Kematian Akibat Corona COVID-19 RI Melebihi Korsel, Jepang, dan Singapura

Jumlah kematian akibat Virus Corona COVID-19 di Indonesia sangat tinggi di Asia.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 22 Mei 2020, 10:52 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2020, 09:23 WIB
Putri Tanjung hingga Angkie Yudistia Diangkat Jadi Staf Khusus Jokowi
Presiden Joko Widodo foto bersama para staf khususnya di Istana Merdeka, Jakarta (21/11/2019). Staf khusus baru kalangan milenial Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII Aminuddin Ma'ruf, Peraih beasiswa kuliah di Oxford Billy Gracia Yosaphat Mambrasar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Tingkat kematian Virus Corona (COVID-19) di Indonesia sudah menyentuh angka 170 orang. Dengan ini, jumlah pasien meninggal akibat SARS-CoV-2 di Indonesia adalah yang tertinggi kedua di wilayah Asia Timur dan Tenggara. 

Per Jumat pagi (3/4/2020), pasien meninggal di Indonesia sudah mengalahkan jumlah pasien di Korea Selatan (Korsel) yang berjumlah 169 orang. Laju kematian di Indonesia tergolong cepat, sebab bisa melewati Korsel yang lebih awal mendeteksi COVID-19, yakni sejak Februari. 

Di negara tetangga, Singapura juga baru mendeteksi empat kematian. Menurut peta Johns Hopkins University per Jumat (3/4/2020), jumlah pasien di Indonesia telah jauh di atas Singapura, yakni 1.790 orang. 

Kematian di Indonesia akibat Virus Corona baru turut melewati angka kematian di Jepang, yakni 62 orang. 

Singapura dan Korea Selatan sempat mengalami lonjakan pasien Virus Corona jenis baru. Rakyat kedua negara itu beruntung karena pemerintahnya langsung sigap dan berhasil meredam dampak penyebaran. 

Korea Selatan melakukan tes Virus Corona baru besar-besaran hingga 10 ribu orang per hari. Hasilnya disiarkan secara sederhana dan transparan di situs otoritas kesehatan pemerintah.

Meski tidak memberlakukan tes Virus Corona baru dengan skala seperti Korsel, Indonesia juga tidak menerapkan lockdown baik secara total atau parsial. 

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengatakan Indonesia tidak akan melakukan lockdown karena belum tentu cocok. 

"Jadi setiap negara mencari caranya yang cocok. Makanya kita jangan buru-buru men-judge atau memberikan komentar yang tidak pas," kata Luhut.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lockdown Wuhan Cegah Penularan 700 Ribu Kasus Virus Corona COVID-19

Petugas Medis Tangani Pasien Virus Corona di Ruang ICU RS Wuhan
Petugas medis dari Provinsi Jiangsu bekerja di sebuah bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, Provinsi Hubei, 22 Februari 2020. Para tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit tersebut. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Keputusan China melakukan lockdown kota Wuhan efektif mencegah penyebaran ratusan ribu kasus. Berkat lockdown, aliran keluar-masuk warga berkurang sehingga penyebaran otomatis ikut menurun.

Dilaporkan Japan Times, data itu berasal dari penelitian yang dilakukan ilmuwan dari Amerika Serikat, Hong Kong, China, dan Inggris. Mereka meneliti apa yang terjadi bila Wuhan tidak lockdown.

Hasilnya, penelitian menyebut jika Wuhan tidak lockdown pada 23 Januari, maka ada 700 ribu kasus yang menyebar pada 19 Februari atau hari ke-50 wabah Virus Corona jenis baru itu.

"Analisis kami menunjukan bahwa tanpa adanya travel ban Wuhan dan respons darurat nasional maka akan ada lebih dari 700 ribu konfirmasi kasus COVID-19 di luar Wuhan pada tanggal tersebut," ujar salah satu peneliti yakni Christoper Dye.

"Tindakan kendali China tampak berfungsi dengan secara sukses memutus rantai penyebaran; mencegah kontak antara orang yang terinfeksi dan yang tidak menyadarinya," lanjut Dye yang berasal dari Departemen Zoologi Universitas Oxford.

Penelitian ini melibatkan ahli dari berbagai latar belakang akademis. Ada ilmuwan dari fakultas perencanaan tata kota, entomologi, penyakit menular, ekologi, sains matematika, hingga ekologi dan biologi evolusi.

Para peneliti menggunakan kombinasi laporan kasus, informasi kesehatan masyarakat, dan pelacakan lokasi mobile phone untuk menginvestigasi penyebaran virus. Ilmuwan melihat ada pengurangan drastis warga yang keluar-masuk Wuhan berkat lockdown.

"Analisis mengungkap ada pengurangan luar biasa dari pergerakan setelah ada travel ban pada 23 Januari 2020. Berdasarkan data ini, kami juga bisa mengkalkulasi kemungkinan kasus-kasus terkait Wuhan di kota-kota lain di seluruh China," ujar Ottar Bjornstad dari Universitas Negeri Pennsylvania.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya