Liputan6.com, Baghdad - Presiden Irak Barham Salih telah menolak untuk menunjuk calon dari blok parlemen yang didukung Iran untuk posisi perdana menteri, dengan mengatakan ia lebih baik mengundurkan diri daripada menunjuk seseorang ke posisi yang nantinya akan ditolak oleh pengunjuk rasa.
Dilansir dari Al Jazeera, Jumat (27/12/2019), blok Binaa yang didukung Iran, yang terbesar di Parlemen Irak, telah menunjuk Gubernur Basra Asaad al-Eidani untuk menjadi perdana menteri berikutnya.
Namun Salih mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantornya pada hari Kamis, 26 Desember 2019 bahwa penunjukan al-Eidani tidak akan menenangkan para pemrotes yang menuntut perdana menteri independen tanpa afiliasi partai.
Advertisement
Baca Juga
Dia mengatakan bahwa karena konstitusi tidak memberinya hak untuk menolak calon untuk jabatan perdana menteri, dia siap untuk mengajukan pengunduran dirinya ke Parlemen.
"Karena keinginan saya untuk menghentikan pertumpaha darah dan menjaga perdamaian, dan dengan hormat kepada Asaad al-Eidani, saya menolak untuk mencalonkannya," kata Salih.
"Karena itu saya menaruh kesediaan saya untuk mengundurkan diri dari jabatan presiden kepada anggota Parlemen sehingga mereka dapat memutuskan sebagai wakil rakyat apa yang mereka anggap cocok."
Menurut konstitusi Irak, blok terbesar di parlemen diharuskan untuk mencalonkan perdana menteri, yang kemudian ditunjuk oleh presiden.
Batas waktu untuk menunjuk perdana menteri baru telah terlewatkan dua kali karena ketidaksepakatan yang merupakan blok terbesar di parlemen setelah pemilihan tahun lalu.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Nama Al-Eidani Berulang Kali Ditolak
Nama Al-Eidani langsung ditolak oleh pengunjuk rasa Irak, yang turun ke jalan pada Rabu, 25 Desember 2019 sambil menyerukan adanya kandidat independen.
Dilaporkan dari Baghdad, Dorsa Jabbari dari Al Jazeera mengatakan pernyataan Salih dapat dilihat sebagai upaya presiden untuk menekan kelompok-kelompok lain di dalam Parlemen untuk mencoba mencari kandidat alternatif untuk al-Eidani.
Provinsi miliknya, Basra, adalah tempat di mana 70 persen cadangan minyak Irak berada dan telah dilanda protes anti-pemerintah selama beberapa tahun terakhir, kata Jabbari.
"Ini adalah provinsi yang sangat kaya tetapi meskipun begitu, orang-orang yang tinggal di sana bahkan tidak memiliki kebutuhan dasar seperti air bersih yang mengalir sepanjang waktu serta listrik," kata Jabbari.
"Mereka sudah cukup dengan politisi ini yang mendapat manfaat dari kekayaan yang berasal dari provinsi mereka, sementara itu orang-orang tidak melihat kegunaan dari uang itu."
Demonstrasi massal telah mencengkeram Irak sejak 1 Oktober dan para pengunjuk rasa, kebanyakan dari mereka masih muda, menuntut perombakan sistem politik yang mereka lihat sangat korup dan membuat sebagian besar rakyat Irak berada dalam kemiskinan. Akibatnya, lebih dari 450 orang telah terbunuh.
Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi mengundurkan diri bulan lalu ketika protes berlanjut, tetapi ia tetap menjabat dalam kapasitas sementara.
Seorang sumber di kantor Salih mengatakan presiden meninggalkan Baghdad pada hari Kamis, 26 Desember 2019 untuk pergi ke kampung halamannya di Sulaimaniyah, wilayah semi-otonom Kurdistan di Irak dan juga ia akan menyampaikan pidato yang disiarkan di televisi nanti.
Advertisement