Liputan6.com, Beijing - Ketika perang Sino-Jepang, banyak wilayah China yang terancam dalam bahaya.
Pada tahun 1937, dengan populasi penduduk 500 juta jiwa, China hanya memiliki 43.000 orang yang memiliki latar belakang dunia pendidikan universitas. Tenaga pemikir itu putus asa meminta perlindungan pemerintah Negeri Tiongkok.
Ketika ada perang, mereka terpaksa harus dievakuasi, sebanyak 77 universitas terpaksa harus menutup sekolah mereka. Meski tak seperti eksodus lain yang pernahb ada, namun peristiwa itu tetap menjadi bab dalam sejarah yang hampir tidak dikenal di luar China.
Advertisement
Yang bahkan kurang dikenal adalah kisah perjalanan tunggal yang terjadi selama masa ini untuk melindungi salah satu harta perpustakaan terbesar China. Tak sedikit orang yang harus juga memperjuangkan sastra terbesar mereka.
Sebelum ada Wikipedia, buku menjadi peranan penting bagi orang untuk mencari pengetahuan. Dari zaman kekaisaran China pun setidaknya tercatat ada 10.000 lebih buku ditulis setelah pemerintahan Han, tak heran masyarakat pada saat itu berjuang untuk melindungi sastra-sastra peninggalan mereka, seperti yang dikutip dari TIME, Selasa (16/6/2020).
Perjalanan yang Melelahkan
Universitas Zhejian di Hangzhou telah merencanakan evakuasinya, Chen Xunci sebagai kepala perpustakaan bertanya kepada pihak universitas untuk membawa koleksi dari Wenlan Ge bersama mereka. Kepala universitas pun setuju dam membawa setidaknya 230 kotak buku bersama mereka.Â
Chen berjanji kepada universitas untuk mencari dana untuk transportasi perpustakaan, namun mereka tidak dapat meminta bantuan menteri pendidikan saat itu, bahkan mereka tidak memberikan uang pinjaman. Sehingga Chen meminjam uang dari keluarga, dan temannya sebelum perang berakhir dan menjual propertinya sendiri demi melindung koleksi buku Siku Quanshu.Â
Maka perjalanan bersama sastra perpustakaan di rumah, selama perjalanan mereka harus berpindah-pindah rute. Buku-buku pun harus dipindahkan dengan perahu atas truk, bila tidak ada transportasi mereka harus membawa kotak buku-buku itu dengan gerobak dorong dan meminta pekerja lokal untuk memindahkannya.
Para murid juga terkadang membawa koleksi buku-buku itu dalam tas ransel mereka.Â
Semua orang yang mengevakuasi dirinya ketika perang harus menghadapi berbagai rintangan, termasuk serangan mendadak. Mereka harus tinggal di kuil setempat ketika tidak ada penginapan.
Para murid dapat melanjutkan kelas selama evakuasi ketika mereka dapat berhenti di suatu tempat untuk beberapa saat. Kebanyakan dari mereka terputus dengan keluarga mereka, dan harus makan makanan kalengan selama mengevakuasi.
Meski begitu, banyak dari para murid yang tidak mengeluh karena mereka mengalami kesulitan yang sama, banyak cerita menarik yang terjadi termasuk para meurid yang menemukan cinta pertama mereka selama perjalanan.
Pada tahun 1940, setelah menempuh 1,400 mil mereka akhirnya sampai ke tempat evakuasi kelas dan asrama mereka, dengan 800 orang dari Universitas Zhejiang. Mereka tiba di daerah Zunyi, kota kecil di Guizhou.Â
Namun perjalanan itu juga tidaklah mudah, mereka juga harus berjaga terhadap serangan. Mereka menyembunyikan buku di dalam sebuah gua di Zunyi dengan orang dari Universitas Zhejiang menjaga buku-buku tersebut.Â
Pada sebuat catatan tahun 1994, seorang profesor dari Universitas Zhejiang menuliskan bahwa saat dirinya berada di Kyoto mencari catatan perang antara Cina dan Jepang, dirinya menemukan bahwa saat itu ada sembilan agen yang ditugaskan untuk mencari catatan buku dari Wenlan Ge pada 22 Februari, 1938.
Seandainya buku-buku itu tidak dievakuasi, kemungkinan ada banyak catatan satra yang mungkin akan hilang.
Advertisement
Buku Sangat Penting Sebelum Era Wikipedia
Pada 1771, pada pemerintahannya yang ke-36 tahun, Kaisar Qianlong menetapkan penciptaan ensiklopedia sastra Tiongkok klasik, sebuah karya yang akan mengungguli karya agung dari Dinasti Ming sebelumnya, ensiklopedia Yongle Dadian yang masif. Dinamai setelah Kaisar Yongle dan selesai pada 1407, itu berisi 370 juta kata, ensiklopedia terbesar di dunia.
Penguasa Manchu dinasti Qing, sadar bahwa penduduk China Han menganggap mereka sebagai perampas asing, telah melakukan beberapa penyelidikan sastra selama beberapa dekade, membakar buku-buku dengan sentimen anti-Manchu dan menghukum pemiliknya.
Jadi ketika proyek ensiklopedia dimulai, subjek China Han yang kekaisaran dimengerti enggan merespons. Kaisar kemudian mengeluarkan dekrit bahwa semua buku yang disumbangkan untuk upaya itu akan dikembalikan dan pemiliknya kebal dari hukuman bahkan jika buku mereka berisi "Kata-Kata Jahat." Setelah ini, lebih dari 10.000 buku diserahkan.
Dalam satu dekade kemudian, pada 1782, Siku Quanshu yang juga diartikan sebagai, Perpustakaan Lengkap Empat Cabang Sastra. Sastra ini terdiri 35.381 volume dan sekitar 800 juta karakter. Butuh waktu sekitar 225 tahun sebelum akhirnya Wikipedia dalam bahasa Inggris memecahkan angka dalam Siku Quanshu pada tahun 2007.
Tujuh set yang disalin tangan dari Siku Quanshu pergi ke tujuh perpustakaan yang dibangun secara khusus: empat untuk Kaisar, yang terletak di empat istana Kekaisaran, dan tiga untuk keperluan umum. Salah satu dari ketiganya adalah perpustakaan Wenlan Ge di kota Hangzhou; koleksi ini dikenal sebagai Siku Quanshu Wenlan Ge.
Banyak buku-buku yang hilang pada pemberontakan Taiping, 1854, Wenlan Ge pun rusak berat dan banyak bukunya yang dicuri oleh penjarah atau pecinta buku. Delapan tahun berikutnya, kolektor yang juga bibliofil atau penggemar buku bernama Ding, menyadari bahwa seseorang sedang membungkus kacang di pasar dengan kertas dari Siku Quanshu. Sehingga dirinya memulai pelacakan untuk buku-buku yang telah hilang.
Proyek ini jatuh ke tangan Perpustakaan Zhejiang, yang pada 1920-an berhasil memulihkan semua volume; hari ini adalah yang paling lengkap dari empat salinan Siku Quanshu yang masih ada.
Â
Reporter: Yohana Belinda