Loki, Gunung Berapi di Bulan Jupiter Diprediksi Meletus pada September Ini

Peneliti memperkirakan gunung berapi di Io, Bulan Jupiter, akan meletus pada September tahun ini.

oleh Afra Augesti diperbarui 19 Sep 2019, 16:36 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2019, 16:36 WIB
Gunung Berapi di Bulan Jupiter
Para ilmuwan memperkirakan Loki, gunung berapi di bulan terbesar keempat Jupiter, Io, meletus pada pertengahan September. (Foto oleh NASA / JPL)

Liputan6.com, Jakarta Dalam sebuah presentasi pada minggu ini, ilmuwan planet Julie Rathbun memperkirakan gunung berapi terbesar di Io (Bulan terbesar keempat Jupiter) segera meletus.

Letusan gunung berapi itu cukup sulit diprediksi dari Bumi, apalagi jarak kedua planet adalah ratusan juta mil. Namun, Rathbund menyebut gunung api Loki, atau Loki Patera, meletus dengan keteraturan seperti kerja jam.

Dengan mempelajari pola aktivitas vulkanik di dalam kawah masif Loki, Rathbun dapat mengetahui bahwa gunung ini akan meletus pada pertengahan September.

"Loki adalah gunung berapi terbesar dan paling kuat di Io, sangat terang ketika dilihat menggunakan infra merah, sehingga kita dapat mendeteksinya menggunakan teleskop dari Bumi," ujar Rathbun dalam rilis berita, seperti dikutip dari UPI.com, Kamis (19/9/2019).

Karena Loki bersinar cerah ketika meletus, waktu aktivitas vulkaniknya dapat dihitung menggunakan pengamatan yang diarsipkan. Rathbun dan mitra penelitiannya di Planetary Science Institute mempelajari lebih dari 20 tahun pengamatan terhadap Jupiter dan Bulan-bulannya.

Pada 1990-an, Loki meletus kira-kira setiap 540 hari. Baru-baru ini, Patera Loki telah mencerah setiap 475 hari.

"Jika pola ini tetap sama, Loki seharusnya meletus pada September 2019," ungkap Rathbun. "Sebelumnya, kami pernah memprediksi dengan benar bahwa Loki meletus pada Mei 2018."

Rathbun mempresentasikan perkiraannya tentang letusan Loki di Division for Planetary Sciences dari pertemuan tahunan ke-51 American Astronomical Society, yang diadakan pada pekan ini di Jenewa, Swiss.

"Gunung berapi ini sangat sulit diprediksi karena sangat rumit," Rathbun menyampaikan. "Banyak hal yang mempengaruhi letusan gunung berapi, termasuk tingkat pasokan magma, komposisi magma, khususnya keberadaan gelembung di magma, jenis batu yang ada di dalam gunung berapi, keadaan fraktur batu, dan banyak lagi lainnya."

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

Memantau Ketat

Aliran Jet Jovian di Jupiter
Aliran Jet Jovian di Jupiter. (NASA/JPL-Caltech/SwRI/MSSS/Gerald Eichstadt/Sean Doran)

Karena ukuran Loki yang begitu besar, para ilmuwan lain kemudian menyarankan agar Rathbund dan timnya menerapkan ilmu fisika dasar agar lebih gampang untuk mendeteksi Loki.

"Namun, kita harus berhati-hati karena Loki dijuluki sebagai 'Dewa Penipu'. Pada awal 2000-an, setelah pola 540 hari terdeteksi, perilaku Loki berubah dan tidak menunjukkan perilaku berkala lagi sampai sekitar 2013."

Rathbun dan ilmuwan lain akan mengawasi Loki dengan cermat dalam beberapa hari mendatang, untuk melihat apakah gunung berapi ini akan meletus sesuai dugaannya.

Sekilas Tentang Io

Jupiter
Jupiter dan bulan-bulannya. (Foto: NASA)

Jika Bumi punya Gunung Everest sebagai gunung tertinggi di dunia, salah satu Bulan milik Jupiter, Io (baca: aio) memiliki gunung berapi yang lebih tinggi dari pegunungan yang terletak di perbatasan Tibet dan Nepal tersebut.

Berdasarkan penelusuran para astronom NASA, seperti dikutip dari Mirror pada Mei 2016, Io memiliki dataran es yang berbentuk pegunungan dengan ketinggian 11 mil.

Para astronom mengamati Io dari dekat, lewat pesawat angkasa luar NASA, Voyagerdan Galileo, untuk mengungkap seperti apa tekstur pegunungan yang dimiliki Io.

Menariknya, studi terbaru yang mereka amati mengungkap bahwa puncak gunung Io memiliki kemiripan dengan puncak Everest, yaitu disebabkan oleh aktifitas vulkanik yang menyebabkan proses tektonik.

"Gunung di Io bukanlah gunung berapi. Namun, mereka terbentuk dari proses vulkanisme tanah Bulan tersebut," kata Michael Bland selaku ilmuwan dari Astrogeology Science Center di Arizona.

Io memiliki inti vulkanik paling aktif di Tata Surya. Permukaannya bahkan dilapisi dengan material vulkanik secara konstan.

"Ketika material vulkanik tercipta, ia akan terkubur di bawah permukaan. Seiring berjalannya waktu, permukaan itu akan terkubur lebih dalam dan dalam lagi. Ketika fenomena ini terjadi, volume dari tiap lapisan akan menyusut," Bland melanjutkan.

Meski begitu, teori material vulkanik ini belum bisa mendukung sepenuhnya: "Mengapa ada pegunungan megah di Bulan planet raksasa tersebut?"

Para peneliti kini telah merancang model permukaan Io yang akan dikembangkan dari data aktifitas satelit.

Hadirnya ekosistem serupa dengan Bumi tak hanya terjadi di Io. Bulan Jupiter lainnya, Europa, juga memiliki danau raksasa di bawah permukaan yang dilapisi es.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya