PM Israel Sebut Banyak Pembicaraan Rahasia dengan Pemimpin Negara Arab

Pernyataan itu sampaikan oleh PM Israel menjelang penerbangan komersial pertama negara itu ke UEA menyusul kesepakatan normalisasi.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 31 Agu 2020, 11:32 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2020, 11:32 WIB
Ikuti Langkah AS, Guatemala Resmikan Kedubes di Yerusalem
PM Israel Benjamin Netanyahu memberi sambutan saat peresmian Kedubes Guatemala di Yerusalem, Rabu (16/5). Netanyahu menyebut peresmian tersebut adalah tepat karena Guatemala menjadi negara kedua yang mengakui Israel pada 1948. (Ronen Zvulun/Pool via AP)

Liputan6.com, Tel Aviv - Israel sedang dalam pembicaraan rahasia dengan beberapa negara Arab untuk menjalin hubungan. Hal ini disampaikan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Minggu, 30 Agustus 2020.

Pernyataan itu ia sampaikan menjelang penerbangan komersial pertama negara itu ke UEA menyusul kesepakatan normalisasi, demikian dikutip dari laman Channel News Asia, Senin (31/8/2020).

"Ada lebih banyak pertemuan yang tidak dipublikasikan dengan para pemimpin Arab dan Muslim untuk menormalisasi hubungan dengan negara Israel," kata perdana menteri, tanpa menyebut nama negara mana pun.

Perjanjian yang ditengahi AS antara negara Yahudi dan Dubai untuk menormalisasi hubungan diumumkan pada 13 Agustus silam.

Hal ini menjadikan UEA sebagai negara Teluk pertama dan hanya negara Arab ketiga yang menjalin hubungan dengan Israel, setelah Mesir dan Yordania.

Penerbangan komersial pertama dari Israel ke UEA pada Senin pagi akan membawa delegasi AS-Israel yang dipimpin di pihak Amerika oleh penasihat Gedung Putih Jared Kushner, yang berdiri di sebelah Netanyahu selama pidato perdana menteri Israel pada hari Minggu.

"Terobosan hari ini akan menjadi norma besok," kata Netanyahu.

"Ini akan membuka jalan bagi negara lain untuk menormalkan hubungan mereka dengan Israel."

Kantor Netanyahu pekan lalu mengatakan bahwa Penasihat Keamanan Nasional Meir Ben Shabbat akan memimpin delegasi Israel.

"Pembicaraan di Abu Dhabi akan mencari cara untuk meningkatkan kerja sama di berbagai bidang termasuk penerbangan, pariwisata, perdagangan, kesehatan, energi dan keamanan," kata kantor Netanyahu.

Sejak perjanjian antara UEA dan Israel diumumkan, telah sering terjadi panggilan telepon bilateral antara para menteri dan penandatanganan kontrak komersial.

Pada hari Sabtu, Emirates mencabut undang-undang tahun 1972 yang memboikot Israel.

"Ini akan diizinkan untuk masuk, menukar atau memiliki barang dan produk Israel dari semua jenis di UEA dan memperdagangkannya," bunyi dekrit federal yang dikeluarkan oleh Presiden UEA Sheikh Khalifa bin Zayed Al-Nahyan.

 

Simak video pilihan berikut:

Optimisme Baru

Seorang pria membaca salinan surat kabar The National dengan tajuk utama tentang perjanjian UEA-Israel di dekat Burj Khalifa, Dubai. (AFP/Giuseppe Cacace)
Seorang pria membaca salinan surat kabar The National dengan tajuk utama tentang perjanjian UEA-Israel di dekat Burj Khalifa, Dubai. (AFP/Giuseppe Cacace)

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pekan lalu melakukan tur regional, yang membawanya ke Sudan, Bahrain dan Oman, dengan harapan meyakinkan negara lain di kawasan itu untuk mengikuti Emirat.

"Apa yang saya rasakan selama beberapa minggu terakhir ini adalah rasa optimisme yang baru, dan kita harus menangkap optimisme itu dan kita harus terus mendorong agar daerah ini mencapai potensi yang sebenarnya dimilikinya," Kushner tentang kesepakatan Israel-UEA pada hari Minggu.

Presiden Israel Reuven Rivlin, yang juga bertemu dengan Kushner pada hari Minggu, meminta "negara Arab dan Muslim lainnya untuk mengikuti jalan persahabatan ini dan membangun hubungan yang penuh hangat dengan Negara Israel."

Sebagai bagian dari perjanjian normalisasi yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump, Israel setuju untuk menangguhkan rencana aneksasi di Tepi Barat yang diduduki, meskipun Netanyahu dengan cepat bersikeras bahwa rencana itu tetap ada dalam jangka panjang.

Palestina menyebut perjanjian UEA dengan Israel sebagai "tikaman dari belakang", karena hal itu membuka dunia Arab bagi negara Yahudi, sementara konflik mereka sendiri masih belum terselesaikan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya