Liputan6.com, Singapura - Ilmuwan Singapura tengah meneliti vaksin Virus Corona COVID-19 dari perusahaan AS, Arcturus Therapeutics. Mereka akan memulai uji coba vaksin ke manusia pada Agustus 2020 setelah respons menjanjikan terlihat pada tikus.
Lebih dari 100 vaksin sedang dikembangkan secara global, termasuk beberapa sudah dalam uji coba manusia, seperti AstraZeneca dan Pfizer untuk mencoba dan mengendalikan penyakit yang telah menginfeksi lebih dari 8 juta orang dan membunuh lebih dari 430.000 di seluruh dunia.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari laman Channel News Asia, Kamis (18/56/2020) vaksin yang sedang dievaluasi oleh Sekolah Kedokteran Duke-NUS Singapura bekerja pada teknologi Messenger RNA (mRNA) yang relatif belum teruji, yang menginstruksikan sel manusia untuk membuat protein Virus Corona spesifik sehingga menghasilkan respons kekebalan.
"Fakta bahwa itu mereplikasi dan memicu respon imun yang sangat seimbang, baik dalam hal antibodi dan sel-sel pembunuh. Itu adalah reaksi yang disambut baik," kata Ooi Eng Eong, wakil direktur program penyakit.
"Antibodi menempel pada virus dan mencegahnya menginfeksi sel, sementara sel pembunuh dari sistem kekebalan tubuh mampu mengenali sel yang terinfeksi dan menghancurkannya," tambah Eong.
Singapura memiliki salah satu penghitungan infeksi tertinggi di Asia, dengan lebih dari 40.000 kasus, sebagian besar disebabkan oleh wabah massal di asrama-asrama bagi para pekerja migrannya.
Â
Simak video pilihan berikut:
Obat Penyelamat Pasien COVID-19 di Inggris Paling Disorot
Dexamethasone, obat mengandung steroid ini tengah jadi perbincangan karena menyelamatkan pasien yang terinfeksi Virus Corona COVID-19 di Inggris.
Para peneliti di Inggris menyatakan uji coba pengobatan COVID-19 dengan menggunakan Dexamethasone menunjukkan keberhasilan dalam menyelamatkan nyawa pasien. Obat ini sudah banyak tersedia dan harganya pun murah.
Dalam uji coba yang diumumkan hari Selasa 16 Juni 2020 disebutkan bahwa Dexamethasone, yang banyak digunakan untuk mengatasi peradangan penyakit seperti arthritis, bisa mengurangi tingkat kematian pasien COVID-19 sampai sekitar 30 persen.
Dengan hasil awal ini, para peneliti tersebut menyarankan agar obat ini segera digunakan untuk pasien yang paling parah terinfeksi Virus Corona COVID-19.
Penemuan tersebut diumumkan lewat pernyataan kepada media, namun peneliti mengatakan mereka akan menerbitkan hasil penelitian sesegera mungkin.
Namun, penelitian ini masih belum mendapatkan kajian dari peneliti lain atau biasa disebut sebagai 'peer review'.Penelitian yang dimuat di jurnal kedokteran di Inggris The Lancet mengenai penggunaan obat malaria hydroxychloroquine untuk COVID-19 sekarang sudah dtarik.
"Kita sudah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, tidak saja selama pandemi corona, namun juga sebelum COVID, dengan hasil yang mengesankan. Namun ketika melihat datanya, ternyata tidak begitu menyakinkan," kata Kathryn Hibbert, direktur Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Harvard di Massachusetts, Amerika Serikat seperti dikutip dari ABC Australia.
Dr Hibbert mengatakan kalau sudah ada data yang dipublikasikan, dia bisa melakukan kajian untuk melihat pasien mana yang mendapat manfaat Dexamethasone dan dosis pengobatan mana yang efektif.
"Saya berharap temuan ini benar adanya karena akan jadi suatu kemajuan pesat dalam membantu para pasien," katanya.
Dalam ujicoba itu, bagi pasien COVID-19 yang tidak memerlukan bantuan pernapasan, pengobatan menggunakan Dexamethasone ternyata tidak memberikan manfaat.
Advertisement