Studi: 10 Obat yang Telah Disetujui Terbukti Efektif Lawan Corona COVID-19 di Tubuh

Sebuah studi menyatakan bahwa sekitar 10 senyawa obat yang disetujui terbukti ampuh melawan Virus Corona baru yang ada di dalam tubuh. Mencegah virus berkembang biak.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 01 Mei 2020, 19:10 WIB
Diterbitkan 01 Mei 2020, 19:10 WIB
Gambar ilustrasi diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Food and Drug Administration AS menunjukkan Virus Corona COVID-19. (US Food and Drug Administration/AFP)
Gambar ilustrasi diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Food and Drug Administration AS menunjukkan Virus Corona COVID-19. (US Food and Drug Administration/AFP)

Liputan6.com, London - Setidaknya 10 senyawa obat yang berbeda, mulai dari terapi kanker hingga antipsikotik dan antihistamin terbukti mungkin efektif mencegah Virus Corona baru berkembang biak di dalam tubuh. Demikian menurut penelitian multidisiplin yang dilakukan oleh tim ilmuwan di Amerika Serikat dan Prancis.

Para peneliti memetakan protein manusia yang berinteraksi dengan virus di dalam tubuh ketika menginfeksi sel dan membuat salinannya sendiri, kemudian mencari senyawa yang dapat memblokir virus dari penggunaan protein tersebut.

Mengutip Channel News Asia, Jumat (1/5/2020), hasil penelitian menunjukkan bahwa 47 senyawa dalam kultur sel memiliki efek yang diinginkan, setidaknya 10 di antaranya sudah dalam berbentuk obat yang disetujui atau sedang dipelajari untuk berbagai kondisi, tetapi dapat digunakan kembali terhadap COVID-19.

Para peneliti telah bergegas untuk mengembangkan terapi eksperimental serta untuk menggunakan kembali obat yang sudah ada untuk mengobati pasien dengan COVID-19 dan masyarakat menaruh harapan tinggi pada obat antivirus eksperimental Gilead Sciences, remdesivir.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

Obat Malaria Hydroxychloroquine Salah Satunya

Petugas Medis Tangani Pasien Virus Corona di Ruang ICU RS Wuhan
Li Xiang, petugas medis dari Provinsi Jiangsu, memeriksa hasil pengujian di sebuah bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, 22 Februari 2020. Tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit itu. (Xinhua/Xiao Yijiu

Dalam studi baru, yang diterbitkan dalam jurnal Nature pada Kamis 30 April, kandidat untuk repurposing termasuk bahan obat alergi termasuk clemastine, haloperidol antipsikotik, dan obat malaria hydroxychloroquine.

Studi ini juga mengungkapkan mengapa hydroxychloroquine sering ditemukan memiliki efek toksik pada jantung.

Obat malaria, yang telah berulang kali dipuji-puji oleh Presiden AS Donald Trump, berikatan dengan reseptor pada sel manusia, yang mana diperlukan virus untuk menginfeksi sel.

Tetapi hydroxychloroquine juga mengenai protein tertentu dalam jaringan jantung, yang dapat menjelaskan efek obat pada irama jantung - efek samping yang baru-baru ini ditandai oleh regulator kesehatan AS dan UE.

Tim juga menemukan bahwa bahan kimia eksperimental, PB28, 20 kali lebih kuat daripada hydroxychloroquine dalam menargetkan reseptor, tetapi memiliki afinitas yang jauh lebih rendah untuk protein jantung.

Hormon progesteron juga ditemukan bertindak melawan virus, yang mungkin menjelaskan beberapa alasan mengapa pria tampaknya lebih rentan terhadap COVID-19 dan lebih sering menderita komplikasi parah.

Senyawa lain yang ditemukan memiliki aktivitas antivirus adalah plitidepsin, yang digunakan dalam terapi kanker eksperimental PharmaMar, Aplidin yang berbasis di Madrid yang saat ini sedang diuji dalam uji coba COVID-19 di Spanyol.

“Beberapa obat dan senyawa kami berkali-kali lebih kuat daripada remdesivir, setidaknya dalam pengaturan laboratorium,” penulis penelitian Nevan Krogan dari University of California San Francisco, mengatakan dalam sebuah briefing media.

Remdesivir Gilead bisa menjadi yang terdekat dengan persetujuan regulator setelah hasil uji coba awal pada hari Rabu menemukan bahwa obat itu membantu pasien pulih lebih cepat.

Tim mengatakan akan terus menguji kandidat yang telah mereka identifikasi dan menggunakan metode yang sama untuk mempelajari biologi penyakit lebih lanjut untuk wawasan selanjutnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya