menggunakan energi berkelanjutan, dengan instalasi surya photovoltaic (PV) --bandara pertama di Amerika Latin dengan pembangkit listrik PV.
Advertisement