Liputan6.com, New Delhi - Ratusan juta orang di India, termasuk di dua kota terbesarnya, telah diperintahkan pada Rabu 8 April 2020 untuk mengenakan masker atau penutup wajah, di tengah lockdown atau penguncian nasional guna memerangi penyebaran pandemi Virus Corona COVID-19.
Dilansir dari Channel News Asia, Kamis (9/4/2020), penduduk di ibukota New Delhi dan pusat keuangan Mumbai, yang memiliki populasi gabungan hampir 40 juta, serta di negara bagian terpadat Uttar Pradash di mana 200 juta orang tinggal, akan harus menutupi wajah mereka ketika berada di ruang publik.
"Mengenakan masker wajah dapat mengurangi penyebaran Virus Corona COVID-19 secara substansial," kata Menteri Utama Delhi Arvind Kejriwal pada Rabu malam.
Advertisement
Baca Juga
"Karena itu, telah diputuskan bahwa masker wajah akan menjadi wajib bagi siapa pun yang keluar dari rumah mereka."
Namun, dengan persediaan masker yang menipis di seluruh dunia, seorang pejabat mengatakan bahwa "penutup muka akan menjadi kata yang lebih tepat".
"Gamcha (sejenis kain katun) atau kain katun apa pun yang dapat menutupi mulut Anda juga dapat digunakan," kata pejabat itu, Mrityunjay Kumar, penasihat media dengan Ketua Menteri UP Yogi Adityanath.
Kementerian kesehatan pada akhir pekan menyarankan semua penduduk di negara berpenduduk 1,3 miliar orang itu, untuk menutupi hidung dan mulut mereka dengan penutup wajah buatan sendiri yang dapat digunakan kembali.
Pihaknya juga merilis instruksi online tentang bagaimana masyarakat bisa membuat masker mereka sendiri.
Aturan baru itu muncul ketika jumlah resmi kasus India naik di atas 5.200, termasuk 149 kematian.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:
Penyebaran Virus di India
Para ahli mengatakan pihak berwenang perlu melakukan lebih banyak pengujian, untuk menentukan seberapa luas penyakit yang sangat menular ini telah menyebar di negara berpenduduk terbesar kedua di dunia.
Penguncian nasional diberlakukan mulai 25 Maret selama 21 hari, dengan penduduk diizinkan meninggalkan rumah mereka hanya untuk layanan penting seperti membeli bahan makanan dan obat-obatan.
Tetapi jumlah kasus terus meningkat, dengan pejabat menyalahkan pertemuan agama besar pada bulan Maret di mana ribuan orang berkumpul untuk setidaknya 30 persen pasien.
Advertisement