Akankah Arab Saudi Buka Hubungan Diplomatik dengan Israel? Ini Kata Pengamat

Uni Emirat Arab setuju buka hubungan diplomatik dengan Israel. Bagaimana Arab Saudi?

oleh Tommy K. Rony diperbarui 14 Agu 2020, 20:50 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2020, 16:31 WIB
Pangeran Arab Saudi
Putra mahkota Saudi, Mohammed bin Salman. (Foto: Bandar al-Jaloud / Istana Kerajaan Saudi / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Uni Emirat Arab dan Israel resmi mengumumkan hubungan diplomatik antara kedua negara. Kedua negara akan bekerja sama di bidang investasi, turisme, kesehatan, keamanan, dan berbagai sektor lain. 

Pihak AS juga optimistis hubungan ini bisa membawa perdamaian di Timur Tengah. Negara Arab lain diharapkan akan mengikuti jejak Uni Emirat Arab untuk bekerja sama dengan Israel.  

"Ini adalah negara Arab pertama yang menormalisasi hubungan dengan Israel sejak waktu yang lama, 26 tahun sejak Yordania. Kami berharap melihat ada lebih banyak negara yang melakukan hal sama," ujar penasihat senior presiden AS, Jared Kushner, pada konferensi pers di Gedung Putih seperti dikutip Jumat (14/8/2020).

Pengamat Timur Tengah ternyata tidak kaget dengan normalisasi hubungan Uni Emirat Arab dan Israel. Pasalnya, dua negara itu diam-diam sudah lama bekerja sama. 

"Sudah lama sebenarnya. Ini hanya mengkonfirmasi bahwa Israel sama Uni Emirat Arab telah resmi membuka hubungan diplomatik yang selama ini di bawah tangan secara tersembunyi," ujar cendekiawan Nahdlatul Ulama (NU) Zuhairi Misrawi kepada Liputan6.com, Jumat (14/8/2020). 

Pria yang akrab disapa Gus Mis itu juga menyebut normalisasi antara UEA dan Israel sebagai lelucon. Ia pun menilai ini hanya manuver presiden AS untuk mencari simpati pemilih Muslim di pilpres AS tahun ini.

Namun, ia memprediksi bahwa Arab Saudi bakal ikut berdamai dengan Israel.

"Habis ini akan menyusul Arab Saudi akan berdamai dengan Israel," ujar Gus Mis lewat Twitter. Ketika ditanya negara mana lagi yang ikut damai, ia menyebut calon terkuat memang Arab Saudi dan UEA.

"Arab Saudi, beberapa negara Teluk, yang paling pasti dua negara ini karena mereka menjadi proksinya Amerika di Timur Tengah," jelasnya. 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Kebutuhan Ekonomi Timur Tengah

Konpers Presiden AS Donald Trump mengakhiri hubungan AS dan WHO.
Konpers Presiden AS Donald Trump mengakhiri hubungan AS dan WHO. Dok: Gedung Putih

Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, juga ternyata tidak kaget dengan normalisasi. Ia menyebut normalisasi sudah mulai terasa ketika Donald Trump menawarkan kesepakatan damai Deal of the Century. 

Pada proposal damai, Trump menawarkan berbagai benefit investasi untuk mendamaikan Israel-Palestina. Yon Machmudi menilai negara-negara Arab ikut tertarik pada investasi AS dan Israel karena kebutuhan ekonomi.

"Kita ketahui negara Timur Tengah sedang mengalami kebutuhan akan ekspansi investasi. Dan investasi itu dijanjikan dari Israel, maka kemudian atas nama kerja sama ekonomi itu, normalisasi dijalankan," ujar Yon Machmudi. 

Ia pun memprediksi bahwa berikutnya Arab Saudi dan negara-negara Teluk lain juga tertarik untuk makin dekat dengan Israel.

"Tidak menutup kemungkinan Saudi akan melakukan hal yang sama karena kepentingan dan kebutuhan ekonomi," jelasnya. 

Meski demikian, Yon Machmudi tidak yakin bahwa Palestina bisa mendapat untung dari normalisasi. Palestina justru merasa ditinggalkan, sementara negara tetangganya mengambil untung dari investasi AS dan Israel.

Ke depannya, Palestina dikhawatirkan turut setuju tawaran investasi karena kebutuhan ekonomi. Padahal, proposal damai versi Donald Trump, yang penuh iming-iming investasi, dianggap berat sebelah.

"Di dalam (Palestina) sendiri juga memprihatinkan juga secara ekonomi, ketidakmampuan membayar roda pemerintahan, dan lain sebagainya," jelas Yon Machmudi. "Itu saya kira menjadi tekanan yang bisa dilakukan."

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya