Demo Hong Kong: Massa Pro-Demokrasi, Polisi dan Pendukung China Bentrok

Ini merupakan lanjutan dari rangkaian protes rutin yang telah mengguncang wilayah otonomi khusus China selama lebih dari 100 hari terakhir.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 22 Sep 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2019, 12:00 WIB
Situasi demo Hong Kong terbaru pada 21 September 2019 (AFP PHOTO)
Situasi demo Hong Kong terbaru pada 21 September 2019 (AFP PHOTO)

Liputan6.com, Hong Kong - Polisi Hong Kong menembakkan gas air mata untuk membubarkan para pengunjuk rasa pro-demokrasi yang kembali beraksi pada Sabtu 21 September 2019. Ini merupakan lanjutan dari rangkaian protes rutin yang telah mengguncang wilayah otonomi khusus China selama lebih dari 100 hari terakhir.

Bentrokan antara massa pro-demokrasi dengan demonstran pro-China juga terjadi, setelah kelompok yang terakhir merusak "Tembok Lennon" --tembok bertempelkan secarik kertas berisi kritik dan slogan anti-pemerintah Hong Kong dan Tiongkok, demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, Minggu (22/9/2019).

Para demonstran berkumpul di kota Tuen Mun, di barat Wilayah Baru, di mana beberapa membakar bendera China ketika yang lain merobohkan pagar kayu dan logam dan trotoar untuk membangun blok jalan.

Polisi mulai menembakkan gas air mata setelah massa melemparkan bom molotov ke arah aparat yang berusaha menetralisir situasi.

Banyak toko menutup daun jendelanya, dan polisi melakukan beberapa penangkapan.

"Para pengunjuk rasa radikal merusak fasilitas di Stasiun Pusat Kota Rail Light di Tuen Mun dengan batang logam, melemparkan benda-benda ke rel Light Rail dan mengatur barikade di sekitarnya, menyebabkan penyumbatan pada lalu lintas," kata polisi dalam sebuah pernyataan.

"Pengunjuk rasa radikal juga melemparkan bom bensin, yang menimbulkan ancaman serius bagi keselamatan orang lain dan petugas polisi."

Ratusan pemrotes pro-demokrasi Hong Kong mundur ketika barisan polisi anti-huru hara mendekat dengan menembakkan gas air mata. Banyak yang berlari melintasi jalan raya untuk berkumpul kembali dan memblokir lebih banyak jalan.

Beberapa menghilang ke mal dan pinggir jalan.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

Massa Pro-Demokrasi dan Pendukung China Bentrok

Bentrokan Pecah Saat Aksi Demo Tolak RUU Ekstradisi di Hong Kong
Seorang wanita memanjat paga saat bentrok dengan polisi anti huru hara di luar gedung Dewan Legislatif, Hong Kong, Rabu (12/6/2019). Polisi Hong Kong telah menggunakan gas air mata ke arah ribuan demonstran yang menentang RUU ekstradisi yang sangat kontroversial. (AP Photo/ Kin Cheung)

Lusinan pendukung Beijing sebelumnya telah merobohkan "Lennon Wall" tembok mosaik besar berhias stiker Post-it notes berwarna-warni, berisi seruan demokrasi dan mencela campur tangan orang China di wilayah Hong Kong.

"Aku orang China!" seorang demonstran pro-Beijing berteriak membela tindakannya ketika berhadapan dengan pendukung pro-demokrasi.

Tembok-tembok tersebut --terinspirasi oleh tembok serupa di Praha, Republik Ceko yang meminjam nama personel the Beatles John Lennon-- telah berkembang di pusat keuangan Asia, di halte bus dan pusat perbelanjaan, di bawah jembatan penyeberangan, di sepanjang trotoar pejalan kaki dan di universitas.

Mereka juga terkadang menjadi titik panas sarat kekerasan dalam lebih dari tiga bulan kerusuhan.

Sekilas Demo Hong Kong

Ribuan PNS Hong Kong Ikut Demo Tolak RUU Ekstradisi
Seorang pria berteriak menggunakan pengeras suara saat ribuan pegawai negeri sipil (PNS) mengikuti unjuk rasa menolak RUU Ekstradisi di Hong Kong, Jumat (2/8/2019). Aksi para pegawai negeri sejatinya telah ditentang oleh pemerintah Hong Kong. (LAUREL CHOR/AFP)

Protes di seluruh kota, yang awalnya dipicu oleh undang - undang yang akan memungkinkan Beijing untuk mengekstradisi penduduk ke daratan, sering berakhir dengan kekerasan, biasanya antara demonstran pro-demokrasi dan polisi, serta pro-demokrasi dengan pendukung China.

Bentrokan-bentrokan itu menjadi lebih ganas dalam beberapa pekan terakhir, dengan polisi anti huru hara menembakkan gas air mata ketika para demonstran merusak stasiun kereta bawah tanah, membakar dan memblokir lalu lintas.

Sementara kepala eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengumumkan penarikan RUU ekstradisi, protes sejak itu telah meluas menjadi permintaan untuk memasukkan pencabutan kata "kerusuhan" dari pendefinisian yang digunakan pemerintah; melepaskan semua demonstran pro-demokrasi yang ditahan; meluncurkan penyelidikan independen terhadap dugaan kebrutalan polisi; dan hak bagi orang-orang Hong Kong untuk memilih pemimpin mereka sendiri secara demokratis.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya