Liputan6.com, Hong Kong - Ribuan pegawai negeri Hong Kong melakukan aksi unjuk rasa pada Jumat 2 Agustus 2019 malam waktu lokal.
Mereka mendukung gerakan demonstran pro demokrasi dan mendesak pihak berwenang untuk membangun kembali kepercayaan pada pemerintah karena rangkaian protes yang mengguncang hub finansial Asia tersebut.
Unjuk rasa ini adalah pertama kalinya pegawai pemerintah mempromosikan demonstrasi di Hong Kong, demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, Sabtu (3/8/2019).
Advertisement
Baca Juga
Pegawai negeri sipil berkumpul dengan damai dengan para pengunjuk rasa di jantung distrik bisnis, banyak yang memakai topeng hitam untuk menyembunyikan identitas mereka.
"Saya pikir pemerintah harus menanggapi tuntutan, alih-alih mendorong polisi ke garis depan sebagai perisai," kata Kathy Yip (26), seorang pekerja pemerintah.
Time to reconstruct what happened in the last hour in Ma On ShanPolice in riot gear showed up at about 22:50, with Rupert Dover and David Jordan among them. Protesters had run away in good time, leaving police to listen to chants of “Yuen Long!” from local residents #antiELAB pic.twitter.com/8dtrdiWR0P
— Aaron Mc Nicholas (@aaronMCN) August 2, 2019
Polisi mengatakan mereka telah menangkap delapan orang , termasuk seorang pentolan massa pro demokrasi. Aparat menahannya atas tuduhan kepemilikan senjata dan bahan-bahan bom.
Aksi para pegawai negeri sejatinya telah ditentang oleh pemerintah Hong Kong. "180.000 pegawai negeri harus tetap netral secara politik," kata pemerintah pada Kamis 1 Agustus.
"Pada saat yang sulit ini, kolega pemerintah harus tetap bersatu dan bekerja bersama untuk menegakkan nilai-nilai inti dari layanan sipil," lanjut pemeritah dalam sebuah pernyataan.
Ratusan pekerja medis juga berdemonstrasi pada hari Jumat untuk memprotes penanganan pemerintah terhadap situasi tersebut. Protes skala besar juga direncanakan berlangsung pada akhir pekan di Mong Kok, Tseung Kwan O dan distrik Barat Hong Kong.
Simak video pilihan berikut:
Sekilas Protes Hong Kong
Rangkaian protes telah menimbulkan keresahan publik dan menuai ketegangan, antara para demonstran yang dikenal sebagai massa pro-demokrasi dengan pemerintah administratif Hong Kong serta Bejing.
Protes dipicu oleh penolakan massa terhadap RUU Ekstradisi Hong Kong, yang memungkinkan seorang pelanggar hukum untuk dikirim ke China guna menjalani proses peradilan. Massa menilai RUU itu sebagai bentuk pelunturan terhadap nilai-nilai independensi wilayah otonom eks-koloni Inggris tersebut.
Menyikapi protes berlarut, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam telah menunda RUU tersebut "hingga batas waktu yang tidak ditentukan." Bahkan menyebutnya, "telah mati" demi menenangkan massa.
Namun, demonstran tak puas. Protes terus berlanjut dan bermanifestasi menjadi bentuk protes secara luas terhadap pemerintahan Hong Kong serta China.
Demonstrasi memicu bentrokan antara massa pro-demokrasi dengan aparat, serta massa dengan gerombolan pihak ketiga, yang terjadi di sejumlah titik kota.
Awal pekan ini, Kepolisian Hong Kong telah menahan hingga 49 orang yang dituduh "melakukan kerusuhan dan tindakan kriminal" selama protes.
Advertisement