Pejabat Korsel Beberkan 4 Kiat Lanjutan untuk Kejar Denuklirisasi Korea Utara

Korsel terus mengupayakan dialog berkesinambungan dengan Korea Utara demi mengejar target denuklirisasi dan perdamaian di wilayah Semenanjung yang berkonflik.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 22 Agu 2019, 16:24 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2019, 16:24 WIB
Jabat Tangan Kim Jong-un dan Moon Jae-in
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in berjabat tangan untuk memulai pertemuan bersejarah mereka di atas garis demarkasi Zona Demiliterisasi (DMZ), Panmunjom, Jumat (27/4). (Korea Broadcasting System via AP)

Liputan6.com, Jakarta - Seorang pejabat kementerian luar negeri Korea Selatan memaparkan, pemerintahannya terus mengupayakan dialog berkesinambungan dengan Korea Utara demi mengejar target denuklirisasi dan perdamaian di wilayah Semenanjung yang berkonflik.

Upaya itu merupakan satu dari empat strategi lanjutan kebijakan luar negeri Seoul pada isu yang berkenaan dengan Korea Utara, papar pejabat Kemlu Korsel yang berbicara dalam kondisi anonimitas pada sebuah diskusi di Jakarta, 21 Agustus 2019.

Tiga strategi lain, tambahnya, meliputi: upaya untuk mengimplementasikan berbagai proyek yang disepakati dalam pertemuan tingkat tinggi dua Korea atau Inter-Korea Summit berdasarkan batasan-batasan sanksi PBB atau Amerika Serikat; koordinasi erat dengan AS dan komunitas internasional termasuk ASEAN, serta; mendirikan rezim yang damai di semenanjung.

Pemaparan itu datang ketika terjadi peningkatan eskalasi di semenanjung yang dipicu latihan militer gabungan antara Amerika Serikat dan Korea Selatan.

Perhelatan itu dianggap telah memicu Korea Utara untuk kembali melakukan uji coba proyektil misil jarak pendek pada awal Agustus 2019 --serta membuat komunitas internasional cemas bahwa situasi bisa kembali memburuk seperti tahun 2017 ke belakang.

Rangkaian peristiwa itu juga bertolak-belakang dari apa yang telah disepakati oleh masing-masing pihak sejak pertemuan tingkat tinggi antar-Korea (Inter-Korea Summit) pada 2018.

Dalam rangkaian pertemuan tersebut, kedua pihak sepakat menahan diri dari melakukan tindakan yang bisa memicu eskalasi di semenanjung, seperti latihan gabungan militer Korea Selatan dan AS; serta uji coba rudal Korea Utara.

Namun, situasi terbaru memicu beberapa analis mengemukakan kritik terkait seberapa relevan dan efektif platform Inter-Korea Summit.

Rudal jarak pendek Korea Utara diluncurkan pada 31 Juli 2019 (AFP Photo)

Pendiri lembaga think-tank Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal, menilai bahwa platform dialog perdamaian yang saat ini ada tidak koheren dalam menyelesaikan semua isu di semenanjung.

Kendati demikian, pejabat anonim dari Korea Selatan itu mengatakan, platform Inter-Korea Summit masih relevan dan efektif. Ia juga menambahkan, komunitas internasional --di samping pemain utama proses negosiasi saat ini (AS, Korea Utara dan Korea Selatan)-- juga memiliki potensi untuk meningkatkan keterlibatannya dalam dialog perdamaian Semenanjung Korea.

"Kami juga menganjurkan agar Korea Utara melanjutkan pertemuan kelompok kerja (working level meeting) dan berbagai momentum positif yang telah terbangun selama beberapa waktu terakhir ini," tambah pejabat itu.

Di sisi lain, pejabat tersebut membela keputusan Korea Selatan untuk melanjutkan latihan militer dengan AS, dengan alasan, "pelaksanannya telah terjadwal sejak lama ... serta bukan dilakukan dalam taraf lapangan, melainkan simulasi di kalangan perwira."

Ia juga menekankan bahwa AS merupakan "sekutu penting Korea Selatan, sehingga latihan militer seperti itu tidak bisa dihindarkan."

Meski begitu, ia juga menggarisbawahi bahwa Seoul terus memenuhi komitmennya dengan Pyongyang perihal "penghentian sementara latihan militer lapangan skala besar di Semenanjung selama proses negosiasi berlangsung," sebagaimana disepakati oleh pemimpin Korea Utara dan presiden Korea Selatan dalam Inter-Korea Summit awal 2018 lalu.

Simak video pilihan berikut:

Menjajaki Peran ASEAN dalam Isu Semenanjung

Bendera Korea Utara dan Korea Selatan berkibar berdampingan - AFP
Bendera Korea Utara dan Korea Selatan (AFP PHOTO)

Sementara itu, sejumlah analis dan pejabat mengatakan bahwa organisasi negara-negara kawasan Asia Tenggara atau ASEAN dinilai bisa memiliki peran penting seputar isu perdamaian di Semenanjung Korea dan denuklirisasi Korea Utara.

Namun, para analis dan pejabat mengakui adanya keterbatasan asosiasi 10 negara untuk meningkatkan kontribusinya pada isu panas di kawasan tetangganya di Asia timur laut tersebut.

Lim Sung-nam, Wakil Tetap Korea Selatan untuk ASEAN, mengafirmasi bahwa organisasi multilateral tersebut berpeluang meningkatkan perannya dalam perdamaian di semenanjung.

"ASEAN punya dan menyediakan platform dialog yang melibatkan Korea Utara," kata Sung-nam dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan FPCI di Jakarta, Rabu (21/8/2019). Sung-nam mereferensi pertemuan rutin ASEAN Regional Forum.

Lim menambahkan bahwa platform itu merupakan satu-satunya di dunia yang bersifat multilateral dan sekaligus melibatkan Korea Utara dalam melakukan pembicaraan yang terbuka dengan komunitas internasional lainnya.

"Dan platform itu memberikan celah dan kesempatan tentang bagaimana ASEAN bisa meningkatkan kontribusinya dalam isu di Semenanjung Korea," tambah duta besar Lim Sung-nam.

Baca selengkapnya...

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya