Usai Insiden George Floyd, Partai Demokrat AS Ajukan RUU Reformasi Polisi

Partai Demokrat AS mengajukan RUU untuk mereformasi struktur kepolisian.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 09 Jun 2020, 11:04 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2020, 11:04 WIB
Demo Kematian George FLoyd Masih Berlanjut di AS
Seorang demonstran merusak mobil polisi saat unjuk rasa di dekat Gedung Putih di Washington (31/5/2020). Demonstran turun ke jalan-jalan di New York City memprotes kematian George Floyd pada (25/5) setelah dijepit di leher oleh seorang petugas kepolisian Minneapolis. (AP Photo/Alex Brandon)

Liputan6.com, Washington D.C - Partai Demokrat AS telah mengusulkan undang-undang ke Kongres untuk mereformasi struktur kepolisian Amerika, setelah terjadi protes selama berminggu-minggu terhadap kebrutalan dan rasisme yang dilakukan polisi.

Mengutip BBC, Selasa (9/6/2020), RUU itu akan memudahkan penuntutan polisi atas pelanggaran, larangan chokehold (menjepit leher seseorang), dan mengatasi rasisme.

Keputusan ini dikeluarkan ketika anggota parlemen Minneapolis berjanji untuk membubarkan pasukan polisi kota.

Insiden kematian George Floyd di tangan seorang perwira kulit putih memang memicu tekanan nasional untuk perubahan.

Namun, tidak jelas apakah Partai Republik, yang mengendalikan Senat AS, akan mendukung keadilan yang diusulkan dalam Undang-Undang Pemolisian 2020.

Dalam proses ini, saudara laki-laki Floyd juga akan dilibatkan diharapkan untuk bersaksi kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada akhir pekan ini dalam sidang tentang reformasi polisi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

Isi RUU

FOTO: Protes Kematian George Floyd Terus Mengguncang AS
Pengunjuk rasa berdiri di sepanjang Hollywood Walk of Fame saat memprotes kematian George Floyd di Hollywood, Los Angeles, Amerika Serikat, Minggu (7/6/2020). Gelombang protes atas kematian George Floyd terus mengguncang Amerika Serikat. (AP Photo/Marcio Jose Sanchez)

Keadilan Undang-Undang Pemolisian 2020 diusulkan pada hari Senin oleh anggota parlemen dari Partai Demokrat, Ketua DPR Nancy Pelosi, Pemimpin Minoritas Senat Chuck Schumer, senator kulit hitam Kamala Harris dan Cory Booker dan anggota Kaukus Hitam Kongres.

Ketika dia meluncurkan RUU itu, Pelosi membaca nama-nama pria dan wanita berkulit hitam yang tewas di tangan polisi dalam beberapa tahun terakhir.

RUU tersebut memaksa polisi federal untuk menggunakan kamera tubuh dan dasbor, melarang chokehold, menghapuskan aksi penggerebekan polisi tanpa pemberitahuan yang dikenal sebagai "peringatan tanpa ketukan", membuatnya lebih mudah untuk meminta pertanggungjawaban polisi atas pelanggaran hak-hak sipil dan meminta dana federal untuk ditahan dari polisi setempat.

"Kemartiran George Floyd memberikan pengalaman bagi Amerika, sebuah momen kesedihan nasional, saat kami berduka atas orang kulit hitam Amerika yang terbunuh oleh kebrutalan polisi," kata Pelosi.

"Hari ini, gerakan penderitaan nasional ini sedang diubah menjadi gerakan aksi nasional".

RUU tersebut menjadikan hukuman mati tanpa pengadilan sebagai kejahatan federal, membatasi penjualan senjata militer kepada polisi dan memberikan wewenang kepada Departemen Kehakiman untuk menyelidiki polisi negara bagian dan lokal untuk bukti adanya bias atau kesalahan di seluruh departemen.

Hal ini juga akan membuat "registrasi pelanggaran polisi nasional", sebuah basis data pengaduan terhadap polisi.

Beberapa pemimpin dari Partai Republik mengatakan mereka akan mempertimbangkan kemungkinan untuk menulis RUU mereka sendiri, dengan sidang dijadwalkan di komite Kehakiman Senat minggu depan.

Namun, anggota partai Presiden Trump sebagian besar enggan memberi sinyal dukungan mereka terhadap undang-undang tersebut. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya