Liputan6.com, Jakarta - Ketika Tahun Baru Imlek hampir berakhir, beberapa keluarga keturunan Tiongkok memiliki satu perayaan terakhir sebelum rangkaian acara benar-benar usai.
Cap Go Meh merupakan hari penting bagi sebagian besar masyarakat Hokkien. Di Indonesia sendiri, perayaan Cap Go Meh paling semarak dirayakan di Bogor, Singkawang, Palembang dan Pontianak lantaran banyaknya masyarakat keturunan Tionghoa yang tinggal di sana.Â
Advertisement
Baca Juga
Kata "Chap Goh" dalam Hokkien berarti lima belas dan "Mei" berarti malam. Namanya mengacu pada fakta bahwa Cap Go Meh dirayakan pada tanggal 15 dan hari terakhir Tahun Baru China.
Di China, festival ini sebenarnya disebut Festival Lentera.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:
Mitos Cap Go Meh
Ada mitos lama yang diceritakan tentang hari Cap Go Meh, yang berlatar di sekitar Kaisar Giok, tokoh sentral agama rakyat Tiongkok.
Menurut mitos, derek hewan peliharaan Kaisar dibunuh oleh beberapa penduduk desa, yang membuatnya cukup marah dan merencanakan hujan di desa pada tanggal 15, tahun lunar.
Mitos mengatakan bahwa lampion merah pernah digantung oleh penduduk desa untuk membuatnya tampak seperti rumah mereka sudah terbakar sehingga Kaisar tidak akan menghancurkan desa mereka menjadi rata dengan tanah.
Untuk menyelamatkan diri, penduduk desa disarankan oleh seorang penatua untuk menggantung lentera merah dan menyalakan petasan agar terlihat seperti desa telah dibakar.
Tertipu, Kaisar Langit membiarkannya tak tersentuh dan sejak saat itu, orang-orang merayakan hari ke 15 Tahun Baru China dengan parade lentera dan petasan.
Dengan demikian, lentera atau lampion menjadi bagian besar dari perayaan Cap Go Meh.
Legenda lain menceritakan bagaimana wanita di China kuno, dulu dilarang bepergian di jalanan dengan bebas.
Namun, pada hari ke 15 Tahun Baru Imlek, mereka bebas pergi ke kuil-kuil, mengenakan pakaian terbaik untuk menarik calon pelamar.
Pada perayaan hari Cap Go Meh, mereka yang merayakan biasanya berkumpul untuk makan besar, di mana bola ketan, yang dikenal sebagai "Yuan Xiao", biasanya disajikan.
Para bakta religius juga memberikan penghormatan kepada Dewa Kemakmuran di kuil-kuil untuk meminta berkah keberuntungan bagi keluarga mereka.
Â
Advertisement