Liputan6.com, Nouakchott - Kapal yang membawa ratusan imigran terbalik di Samudera Atlantik. 58 orang dilaporkan tewas di kapal yang berasal dari Gambia itu.
Dilaporkan AP News, Kamis (5/12/2019), ada setidaknya 150 penumpang di atas kapal tersebut, termasuk anak-anak dan perempuan. Para korban yang selamat adalah mereka yang berhasil berenang ke pesisir pantai Mauriania.
Advertisement
Baca Juga
Pejabat migrasi PBB berkata kapal itu sedang menuju Kepulauan Canaria, namun kapal itu mengarah ke Mauritania untuk mengisi bahan bakar dan memasok makanan.
"Banyak yang tenggelam. Mereka yang selamat berenang ke pantai Mauritania dekat kota Nouadhibou. Pihak berwajib Mauritania berkoordinasi dengan agensi yang ada secara efektif," ujar Laura Lungarotti, kepala misi badan migrasi PBB di AFrika Barat.
PBB menyebut setidaknya ada 83 orang yang berhasil berenang ke pantai. Korban dirawat di rumah sakit di Nouadhibou.
Korban selamat menyebut kapal itu meninggalkan Gambia pada 27 November lalu. Jumlah pasti korban yang hilang pun masih belum dipastikan. Peristiwa ini adalah satu salah yang paling mematikan dalam usaha imigran Afrika untuk mencari hidup layak di Eropa.
Kasus seperti ini pun sebetulnya kejadian yang berulang. Korban-korbannya pun berasal dari beragam negara Afrika, umumnya mereka adalah imigran yang lari dari negara mereka.Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Puluhan Ribu Orang Gambia Ingin ke Eropa
Ekonomi Gambia yang buruk menjadi faktor masyarakat untuk memilih pindah ke Eropa. PBB mencatat antara 2014 dan 2018 ada 35 ribu orang Gambia yang datang ke eropa.
Hal itu tak terlepas dari buruknya pemerintahan Presiden Yahya Jammeh yang berkuasa selama 22 tahun. Para anak muda pun banyak yang melakukan eksodus.
Pemerintah negara-negara Eropa pun berusaha memulangkan para orang Gambia ke negaranya setelah Jammeh kalah pemilu, kemudian kabur untuk mengasingkan diri di Guinea Khatulistiwa dan dilidungi pemerintah setempat.
Ekonomi Gambia umumnya ditopang oleh pariwisata yang menyumbang 30 persen. Namun, sektor tersebut juga sedang keadaan darurat akibat bangkrutnya perusahaan wisata Inggris, Thomas Cook, yang memiliki penerbangan ke Gambia.
Advertisement