Mantan Jaksa AS: Jika Donald Trump Bukan Presiden, Dia Akan Didakwa

Mantan wakil jaksa agung Amerika Serikat Sally Yates mengatakan pada Minggu 28 April 2019, Donald Trump akan didakwa jika bukan presiden.

oleh Siti Khotimah diperbarui 29 Apr 2019, 12:31 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2019, 12:31 WIB
Donald Trump
Donald Trump telah mengancam penutupan sangat lama terhadap pemerintah AS apabila pendanaan untuk pembangunan tembok perbatasan tidak direstui. (AP File)

Liputan6.com, Washington DC - Mantan wakil jaksa agung Amerika Serikat Sally Yates mengatakan pada Minggu 28 April 2019 bahwa Donald Trump akan didakwa terkait kasus penghalangan penyelidikan, jika ia bukan presiden.

Donald Trump disebut sempat menghalangi penasihat khusus untuk Kementerian Kehakiman AS, Robert Mueller dalam proses investigasi dugaan adanya intervensi Rusia dalam hasil pemilu Amerika Serikat pada 2016.

Yates yang dipecat Trump pada 2017 --kurang dari dua pekan setelah sang presiden menjabat-- mengatakan kepada NBC, bahwa presiden dari Partai Republik itu dilindungi oleh pedoman kementerian bahwa presiden yang tengah menjabat tidak boleh didakwa.

"Saya telah berkali-kali menuntut kasus penghalangan penyelidikan, bahkan dengan bukti yang lebih sedikit dari ini," kata Yates, mengutip Channel News Asia, Senin (29/4/2019).

"Dan ya, saya percaya, jika ia bukan presiden Amerika Serikat, ia akan didakwa terkait penghalangan (investigasi) tersebut," lanjutnya.

Mueller sebelumnya melaporkan bahwa Donald Trump telah menghalangi proses penyelidikan. Lebih lanjut, menurut laporan, sang presiden dari Partai Republik itu mengatakan kepada pejabat Rusia bahwa ia tengah menghadapi "tekanan besar" dari penyelidikan, namun telah berkurang sejak ia memecat direktur FBI sebelumnya, James Comey.

Mueller juga mengatakan, Kongres memiliki kekuasaan untuk menyatakan apakah Trump melanggar hukum dan berkuasa pula untuk melakukan investigasi sendiri terkait kasus penghalangan penyelidikan.

Pertanyaan Besar

Ilustrasi bendera Amerika Serikat (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Amerika Serikat (AFP Photo)

Yates mengatakan kepada NBC bahwa laporan itu menyisakan pertanyaan besar. Mantan pejabat tinggi Kementerian Kehakiman AS itu menyebutnya sebagai "potret hancur" dari sebuah kampanye yang menyambut intervensi Rusia, berbohong terkait hal itu, dan kemudian mencoba menutupinya.

"Apakah ini tindakan yang kita harapkan dari seorang presiden Amerika Serikat?" tanya Yates.

"Maksud saya, ketika orang-orang Rusia mengetuk pintu mereka, Anda akan berharap orang yang terbiasa memeluk bendera (AS) akan melakukan hal-hal yang patriotik. Ia seharusnya juga akan memberi tahu penegak hukum," lanjutnya.

Yates sendiri dipecat oleh Trump setelah dia mengambil langkah berani yakni menentang Gedung Putih dalam hal menolak pembatasan perjalanan bagi tujuh negara mayoritas muslim.

Tindakan Trump Dibukukan oleh Mantan Direktur FBI

James Comey, Direktur FBI yang dipecat Donald Trump
James Comey, Direktur FBI yang dipecat Donald Trump (AP/Carolyn Kaster)

Sementara itu, mantan Direktur FBI James Comey menyebut Donald Trump tidak etis dan "tidak setia pada kebenaran". Hal itu Comey ungkapkan dalam bukunya yang juga menggambarkan kepemimpinan Presiden seperti transaksi jual-beli, didorong ego, dan hanya menunjukkan kesetiaan pada pribadinya sendiri.

Buku berjudul "A Higher Loyalty: Truth, Lies, and Leadership" itu berkisah kesaksian Comey dan pernyataan tertulis tentang kontaknya dengan Presiden selama hari-hari awal pemerintahan, serta kekhawatirannya yang berkembang tentang integritas Presiden.

Comey juga menyebut Trump sosok bos yang seperti mafia. Ia menggambarkan interaksinya dengan Trump layaknya "kilas balik karier saya sebelumnya sebagai jaksa yang melawan mafia."

"Trump berusaha untuk mengaburkan batas antara penegakan hukum dan politik dan mencoba untuk menekan saya mengenai penyelidikan soal gangguan Rusia dalam pilpres AS," tulis Comey seperti dikutip dari The Independent pada Jumat 13 April 2019 lalu.

Presiden, katanya, terobsesi dengan topik pelacur dari dokumen terkenal yang disusun oleh mantan mata-mata Inggris, Christopher Steele.

Dalam dokumen yang dimuat di buku itu disebutkan, Donald Trump telah menyaksikan para pelacur buang air kecil di kamar hotel di Moskow, tempat yang sama di mana pendahulunya Barack Obama dan ibu negara pertama Michelle menginap. Itu dilakukan "sebagai cara mengotori tempat tidur".

Comey menulis, presiden berusaha meyakinkannya bahwa itu tidak benar dengan mengklaim dirinya mengalami germafobia atau fobia terhadap kuman.

Trump kemudian mengatakan kepada Comey, "Tidak mungkin saya membiarkan orang-orang saling berkemih di sekitar saya. Tidak mungkin," lapor surat kabar Washington Post.

Buku itu juga memuat kritik yang sangat pribadi kepada Donald Trump, yang mungkin akan mengganggu presiden.

Donald Trump memecat Comey pada bulan Mei 2017, memicu keributan di Kementerian Kehakiman yang menyebabkan penunjukan Robert Mueller sebagai penasihat khusus yang mengawasi penyelidikan atas campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden AS.

Pemeriksaan Mueller telah diperluas untuk melihat apakah Donald Trump merintangi keadilan dengan memecat Comey, sebuah anggapan yang dibantah oleh presiden. Lalu, Trump menyebut Comey sebagai tukang "pamer" dan "pembohong".

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya