Liputan6.com, Washington, D.C. - Jumlah kasus Virus Corona (COVID-19) di AS masih mengalami lonjakan tinggi. Setelah menurun pada Mei lalu, kasus di AS mendadak kembali meledak sejak bulan lalu.
Berdasarkan data Johns Hopkins University, Selasa (7/7/2020), kasus di AS sudah menyentuh 2,9 juta. Dari jumlah itu ada 130 ribu pasien yang meninggal dan 924 ribu pasien sembuh.
Advertisement
Baca Juga
Presiden AS Donald Trump mengklaim bahwa kasus di AS tinggi karena 40 juta orang sudah dites. Ia juga mengklaim bahwa tingkat kematian di AS akibat corona merupakan yang terendah di dunia.
"Tingkat kematian Virus China di AS adalah yang terendah di dunia! Juga, kematian di AS sedang menurun, 10 kali berkurang ketimbang saat puncak pandemi," ujar Presiden Trump via Twitter, Selasa (7/7/2020).
Klaim Trump terkait angka kematian terendah tidaklah tepat, akan tetapi angka kematian di AS memang melandai. Puncak kematian di AS sudah berlalu pada April lalu dengan hampir 5.000 kematian.
Pada grafik dari Our World in Data, tampak garis merah (kasus baru) naik tajam di AS, sementara garis biru (kasus kematian) tetap melandai.
Hingga kini, kasus corona COVID-19 di AS masih yang tertinggi di dunia. Pemerintahan Trump menolak untuk menerapkan tindakan lockdown dan cenderung fokus ke perekonomian.
Donald Trump juga meminta agar sekolah kembali dibuka pada tahun ajaran baru pada musim gugur mendatang.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Ilmuwan Sebut Corona COVID-19 Menyebar Via Udara, Pedoman Virus WHO Dikaji Ulang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang meninjau sebuah laporan yang mendesaknya untuk memperbarui pedoman terkait Virus Corona COVID-19, setelah lebih dari 200 ilmuwan dalam sepucuk surat kepada badan kesehatan, menguraikan bukti bahwa virus itu dapat menyebar dalam partikel-partikel kecil di udara.
Mengutip Channel News Asia, WHO mengatakan SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Virus Corona COVID-19, menyebar terutama melalui tetesan kecil yang dikeluarkan dari hidung dan mulut orang yang terinfeks,i yang dengan cepat tenggelam ke tanah.
Tetapi dalam sebuah surat terbuka kepada badan yang bermarkas di Jenewa, yang diterbitkan pada Senin 6 Juli dalam jurnal Clinical Infectious Diseases, 239 ilmuwan di 32 negara menguraikan bukti bahwa mereka mengatakan menunjukkan partikel virus mengambang dapat menginfeksi orang yang menghirupnya.
Karena partikel-partikel yang lebih kecil itu dapat bertahan lama di udara, para ilmuwan mendesak WHO untuk memperbarui panduannya.
"Kami mengetahui artikel itu dan sedang meninjau isinya dengan para ahli teknis kami," kata juru bicara WHO, Tarik Jasarevic dalam sebuah email.Â
Advertisement