PBB: Serangan Siber Korea Utara Hasilkan Rp 28,5 Triliun untuk Proyek Nuklir

PBB melaporkan bahwa serangan siber Korea Utara telah menghasilkan Rp 28,5 triliun untuk menjalankan program nuklir

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 06 Agu 2019, 15:35 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2019, 15:35 WIB
Kim Jong-un Saksikan Langsung Peluncuran Rudal Balistik
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Un mengawasi langsung uji coba peluncuran rudal balistik Hwasong-12 di lokasi yang tak diketahui pada foto yang dirilis Sabtu (16/9). Kim Jong-Un bersumpah akan menyempurnakan kekuatan nuklir negaranya. (KCNA/KNS via AP)

Liputan6.com, New York - Menurut laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Korea Utara telah menghasilkan US$ 2 miliar (sekitar Rp 28,5 triliun) dari serangan siber "meluas dan semakin canggih", untuk mencuri dari bank dan pertukaran mata uang kripto.

Dana berjumlah besar itu digunakan untuk meningkatkan program nuklir dan misilnya, demikian sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Selasa (6/8/2019).

"Peningkatan program nuklir terus berlanjut, meski Korea Utara tidak melakukan uji coba atau peluncuran ICBM (misil balistik antar benua)," kata laporan itu kepada komite sanksi Dewan Keamanan Korea Utara, yang dilakukan pakar independen selama enam tahun terakhir.

Misi Korea Utara untuk PBB tidak menanggapi permintaan untuk mengomentari laporan tersebut, yang telah disampaikan kepada komite Dewan Keamanan pekan lalu.

Para ahli mengatakan Korea Utara menggunakan internet untuk meluncurkan serangan yang semakin canggih, di mana mereka mencuri dana dari lembaga keuangan dan pertukaran mata uang kripto guna menghasilkan pendapatan."

Laporan itu juga menyebut Korea Utara menggunakan ruang maya untuk mencuci uang yang telah dicuri tersebut.

"Aktor maya Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK), banyak yang beroperasi di bawah arahan Biro Pengintaian, mengumpulkan uang untuk program WMD (senjata pemusnah massal), dengan total hingga saat ini diperkirakan mencapai US$ 2 miliar," kata laporan itu.

Korea Utara secara resmi dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea, atau disingkan DPRK.

Sedangkan Biro Pengintaian adalah agen intelijen militer top Korea Utara, yang operasionalnya menyasar banyak institusi global.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

35 Kasus Serangan Siber oleh Korut

Bendera Korea Utara (AFP PHOTO)
Bendera Korea Utara (AFP PHOTO)

Para ahli mengatakan mereka sedang menyelidiki setidaknya 35 kasus serangan siber yang dilaporkan atas nama para aktor DPRK.

Serangan tersebut dirancang untuk mendapatkan mata uang asing di sekitar 17 negara, tambah laporan PBB.

Sementara menurut para pakar AS, serangan Korea Utara terhadap pertukaran mata uang kripto memungkinkannya "menghasilkan pendapatan dengan cara yang lebih sulit untuk dilacak daripada mencuri pada sektor perbankan tradisional".

Dewan Keamanan PBB telah dengan suara bulat menjatuhkan sanksi terhadap Korea Utara sejak 2006, dalam upaya menghentikan pendanaan untuk program-program rudal balistik nuklir oleh Pyongyang.

Selain itu, DK PBB juga telah melarang ekspor termasuk batubara, besi, timah, tekstil dan makanan laut, serta membatasi impor minyak mentah dan produk minyak sulingan.

Pembicaraan AS-Korut Belum Berlanjut

Trump dan Kim Jong-un
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump bertemu dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un di zona demiliterisasi Korea (DMZ), Desa Panmunjom pada Minggu (30/6/2019). Ini adalah kali pertama seorang presiden AS menginjakkan kaki di negara tersebut. (AP Photo/Susan Walsh)

Presiden AS Donald Trump telah bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sebanyak tiga kali, di mana terakhir pada bulan Juni.

Trump menjadi presiden Amerika pertama yang menginjakkan kaki di Korea Utara di Zona Demiliterisasi (DMZ) antara kedua Korea.

Keduanya sepakat untuk melanjutkan perundingan macet, yang bertujuan agar Pyongyang menghentikan program senjata nuklirnya.

Pembicaraan belum dilanjutkan, tetapi pada Juli dan awal Agustus, Korea Utara melakukan tiga uji coba rudal jarak pendek dalam jangka waktu delapan hari.

Belum ada komentar dari Gedung Putih AS tentang rilis laporan terbaru PBB itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya