Muncul Wabah Pes, China Tutup Tempat Wisata

Kasus bubonic atau wabah pes dilaporkan muncul dalam beberapa hari terakhir di Mongolia Dalam. Karena itu, China segera menutup beberapa tempat wisata di wilayah tersebut.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 09 Jul 2020, 17:31 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2020, 17:31 WIB
Tembok Besar China
Sejumlah wisatawan mengunjungi Tembok Besar bagian Badaling di Beijing, ibu kota China, pada 24 Maret 2020. Bagian dari Tembok Besar yang terkenal di Beijing itu telah dibuka kembali sebagian pada Selasa (24/3), setelah ditutup selama hampir dua bulan akibat corona COVID-19. (Xinhua/Chen Zhonghao)

Liputan6.com, Beijing- Beberapa tempat wisata telah ditutup pihak berwenang China di wilayah Mongolia Dalam setelah kemunculan kasus bubonic atau wabah pes dalam beberapa hari terakhir. 

Dikutip dari CNN, Kamis (9/7/2020), kasus tersebut dilaporkan ditemukan tempat wisata pemandangan padang rumput di Bayannur, yang terletak di barat laut ibukota Negeri Tirai Bambu. 

Menurut laporan Xinhua, lima titik pemandangan padang rumput di Bayannur kini telah ditutup, dengan pengunjung yang "sangat dilarang memasuki daerah yang terkena dampak dan mengunjungi wilayah sekitarnya."

Selain itu, Pemerintah China di wilayah Mongolia Dalam juga menerapkan manajemen yang lebih ketat terhadap lokasi wisata padang rumput lainnya. 

Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk memastikan pengunjung tidak memberi makan atau menyentuh hewan liar, dan untuk mengurangi populasi tikus atau kutu yang diyakini membawa penyakit itu, menurut Xinhua.

Kasus bubonic pertama kali dikonfirmasi oleh otoritas rumah sakit di Bayannur. Pasien yang mengalami penyakit itu dilaporkan tengah menjalani isolasi dan perawatan dengan kondisi stabil. 

Untuk peringatan dalam pencegahan wabah, kota tersebut diberikan status di bawah Level 3, yang merupakan terendah kedua dalam sistem empat tingkat. 

Hingga pada 7 Juli, dokter setempat secara resmi mendiagnosis kasus itu sebagai wabah pes.

 

Saksikan Video Berikut Ini:

Pernah Menjadi Pandemi Paling Mematikan dalam Sejarah Manusia

Banner Infografis Beijing Lockdown Sebagian, Gelombang II Covid-19 Mengancam? (Sumber Foto: AFP)
Banner Infografis Beijing Lockdown Sebagian, Gelombang II Covid-19 Mengancam? (Sumber Foto: AFP)

Disebabkan oleh bakteri dan ditularkan melalui gigitan kutu serta hewan yang terinfeksi, bubonic atau wabah pes diketahui juga pernah menjadi pandemi paling mematikan dalam sejarah manusia.

Fenomena itu disebut sebagai Black Death, dimana sekitar 50 juta orang di Eropa meninggal karena terpapar bubonic pada zaman Abad Pertengahan.

Adapun beberapa macam efek penyakit pada fisik yang disebabkan oleh wabah pes, yang diantaranya adalah kelenjar getah bening yang membengkak, serta demam, kedinginan, dan batuk.

Namun para ilmuwan dan ahli memperingatkan masyarakat untuk tetap tidak panik pada kasus-kasus baru, karena meskipun wabah pes  tidak pernah benar-benar hilang, komplikasi dan kematian dapat dicegah bila diberikan antibiotik modern dengan segera.

Menurut laporan China Daily, WHO sedang terus memantau kemunculan wabah bubonic itu dalam kemitraan dengan otoritas China dan Mongolia.

Selain itu, Otoritas kesehatan Bayannur juga memberikan peringatan terhadap masyarakat untuk melaporkan temuan marmut yang mati atau sakit, serta untuk tidak memburu, menguliti atau memakannya.

Marmut diketahui merupakan salah satu hewan yang dimakan di beberapa bagian wilayah China dan Mongolia, yang secara historis menyebabkan kemunculan bubonic atau wabah pes di wilayah tersebut.

Tindakan Pencegahan di Rusia

Marmut
Marmut. Dok: Unsplash

Selain China, kasus-kasus bubonic juga membuat pihak berwenang di Rusia, yang berbatasan dengan Mongolia, untuk memperingatkan warga di daerah perbatasan agar tidak berburu atau mengkonsumsi daging marmut, serta mengambil tindakan pencegahan terhadap gigitan serangga.

Kantor berita pemerintah Rusia, yaitu RIA Novosti menyampaikan pernyataan Kedutaan Besar Rusia di Mongolia yang mengatakan bahwa "tidak perlu untuk khawatir" karena pihak berwenang Mongolia telah memberlakukan pembatasan perjalanan dan mengisolasi mereka yang terinfeksi.

Selain itu, Kedubes Rusia juga mengutip Perwakilan WHO di Mongolia, Sergei Diorditsu, yang mengatakan bahwa wilayah itu melihat adanya wabah musiman itu, demikian menurut laporan RIA Novosti.

Kedutaan itu juga memaparkan, "Ada fokus alami (bakteri, reservoir hewan, dan vektor) wabah di Mongolia dan penyakit ini disebarkan oleh tarbagan (marmut Mongolia)."

"Masalahnya adalah bahwa penduduk setempat yang, terlepas dari semua larangan dan rekomendasi dari pemerintah setempat, terus memburu hewan-hewan itu dan memakannya, karena dianggap sebagai makanan lokal yang menggugah selera," kata Kedubes Rusia tersebut. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya