Liputan6.com, Jakarta - Krisis Kashmir kembali terjadi, khususnya pasca-India mencabut status otonomi khusus di walayah itu yang di bawah kendalinya. Meski konflik terus berkecamuk dengan akses komunikasi di Kashmir telah diputus; negara-negara Arab di Teluk Persia tak bereaksi apapun. Mereka diam melihat tindakan New Delhi.
Tiadanya tanggapan itu mungkin disebabkan hubungan dagang dengan India yang mencapai AS$100 miliar tiap tahun, seperti dilansir dari VOA Indonesia pada Jumat (16/8/2019). Mengingat, Negeri Mahabrata itu menjadi salah satu mitra dagang Teluk Persia yang paling besar.
Advertisement
Baca Juga
Arab Saudi mendesak supaya masing-masing pihak menahan diri dan menyatakan keprihatinan atas meningkatnya ketegangan di Kashmir. Tapi Kuwait, Qatar, Bahrain dan Oman belum mengeluarkan pernyataan apa pun.
Uni Emirat Arab bahkan terang-terangan berpihak pada India dan menyebut perubahan status Kashmir itu adalah urusan dalam negeri India.
Perdana Menteri Pakistan Imran Khan telah minta bantuan Arab Saudi dan Bahrain untuk membahas tindakan India di Kashmir itu. Khan, pada Kamis 15 Agustus, mengecam dunia internasional yang tampaknya bergeming saja melihat perkembangan di Kashmir, dan bertanya apakah dunia sudah siap untuk menyaksikan pembantaian dan pembersihan etnis warga Muslim seperti yang dulu terjadi di Srebrenica, ketika terjadi perang Bosnia pada 1990-an.
"Saya ingin mengingatkan dunia internasional, kalau hal ini terjadi lagi, dampaknya bagi dunia Muslim akan sangat besar dan akan memicu siklus kekerasan dan radikalisasi," kata Khan lewat Twitter.
Simak pula video pilihan berikut:
Presiden India Membela Diri soal Pencabutan Otonomi Kashmir
Kepala negara India, Presiden Shri Ram Nath Kovind, meembela langkah pemerintahannya yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi, khususnya untuk mencabut status otonomi khusus wilayah Jammu dan Kashmir.
Pernyataan Kovind disampaikan dalam pidato hari kemerdekaan India yang jatuh pada tanggal 15 Agustus setiap tahunnya.
Pidato Kovind digemakan kembali oleh pelaksana tugas duta besar India (Charge d'Affaires), Shri Prakash Gupta yang membacakan teks pidato sang presiden dalam perayaan hari kemerdekaan di Kedutaan Besar India di Jakarta, Kamis 15 Agustus 2019 kemarin.
Gupta, mengutip Presiden Kovind, mengatakan bahwa perubahan yang baru-baru ini dilakukan di Jammu-Kashmir dan Ladakh "akan sangat bermanfaat bagi daerah-daerah tersebut."
"Perubahan akan memungkinkan orang untuk mengakses dan menikmati hak yang sama, hak istimewa yang sama, dan fasilitas yang sama dengan sesama warga negara India di seluruh negara."
"Ini termasuk hukum progresif, egaliter, dan ketentuan terkait dengan Hak atas Pendidikan; mengakses informasi publik melalui Hak atas Informasi; serta pemerataan dalam pendidikan dan pekerjaan dan fasilitas lain untuk masyarakat yang secara tradisional mengalami kekurangan," lanjut Gupta mengutip pidato Kovind.
Sang presiden juga mengatakan bahwa peraturan baru di Kashmir, "akan membawa keadilan bagi putri kita dengan menghapus praktik-praktik tak adil, seperti talak tiga instan dalam sebuah kasus perceraian," jelas Gupta mengutip Kovind.
Advertisement
Pakistan Siap Hadapi India di Kashmir
Sementara itu pada momentum yang hampir bersamaan, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan telah mengancam akan "mengajarkan Delhi sebuah pelajaran", dan bersumpah untuk melawan dengan tegas setiap pelanggaran India di Kashmir yang disengketakan.
Dalam beberapa tanggapan keras sejak Delhi mencabut status khusus Kashmir yang dikelola India pekan lalu, PM Khan mengatakan tentaranya sedang bersiap untuk menanggapi agresi Negeri Hindustan terhadap Kashmir yang dikelola oleh pihaknya.
"Tentara Pakistan memiliki informasi yang kuat, bahwa mereka (India) berencana melakukan sesuatu di Kashmir Pakistan, dan kami siap memberi tanggapan tegas," kata Khan, sebagaimana dikutip dari The Guardian.
"Kami telah memutuskan bahwa jika India melakukan segala jenis pelanggaran, kami akan berjuang hingga titik darah penghabisan," lanjutnya selama kunjungan ke Muzaffarabad, ibu kota Kashmir yang dikelola Pakistan, dalam pidato yang menandai hari kemerdekaan negara itu.
Pakistan, yang juga mengklaim Kashmir dan telah berperang dengan India di wilayah tersebut, menanggapi dengan marah keputusan Delhi pekan lalu untuk mencabut status khusus Kashmir yang dikelola India.
PM Khan membandingkan keputusan pemerintah India dengan Nazi, dan menuding negara tetangganya itu berupaya melakukan pembersihan etnis.
Kementerian luar negeri Pakistan mengatakan pada hari Rabu, bahwa mereka telah meminta Dewan Keamanan PBB untuk pertemuan mendesak tentang isu Kashmir.
Sementara Khan sebelumnya telah berjanji untuk melobi para kepala negara atas --apa yang dikatakannya-- tindakan ilegal oleh pemerintah India.
Meski begitu, belum ada respons dari kekuatan global terkait memanasnya situasi di Kashmir.