Liputan6.com, Amsterdam - Pemerintah Belanda secara resmi memberlakukan larangan mengenakan burqa pada 1 Agustus 2019, setelah gagal selama beberapa tahun sebelumnya.
Di bawah undang-undang baru, yang berasal dari gagasan politikus sayap kanan Geert Wilders pada 2005, pakaian yang menutupi wajah, bukan hanya burqa dan niqab tetapi juga helm dan masker ski, dilarang penggunaannya di seluruh tempat dan transportasi umum di Belanda.
Namun, aturan itu tidak berlaku ketika digunakan di jalan terbuka, demikian sebagaimana dikutip dari situs web Politico pada Kamis (1/8/2019).
Advertisement
Baca Juga
Jika ketahuan melanggar, seseorang bisa dijatuhi denda hingga 150 euro, atau sekitar Rp 2,3 juta.
Akan tetapi, ada kemungkinan bahwa denda tersebut tidak "membentak cukup kuat", karena pihak polisi, rumah sakit, dan staf angkutan umum mengatakan mereka tidak akan benar-benar mengindahkannya.
Bahkan, beberapa perusahaan angkutan umum Belanda menginstruksikan para stafnya untuk mengabaikan aturan terkait, setelah polisi mengatakan tidak berencana memperlakukannya sebagai pelanggaran prioritas tinggi, lapor media lokal.
"Itu berarti undang-undang tidak bisa dijalankan," kata Pedro Peters, juru bicara salah satu perusahaan transportasi umum setempat kepada surat kabar AD.
"Tidak ada polisi yang melakukan razia, dan staf kami tidak memiliki hak untuk memutuskan tindakan apa terhadap mereka yang mengenakan pakaian sangat tertutup. Bukan wewenang kami untuk memaksakan hukum, apalagi menjatuhkan denda," lanjutnya.
Â
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:Â
Ditentang Berbagai Pihak
Tahun lalu, Walikota Amsterdam Femke Halsema mengatakan kepada outlet media lokal AT5, bahwa dia tidak berencana menegakkan aturan larangan mengenakan burqa.
Halsema meyakini bahwa aturan tersbeut tidak sesuai dengan karakter dan kondisi masyarakat Amsterdam.
"Saya harap Rotterdam dan Utrecht melakukan hal serupa," ujar Halsema menunjuk dua kota utama Belanda lainnya.
Banyak rumah sakit juga mengatakan bahwa mereka tidak akan menerapkan larangan tersebut.
Menurut Federasi Pusat Medis Belanda, rumah sakit seharusnya tidak dibebankan tugas ini, tetapi sebaliknya menjadi tanggung jawab polisi dan pengadilan.
Tidak ada angka resmi tentang berapa banyak wanita di Belanda yang mengenakan burqa atau niqab, tetapi perkiraan berkisar antara 200 hingga 400 orang.
Sebelumnya, Denmark, Prancis, Belgia, Bulgaria dan Austria telah menetapkan lebih awal tentang larangan enggunaan burqa di tempat umum.
Advertisement
Salah Satu Pemicu Kontroversi
Isu larangan mengenakan burqa menjadi lebih kontroversial ketika sebuah artikel di surat kabar AD menyarankan warga untuk bertindak mandiri jika merasa terganggu oleh seseorang yang mengenakan penutup wajah penuh di ruang publik.
"Jika Anda terganggu oleh burqa di tempat itu dilarang, Anda dapat meminta wanita itu melepas burqa atau meninggalkan lokasi," saran surat kabar itu kepada pembaca.
Surat kabar AD juga menambahkan bahwa warga juga dapat menghubungi polisi atau melakukan penangkapan sepihak sebelum diserahkan ke pihak berwenang.
"Siapa pun yang mendeteksi tindak pidana berhak menangkap seorang tersangka ... Tetapi ini hanya diizinkan ketika seseorang telah tertangkap basah dalam tindakan tersebut, dan ketika tersangka segera diserahkan ke polisi. Penangkapan paksa hanya dapat digunakan untuk mencegah tersangka melarikan diri," lanjut surat kabar itu.
Polisi kemudian mengkonfirmasi di Twitter bahwa penangkapan warga negara memang akan diizinkan dalam situasi seperti itu.