Iran Siap Berkompromi Jika AS Cabut Sanksi Nuklir dan Kembali Berpartisipasi

Pemerintah Iran mengatakan siap untuk kembali berkompromi jika AS mau berpartisipasi dan mencabut sanksi.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 15 Jul 2019, 14:34 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2019, 14:34 WIB
Keakraban Erdogan, Putin, Rouhani Saat Bahas Perdamaian Suriah
Presiden Iran Hassan Rouhani berbicara dalam pertemuan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin terkait perdamaian Suriah di Ankara, Turki, Rabu (4/4). (AFP PHOTO/ADEM ALTAN)

Liputan6.com, Teheran - Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan pada hari Minggu, bahwa negaranya siap mengadakan pembicaraan dengan Amerika Serikat (AS), jika Washington mencabut sanksi dan kembali ke perjanjian nuklir 2015 yang ditariknya tahun lalu.

"Kami selalu percaya pada pembicaraan ... jika mereka mencabut sanksi, mengakhiri tekanan ekonomi yang diberlakukan dan kembali ke kesepakatan, kami siap untuk mengadakan pembicaraan dengan Amerika sekarang, dan di mana saja," kata Rouhani, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Senin (15/7/2019).

Tetapi, Iran telah melakukan pembicaraan dengan syarat pertama-tama dapat mengekspor minyak sebanyak yang dilakukannya, sebelum Amerika Serikat menarik diri dari pakta nuklir dengan kekuatan dunia pada Mei 2018.

Ketegangan meningkat antara kedua negara sejak tahun lalu, ketika Presiden AS Donald Trump menarik diri dari perjanjian nuklir antara Iran dan enam kekuatan dunia, serta menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran yang telah dicabut berdasarkan pakta tersebut.

Sebagai reaksi terhadap sanksi AS, yang secara khusus menargetkan aliran pendapatan asing utama Iran dari ekspor minyak mentah, Teheran mengumumkan pada bulan Mei bahwa mereka akan mengurangi komitmennya terhadap kesepakatan nuklir.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

Iran Kian Lantang Menentang

Presiden Iran Hassan Rouhani sedang meninjau program pengembangan nuklir negaranya (AFP Photo)
Presiden Iran Hassan Rouhani sedang meninjau program pengembangan nuklir negaranya (AFP Photo)

Kini, Iran kian lantang menentang imbauan dari pihak-pihak Eropa untuk patuh pada kesepakatan, dengan memperkaya uranium di atas 3,67 persen yang diizinkan berdasarkan perjanjian.

Padahal sebelumnya, Iran telah mendesak para penandatangan Eropa, termasuk Prancis, Jerman, dan Inggris, untuk melindunginya dari sanksi AS.

Kesepakatan 2015 antara Iran dan negara-negara dunia digambarkan sebagai kemenangan diplomasi melawan unilateralisme dan langkah besar untuk melawan proliferasi.

Kesepakatan itu menjanjikan pencabutan sanksi, manfaat ekonomi dan mengakhiri isolasi internasional terhadap Iran, dengan imbalan pembatasan ketat pada program nuklirnya.

Tetapi setelah AS secara sepihak menarik diri pada Mei 2018 dan menerapkan kembali sanksi sengit terhadap Iran, termasuk di sektor perbankan dan minyaknya yang penting, masa depan perjanjian itu menjadi tidak pasti.

Iran Vs Eropa

Bendera Iran (Atta Kenare / AFP PHOTO)
Bendera Iran (Atta Kenare / AFP PHOTO)

Ketika ekonomi Iran jatuh bebas, Teheran menuntut agar pihak-pihak lain dalam kesepakatan itu, terutama Prancis, Jerman dan Inggris, memberikan manfaat ekonomi yang dijanjikan, serta membantunya melewati sanksi AS.

Sementara itu, negara-negara Eropa pada hari Minggu menyerukan perundingan baru yang bertujuan untuk untuk mengakhiri ketegangan yang meningkat atas program nuklir Iran.

"Kami berpikir bahwa saatnya telah tiba untuk bertindak dengan cara yang bertanggung jawab. Mencari cara untuk menghentikan peningkatan ketegangan dan untuk melanjutkan dialog," kata sebuah pernyataan oleh tiga pemimpin negara tersebut.

"Risikonya sedemikian jelas, sehingga perlu bagi semua pihak untuk mengambil jeda dan memikirkan konsekuensi yang mungkin dari tindakan mereka," lanjutnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya