Unik, Kebun Binatang di Meksiko Beri Nama Covid Untuk Bayi Harimau

Meski demikian, pemerian nama ini bukan karena lelucon, melainkan ada maksud dan harapan yang baik.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 27 Mar 2020, 09:24 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2020, 09:24 WIB
Ilustrasi harimau
Ilustrasi harimau (wildtrails)

Liputan6.com, Meksiko - Kelahiran bayi harimau dengan nama "Covid" di kebun binatang di Meskiko Timur menarik perhatian. Pemberian nama itu terinspirasi dari pandemi yang saat ini tengah melanda dunia yaitu Corona COVID-19.

Dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (27/3/2020) meski demikian, pemerian nama ini bukan karena lelucon, melainkan ada maksud dan harapan yang baik.

Pemberian nama ini dimaksudkan agar adanya secercah harapan bagi warga dunia yang tengah berjuang melawan virus tersebut.

Harimau Bengal bernama Covid lahir pada 14 Maret 2020 di sebuah kebun binatang kecil di kota Cordoba.

"Kelahiran harimau ini dianggap sebagai kejutan bagi semua orang," kata Kitzia Rodriguez, putri pemilik kebun binatang dan dokter hewan di sana.

"Kami berharap akan ada dampak besar dari pemberian namanya di tengah situasi saat ini," jelasnya.

"Tapi kupikir kelahiran itu, terlepas dari situasinya, akan membantu kita dan memberi kita harapan untuk melanjutkan hidup, sehingga kita dapat memiliki pengunjung kembali. Covid adalah hadiah."

Kebun binatang ini masih beroperasi bahkan ketika kehidupan adanya pembatasan aktivitas di Meksiko akibat penyebaran Corona COVID-19.

"Covid lahir dari harimau betina berusia delapan tahun yang telah berada di sirkus dan dirawat kembali setelah memerlukan operasi akibat patah tulang pinggul," kata pemilik kebun binatang Gonzalo Rodriguez.

Simak video pilihan berikut:

Ilmuwan: Wabah Corona COVID-19 Bukan Salah Kelelawar

Menyentuh, Kelelawar ini Berterimakasih Kepada Penyelamatnya
Seperti yang kita ketahui, hanya manusia yang bisa berterimakasih jika ditolong. Siapa sangka ternyata hewan ini juga bisa berterimakasih.

Masih terkait hewan. Pandemi yang tengah mewabah warga dunia ini dikaitkan dengan kelelawar. Hewan ini diyakini sebagai cikal bakal munculnya Corona COVID-19.

Hasil riset mengindikasikan, hewan itu berperan sebagai reservoir virus corona baru atau SARS-CoV-2, sebelum akhirnya menular ke manusia, menyebar sampar ke 181 negara, hingga memicu pandemi global.

Namun, menurut para ahli zoologi dan pakar penyakit, bukan salah kelelawar memicu wabah. Tudingan layak diarahkan pada manusia. Pada kita.

Seperti dikutip dari CNN, Pengrusakan habitat alami hewan termasuk kelelawar, mobilitas manusia yang kian tak terbatas di muka Bumi, adalah faktor-faktor yang memungkinkan penyakit yang sebelumnya terkunci di alam kemudian melompat ke manusia.

Sebenarnya, hingga kini, para ilmuwan belum memastikan dari mana asal-usul virus pemicu COVID-19. Pembuktian harus dilakukan dengan mengisolasi virus yang hidup dalam spesies yang dicurigai. Itu sama sekali bukan pekerjaan gampang.

Namun, ada alasan untuk mencurigai kelelawar. Sebab, virus pemicu COVID-19 sebelumnya terlihat pada kelelawar tapal kuda (horseshoe bats) yang ada di China.

Temuan itu membuat para ahli bertanya-tanya, bagaimana penyakit itu berpindah dari komunitas kelelawar, yang jarang tersentuh manusia, hingga menyebar ke seluruh dunia.

Kelelawar adalah satu-satunya mamalia yang bisa terbang. Kemampuan itu memungkinkan hewan itu menyebar dalam jumlah besar di wilayah yang luas, demikian menurut para ilmuwan.

Itu berarti, mereka bisa menampung sejumlah patogen atau penyakit. Kemampuan terbang kelelawar membutuhkan aktivitas dalam jumlah besar, yang membuat sistem imun atau kekebalan tubuh hewan itu menjadi istimewa.

"Ketika terbang, suhu tubuh kelelawar memuncak, yang menyerupai demam," kata Andrew Cunningham, Profesor Epidemiologi Hewan Liar di Zoological Society, London kepada CNN.

"Hal itu terjadi setidaknya dua kali dalam sehari pada kelelawar, ketika mereka terbang mencari makan dan kembali ke sarang. Sejumlah patogen di tubuh kelelawar kemudian berevolusi untuk bertahan di tengah memuncaknya suhu tubuh itu."

Cunningham menambahkan, hal tersebut menimbulkan masalah ketika penyakit-penyakit itu melompat ke spesies lain.

Pada manusia, misalnya, demam adalah mekanisme pertahanan yang dirancang untuk menaikkan suhu tubuh yang bertujuan untuk membunuh virus.

Sementara, virus yang telah berevolusi dalam kelelawar mungkin tidak akan terpengaruh oleh suhu tubuh yang lebih tinggi.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya