Liputan6.com, Hong Kong - Demonstrasi berkepanjangan di Hong Kong telah menelan banyak korban. Salah satunya Veby Mega Indah, jurnalis asal Indonesia yang mata kanannya tertembak peluru polisi Hong Kong saat meliput protes anti-pemerintah dua bulan lalu.
Veby kini tengah berjuang menuntut agar penegak hukum Hong Kong bertanggung jawab. Pasalnya, akibat insiden penembakan tersebut, Veby mengalami kebutaan pada salah satu matanya.
Luka itu pun jadi trauma berkepanjangan yang membekas di benak Veby, redaktur senior Harian Suara, koran berbahasa Indonesia yang cukup populer di kalangan buruh migran asal Indonesia di Hong Kong.
Advertisement
Saat kejadian berlangsung, Veby meliput unjuk rasa bersama wartawan lain di suatu sudut pada sebuah jembatan di Hong Kong. Veby yakin matanya tertembak peluru karet. Bagi dia, apapun jenis peluru yang ditembakkan aparat menyebabkan salah satu matanya mengalami kebutaan.
"(Saat penembakan terjadi) saya tidak sanggup lagi (menahan sakit). Saya pikir, momen itu akan menjadi hari terakhir saya," kata Veby seperti dilansir Antara, Selasa (10/12/2019).
Ia ingat rekan-rekan sesama jurnalis yang berdiri di belakang dia berteriak: "Kami jurnalis, berhenti menembaki kami!"
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:Â
Tuntutan Belum Direspons
Â
Veby beserta kuasa hukumnya mengatakan mereka telah mengajukan tuntutan hukum terhadap kepolisian untuk mengumumkan nama petugas yang terlibat pada insiden penembakan itu. Sehingga, penggugat dapat melanjutkan kasus hukum untuk menghukum pelaku.
Akan tetapi, tuntutan hukum mereka belum dijawab kepolisian Hong Kong.
Sejauh ini, kepolisian Hong Kong belum memberi komentar terkait tuntutan hukum yang diajukan Veby beserta kuasa hukumnya.
Â
Advertisement
Trauma
Di tengah usahanya mendapatkan keadilan, Veby terus melanjutkan hidup dengan mencoba membiasakan diri dengan satu mata dan menahan rasa sakit serta trauma akibat insiden penembakan itu.
"Ketika saya dirawat di rumah sakit, saya kerap terbangun karena tiba-tiba membayangkan... peluru itu datang dan mengarah ke arah mata kanan saya," kata Veby sambil menahan tangis.
Hingga saat ini, dia belum dapat kembali bekerja.
Unjuk rasa berlangsung selama lebih dari enam bulan di Hong Kong, kota otonom yang berada di bawah kendali China. Seringkali, aksi massa, yang di antaranya menuntut pelaksanaan demokrasi lebih luas dan penyelidikan independen terhadap aparat, berujung pada tindak kekerasan.
Kepolisian Hong Kong, yang menembakkan peluru karet dan gas air mata guna membubarkan demonstran, mengatakan mereka telah menahan diri untuk mencegah kerusuhan bertambah luas.