Saat Jam Malam Kembali Berlaku, Muslim di Sri Lanka Hidup Dalam Ketakutan

Sri Lanka memberlakukan jam malam nasional untuk malam kedua berturut-turut setelah gelombang kekerasan anti-Muslim.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 15 Mei 2019, 06:39 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2019, 06:39 WIB
99 Orang Tewas dalam Ledakan Gereja dan Hotel di Sri Lanka
Polisi mensterilkan jalan saat sebuah ambulans melaju membawa korban ledakan gereja di Kochchikade, Kolombo, Sri Lanka, Minggu (21/4). Sekitar 99 orang dilaporkan tewas dalam ledakan di tiga gereja dan tiga hotel di Sri Lanka. (AP Photo/Eranga Jayawardena)

Liputan6.com, Kolombo - Sri Lanka telah memberlakukan jam malam nasional untuk malam kedua berturut-turut. Langkah itu dilakukan setelah gelombang kekerasan anti-Muslim pascainsiden bom Minggu Paskah.

Jam malam nasional malam kedua di Sri Lanka berlaku pada pukul 21.00 (15.30 GMT) pada Selasa 14 Mei 2019.

"Provinsi Barat Laut negara itu, tempat kekerasan terburuk terjadi, akan ditutup lebih lama," kata polisi seperti dikutip dari BBC, Rabu (15/5/2019).

Sebelumnya, seorang pria Muslim ditikam sampai mati ketika perusuh membakar toko-toko milik Muslim dan merusak masjid selama serangan yang terjadi Senin 13 Mei. Polisi kemudian menangkap 60 orang, termasuk pemimpin kelompok Buddha sayap kanan.

PBB kemudian menyerukan agar tenang dan "penolakan terhadap kebencian" di Sri Lanka.

Ketegangan di Negeri Ceylon meningkat sejak gerilyawan menyerang gereja dan hotel tiga pekan lalu pada Minggu Paskah. Serangan yang menewaskan lebih dari 250 orang.

Menanggapi kerusuhan itu, kantor PBB di Kolombo telah mendesak pemerintah Sri Lanka untuk "memastikan bahwa situasinya tidak memburuk".

Badan tersebut menekankan pentingnya menahan pelaku dan penghasut kekerasan untuk bertanggung jawab pada "titik kritis", jika perdamaian ingin dipertahankan.

Muslim membentuk hampir 10% dari 22 juta orang di Sri Lanka, yang sebagian besar adalah penganut Buddha Sinhala. Kekerasan massa di Negeri Ceylon yang menargetkan komunitas Muslim pada bulan Maret tahun lalu bahkan mendorong pemerintah untuk menyatakan keadaan darurat. 

Hidup Dalam Ketakutan

99 Orang Tewas dalam Ledakan Gereja dan Hotel di Sri Lanka
Prajurit Angkatan Darat Sri Lanka mengamankan sekitar Gereja St Anthony Shrine usai ledakan di Kochchikade, Kolombo, Sri Lanka, Minggu (21/4). Menurut laman News18 dikutip pada Minggu (21/4/2019), saat ini terdapat sekitar 450 orang yang telah dibawa ke rumah sakit. (AP Photo/Eranga Jayawardena)

Di pinggiran utara Kolombo, sebuah pabrik milik seorang pengusaha Muslim dibakar habis oleh massa yang mengamuk.

Pedagang itu, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan kepada BBC sekitar 200 perusuh menerobos gerbang pabriknya pada Senin 13 Mei malam setelah mengamuk di kota terdekat.

Begitu masuk, dia berkata mereka "mulai menghancurkan segala sesuatu yang terlihat", berteriak dan menjerit ketika mereka membakar ban.

Ketika polisi berjuang untuk mengendalikan gerombolan orang, beberapa karyawan melarikan diri melalui jendela, sejumlah di antaranya cedera setelah tersandung dan jatuh dari ketinggian 35 kaki (10,6 m).

Pasukan keamanan akhirnya menenangkan situasi dan membubarkan massa, tetapi kondisi pabrik telah hancur.

"Sepertinya mereka benar-benar senang menghancurkan pabrik kami," katanya, memperkirakan kerusakan bernilai jutaan rupee Sri Lanka.

Dia merekam kehancuran luas yang dilakukan oleh penyerang tak dikenal, yang menurutnya "100% didakwa secara rasis untuk menyerang Muslim".

Komunitas Muslim di Sri Lanka, katanya, semuanya "hidup dalam ketakutan sekarang" di tengah-tengah atmosfer ketidakpercayaan dan saling tuding.

"Kami khawatir ini akan menjadi Sri Lanka yang tidak kami kenali lagi," katanya.

Dia khawatir akan lebih banyak serangan terhadap Muslim jika pemerintah Sri Lanka tidak melakukan tindakan pencegahan terhadap ancaman kekerasan rasial. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya