Liputan6.com, Tel Aviv - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ditugaskan Presiden Israel Reuven Rivlin untuk membentuk pemerintahan koalisi. Permintaan itu disampaikan usai Netanyahu dan lawan utamanya dalam pemilihan umum baru-baru ini, Benny Gantz, gagal menyepakati kesepakatan tentang pemerintah koalisi.
Baca Juga
Advertisement
Pemilihan umum yang digelar pada minggu lalu --kedua pada tahun ini-- berakhir seri. Dengan hampir semua suara dihitung, Blue and White Alliance pimpinan Gantz yang berhaluan tengah, mengantongi 33 kursi di parlemen yang beranggotakan 120 orang, sementara partai konservatif Netanyahu, Partai Likud, hanya meraih 32 kursi.
Mengutip BBC, Kamis (26/9/2019), Netanyahu sekarang memiliki waktu hingga enam minggu untuk mencoba dan membentuk pemerintahan. Sedangkan Rivlin mengatakan dia akan melakukan apa saja agar pemilihan umum ketiga pada tahun ini batal dilangsungkan.
"Netanyahu memiliki lebih banyak kesempatan untuk membentuk pemerintahan koalisi," kata presiden dalam pidatonya sambil berdiri berdampingan dengan PM Israel.Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Netanyahu Didesak Presiden?
Tawaran dari Presiden Israel, Reuven Rivlin, tersebut tidak menjamin Perdana Menteri Benjamin Netanyahu akan memimpin pemerintahan Israel berikutnya. Sebelum ini bisa terjadi, Netanyahu memiliki waktu hingga enam minggu untuk membentuk koalisi mayoritas di parlemen Israel.
"Tanggung jawab untuk membentuk pemerintah akan diserahkan kepada perdana menteri dan pemimpin Likud, Benjamin Netanyahu," menurut keterangan kantor presiden dalam sebuah pernyataan.
Dengan Knesset (sebutan untuk Parlemen Israel) yang terpecah-pecah, pemimpin berusia 69 tahun itu kini menghadapi perjuangan berat untuk mendapatkan dukungan dari setidaknya 61 dari 120 anggota parlemen.
Apabila upayanya gagal, Rivlin bisa melimpahkan tugas itu kepada orang lain, kemungkinan besar adalah lawan Netanyahu, Benny Gantz yang merupakan pemimpin oposisi.
Skenario itu sebelumnya nyaris berhasil pada Mei setelah Netanyahu gagal mengumpulkan koalisi, menyusul hasil pemilihan umum yang seri.
Namun, alih-alih memberi oposisi kesempatan untuk membentuk pemerintahan, Netanyahu justru mendorong pembubaran Knesset, memicu pemilihan ulang dan memberi dirinya kesempatan lagi untuk memimpin serta ikut pemilu.
Presiden kemudian mendorong dua partai utama tersebut untuk mengesampingkan ego mereka dan membentuk pemerintah koalisi, karena menurut Rivlin mereka akan mendapatkan lebih dari cukup kursi untuk mayoritas.
Sayangnya, dialog antara kedua belah pihak menemui kebuntuan. Atas alasan inilah, ia menekan Netanyahu agar segera membentuk pemerintahan koalisi.Â
Namun ada sedikit optimisme Gantz dan Netanyahu dapat membentuk pemerintah koalisi, sebab keduanya menuntut kursi tertinggi di Knesset.
Gantz, yang kampanye pemilunya berfokus untuk menjatuhkan perdana menteri terlama Israel, juga berulang kali berjanji untuk tidak bersekutu dengan Netanyahu sementara ia menghadapi dakwaan potensial.
Lebih lanjut, dalam perundingan yang semakin rumit, Netanyahu juga mencapai kesepakatan dengan partai sayap kanan dan komunitas agama yang mendukungnya untuk memastikan mereka menjadi bagian dari pemerintah di masa depan. Ini merupakan sesuatu yang coba dihindari oleh Gantz.
Advertisement