Liputan6.com, Washington DC - Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan secara resmi menarik diri dari perjanjian nuklir dengan Rusia, di mana hal itu meningkatkan kekhawatiran akan perlombaan senjata baru.
The Intermediate-Range Nuclear Forces Treaty (INF)Â atau Perjanjian Kekuatan Nuklir Jangka Menengah itu ditandatangani oleh Presiden AS Ronald Reagan dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev pada tahun 1987.
Perjanjian itu melarang rudal dengan jangkauan antara 500 dan 5.500 kilometer, demikian sebagaimana dikutip dari BBC pada Jumat (2/8/2019).
Advertisement
Baca Juga
Namun pada awal tahun ini, Amerika Serikat dan NATO menuduh Rusia melanggar pakta tersebut dengan mengerahkan rudal jelajah jenis baru, yang dibantah Moskow.
Amerika Serikatmengatakan mereka memiliki bukti bahwa Rusia telah mengerahkan sejumlah rudal 9M729, yang dikenal NATO sebagai SSC-8. Tuduhan ini kemudian diajukan kepada sekutu NATO Washington, yang semuanya mendukung klaim Negeri Paman Sam.
Presiden Donald Trump mengumumkan pada bulan Februari bahwa AS akan menarik diri dari pakta jika Rusia tidak mematuhi, dan menetapkan batas waktu hingga 2 Agustus.
Di lain pihak, Presiden Rusia Vladimir Putin menangguhkan kewajiban negaranya sendiri terhadap traktat tersebut, tak lama setelahnya.
Menghilangkan Fungsi Rem Perang Nuklir
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan bahwa keputusan kontroversial yang diambil AS itu bisa "menghilangkan fungsi rem perang nuklir".
"Ini kemungkinan akan meningkatkan, bukan mengurangi, ancaman yang ditimbulkan oleh rudal balistik," tambahnya.
Guterres juga mendesak semua pihak untuk "mencari kesepakatan tentang jalur baru untuk bersama mengontrol senjata internasional".
Para analis khawatir runtuhnya perjanjian bersejarah itu dapat menyebabkan perlombaan senjata baru antara AS, Rusia dan China.
Bulan lalu, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan kepada BBC bahwa rudal Rusia --yang dituduh "jelas melanggar perjanjian"-- dirancang bertenaga nuklir, sangat sulit dideteksi, dan dapat mencapai kota-kota Eropa dalam beberapa menit.
Stoltenberg menambahkan bahwa "tidak ada tanda-tanda apa pun" bahwa Rusia akan mematuhi perjanjian, dan memperingatkan bahwa "kita harus siap untuk dunia tanpa perjanjian INF".
Masih menurut Stoltenberg, NATO tidak memiliki rencana untuk mengerahkan rudal nuklir darat di Eropa.
Tetapi, pertahanan udara dan rudal konvensional, latihan baru dan kesiapan pasukan, serta inisiatif pengendalian senjata baru semuanya dapat menjadi bagian dari respons NATO.
Advertisement
Naik Turun Pelaksanaan Perjanjian Nuklir AS-Rusia
Ditandatangani oleh AS dan Uni Soviet pada 1987, kesepakatan kontrol senjata itu melarang semua rudal nuklir dan non-nuklir dengan jarak pendek dan menengah, kecuali senjata yang diluncurkan melalui laut.
AS telah menyatakan keprihatinan atas penyebaran sistem rudal SS-20 buatan Soviet pada 1979 silam, dan menanggapinya dengan menempatkan Pershing dan rudal jelajah di Eropa, di mana kedua hal tersebut memicu protes luas
Pada 1991, hampir 2.700 rudal telah dihancurkan, di mana kedua negara diizinkan untuk memeriksa instalasinya masing-masing
Sementara itu pada 2007, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan perjanjian terkait tidak lagi melayani kepentingan Rusia.
Itu terjadi setelah Presiden George W Bush, pada tahun 2002, menarik AS keluar dari Perjanjian Rudal Anti-Balistik, yang melarang senjata untuk melawan rudal balistik nuklir.
Pada 2014, Presiden AS saat itu, Barack Obama, menuduh Rusia melanggar Perjanjian INF setelah diduga menguji coba rudal jelajah yang diluncurkan di darat.
Obama dilaporkan memilih untuk tidak menarik diri dari perjanjian di bawah tekanan dari para pemimpin Eropa, yang mengatakan langkah seperti itu dapat memulai kembali perlombaan senjata.
Kemudian tahun lalu, NATO mendukung tuduhan AS dan secara resmi menuduh Rusia melanggar perjanjian.