Liputan6.com, Pyongyang - PBB mendesak Korea Utara agar membuat kerangka hukum bagi para pihak yang akan menyuplai kebutuhan pokok seperti makanan dan pakaian. Jika negara yang dipimpin Kim Jong-un itu tidak mengizinkan, maka berpotensi adanya pelanggaran hak asasi bagi warga negara.
Sebuah organisasi telah memperkirakan bahwa sekitar tiga perempat populasi Korea Utara bergantung pada aktivitas pasar swasta (jual-beli) untuk bertahan hidup sejak jatuhnya sistem distribusi publik di negara itu pada pertengahan 1990-an, sebagaimana dilansir dari portal berita daring The Star yang mengutip AFP pada Rabu (29/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Tetapi meskipun telah dipraktikkan secara luas, aktivitas pasar tetap menjadi "hukum abu-abu" di Korea Utara," kata Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) kemarin.
"Di Republik Rakyat Demokratik Korea, warga menghadapi kegagalan sistem distribusi publik dan sektor informal yang tidak aman," katanya dalam sebuah laporan, menggunakan nama resmi negara itu.
Dokumen OHCHR - berdasarkan wawancara dengan 214 warga Korea Utara - mengatakan Pyongyang telah gagal melegalkan upaya masyarakat untuk mendapatkan makanan dan pakaian di luar sistem distribusi publik. Padahal jual-beli menjadi satu-satunya cara mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Akan Mati Kelaparan
Seorang pembelot dari Ryanggang, Korea Utara mengatakan apabila warga hanya mengikuti instruksi dari negara, maka mereka berpotensi mati kelaparan.
"Jika Anda hanya mengikuti instruksi dari Negara, Anda mati kelaparan," sebagaimana dikutip dalam laporan PBB.
Namun, kurangnya kejelasan hukum untuk kegiatan komersial berarti Korea Utara yang terlibat di dalamnya menghadapi risiko penangkapan dan penahanan oleh pihak berwenang, lanjut laporan itu.
Sementara ancaman penangkapan memberi para pejabat "alat yang ampuh untuk memeras uang".
"Hanya mereka yang bersedia dan mampu membayar pejabat Negara dan broker yang korup yang mampu melakukan jual-beli, berjuang untuk standar kehidupan yang memadai", lanjutnya, mendesak Korea Utara "untuk melakukan reformasi hukum dan kelembagaan yang mendalam".
Advertisement
Produk RI Digemari Korea Utara
Sementara itu, ribuan pengunjung pameran dagang internasional Pyongyang (Pyongyang International Trade Fair) menggemari berbagai produk Indonesia dalam pameran tersebut. Demikian seperti disampaikan dalam keterangan tertulis dari KBRI Pyongyang di Korea Utara yang diterima di Jakarta, Sabtu 25 Mei 2019.
"Sangat bangga rasanya bahwa stan Indonesia yang memamerkan sekitar seratus item produk Indonesia tersebut telah dikunjungi lebih dari 2.000 orang selama lima hari pameran dari 20 sampai 24 Mei 2019," kata Duta Besar RI untuk Korea Utara Berlian Napitupulu seperti dikutip dari Antara pada Minggu, 26 Mei 2019.
Dubes Berlian Napitupulu menyebutkan bahwa Pameran Dagang Pyongyang, International Spring Trade Fair (PISTF), ke-22 tahun ini diikuti oleh sekitar 450 peserta pameran dari 11 negara, termasuk Indonesia, dan dikunjungi oleh lebih dari 300 ribu orang.
Menurut Dubes RI, berbagai produk Indonesia yang dipamerkan pada Pyongyang International Trade Fair itu berasal dari mal dan toko di Pyongyang.
"Semua produk Indonesia tersebut berasal dari sepuluh mal dan toko yang ada di Pyongyang. Tidak satupun yang diimpor atau dibawa langsung dari Indonesia. Ini kreasi dan inisiatif teman-teman untuk mempromosikan dan memajukan produk Indonesia di Negeri Ginseng ini," ujar Dubes di Korea Utara itu.