Missouri jadi Negara Bagian AS Terakhir Loloskan RUU Anti-Aborsi, tapi...

Senat yang dipimpin Partai Republik di negara bagian barat tengah itu memberikan suara 24-10 untuk melarang aborsi.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 17 Mei 2019, 07:16 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2019, 07:16 WIB
Ilustrasi Aborsi
Ilustrasi Aborsi (iStockphoto)​

Liputan6.com, Missouri - Missouri kini menjadi negara bagian terakhir di Amerika yang mendukung undang-undang larangan aborsi ketat. Aturan ini mendorong gerakan nasional yang diharapkan oleh Partai Republik dapat menjurus pada pencabutan keputusan penting Mahkamah Agung tahun 1973, soal legalisasi aborsi.

Laporan VOA Indonesia, Jumat (17/5/2019) menyebutkan, Senat yang dipimpin Partai Republik di negara bagian barat tengah AS itu memberikan suara 24-10 hari Kamis 16 Mei 2019 pagi waktu setempat. Mereka sepakat melarang aborsi setelah delapan minggu kehamilan.

RUU itu mencakup pengecualian untuk keadaan darurat medis tetapi tidak untuk kehamilan yang disebabkan oleh inses atau perkosaan.

Dewan Perwakilan Negara Bagian yang juga dikuasai oleh Partai Republik harus menyetujui RUU itu sebelum dikirim ke meja Gubernur Republik Mike Parson untuk ditandatangani menjadi undang-undang. Gubernur Parson menyuarakan dukungannya untuk RUU itu hari Rabu.

Pengesahan RUU itu di Senat Missouri terjadi hanya beberapa jam setelah Gubernur Republik Alabama menandatangani undang-undang larangan aborsi hampir secara menyeluruh.

Senat yang didominasi oleh Partai Republik memberikan suara 25-6.

Undang-undang itu menyatakan bahwa melakukan aborsi pada tahap mana pun kehamilan sebagai tindak pidana yang dapat dikenai hukuman kurungan hingga 99 tahun atau seumur hidup dalam penjara bagi penyedia jasa aborsi, meskipun wanita yang minta atau menjalani aborsi tidak dihukum.

Satu-satunya pengecualian aborsi adalah jika kesehatan wanita bersangkutan berada pada risiko serius.

Argentina Tolak RUU Legalisasi Aborsi

Sementara itu, setelah perdebatan panjang selama berminggu-minggu, Senat Argentina akhirnya memutuskan menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan melegalkan aborsi dalam 14 pekan pertama kehamilan.

Setelah debat maraton, 38 senator memilih menentang RUU tersebut, sementara 31 lainnya mendukung. Kekalahan tersebut berarti anggota parlemen harus menunggu hingga tahun depan untuk mengajukan kembali RUU terkait.

Saat ini, sebagaimana dikutip dari BBC pada Kamis 9 Agustus 2018, aborsi diperbolehkan di Argentina hanya dalam kasus perempuan korban pemerkosaan, atau jika kesehatan ibu dalam bahaya.

Demonstran di kedua belah kubu berdebat dalam unjuk rasa di luar parlemen saat pemungutan suara berlangsung, Rabu 8 Agustus.

Aktivis anti aborsi mengaku senang dengan keputusan tersebut.

"Apa yang ditunjukkan oleh suara ini adalah bahwa Argentina masih merupakan negara yang mewakili nilai-nilai keluarga," kata seorang aktivis kontra aborsi.

Tetapi para demonstran pro aborsi, yang mayoritas berpakaian hijau sebagai bentuk dukungan, terlihat menangis dan berusaha saling menghibur satu sama lain.

Sayangnya di sela-sela tanggapan terhadap putusan RUU, beberapa oknum mulai berlaku rusuh pada pihak keamanan yang berjaga. Mereka dilaporkan menembak dan melempar bom molotov ke arah barisan polisi di depan gedung parlemen.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya