Situs Porno Pun Ikut Aksi Protes RUU Ekstradisi Hong Kong

Uniknya, dua situs porno di Hong Kong juga ambil bagian dalam aksi menggerakan massa turun ke jalanan.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 14 Jun 2019, 14:15 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2019, 14:15 WIB
Ilustrasi bendera Hong Kong (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Hong Kong (AFP Photo)

Liputan6.com, Hong Kong - Puluhan ribu orang berkumpul di Hong Kong pada Kamis 13 Juni 2019 untuk memprotes RUU ekstradisi kontroversial, yang memungkinkan tersangka kejahatan dikirim ke China untuk diadili.

Dikutip dari laman sea.mashable.com, Jumat (14/6/2019), pihak berwenang juga menutup beberapa kantor pemerintah di distrik keuangan Hong Kong ketika kekerasan meletus antara demonstran dan polisi.

Uniknya, dua situs porno lokal ikut serta mendukung masyarakat turun ke jalanan dan menyuarakan aspirasi mereka.

Di halaman utamanya, situs AVO1 membuat sebuah pesan bahwa mereka telah menghentikan penawaran videonya pada Selasa kemarin.

Pihak managemen memberi tahu para pengguna bahwa jika mereka tidak senang dengan perubahan itu, mereka harus pergi ke Dewan Legislatif untuk "menemukan jawaban".

Keputusan situs porno AVO1 ini juga diikuti oleh situs konten dewasa lainnya yaitu ThisAV.

Mereka juga memposting pesan di halaman utama yang meminta penggunanya memprotes RUU tersebut karena itu adalah masalah "hidup dan mati".

Yang mengejutkan, ini bukan pertama kalinya industri konten dewasa di Hong Kong mengambil bagian dalam gerakan sipil.

Sebuah majalah dewasa lokal yang terkenal bernama Lung Fu Pao, misalnya, mendukung demonstrasi mahasiswa 1989 di Beijing, dan menyumbangkan semua hasil penjualannya kepada gerakan itu.

Hacker dari China Serang Aplikasi Telegram Demonstran Hong Kong?

Protes RUU Ekstradisi, Warga Hong Kong Blokir Akses ke Parlemen
Pengunjuk rasa berkumpul di luar gedung parlemen di Hong Kong, Rabu (12/6/2019). Ribuan pengunjuk rasa memblokir pintu masuk ke kantor pusat pemerintah Hong Kong untuk memprotes RUU Ekstradisi. (AP Photo/Vincent Yu)

Info teranyar, aplikasi olah pesan terenkripsi yang digunakan oleh para pengunjuk rasa --yang menentang RUU ekstradisi-- dikabarkan menjadi target serangan siber besar-besaran dari China pada hari Rabu, ketika demonstran berkumpul di luar markas pemerintah Hong Kong.

Pavel Durov, pendiri Telegram, mengatakan dalam sebuah twit pada Kamis pagi bahwa serangan penolakan layanan (DDoS), yang terdistribusi secara kuat, dialami perusahaan tersebut sepanjang hari Rabu.

Dikutip dari South China Morning Post, sebagian besar serangan dieksekusi dari alamat IP di China.

Serangan DDoS menyebabkan server Telegram kelebihan beban, yang mengakibatkan masalah koneksi untuk pengguna tertentu, mayoritas di Asia Timur, termasuk Hong Kong.

"Alamat IP serangan sebagian besar berasal dari China. Secara historis, semua DDoS berukuran aktor negara yang kami alami bertepatan dengan protes di Hong Kong," tulis Durov.

Menurut firma analisis data aplikasi, App Annie, Telegram telah menjadi salah satu aplikasi yang paling banyak diunduh di Hong Kong pekan ini, di mana bertepatan dengan protes skala besar oleh ratusan ribu penentang RUU ekstradisi yang kontroversial.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya