Riset: Perceraian di Amerika Meningkat Saat Pandemi Corona COVID-19

Jumlah orang yang ingin bercerai di Amerika Serikat adalah 34 persen lebih tinggi dari Maret hingga Juni dibandingkan dengan 2019.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 02 Sep 2020, 19:40 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2020, 19:40 WIB
Ilustrasi Sidang Cerai
(ilustrasi)

Liputan6.com, New York - Tingkat perceraian telah melonjak di Amerika Serikat selama pandemi Virus Corona karena ada banyak pasangan terjebak di rumah selama berbulan-bulan.

Jumlah orang yang ingin bercerai adalah 34 persen lebih tinggi dari Maret hingga Juni dibandingkan dengan 2019, menurut data baru dari sebuah perusahaan yang menyediakan dokumen hukum di Amerika Serikat, demikian dikutip dari laman Fox News, Rabu (2/9/2020).

Kombinasi stres, pengangguran, kesulitan keuangan, kematian orang yang dicintai, penyakit, anak-anak yang bersekolah di rumah, penyakit mental, dan banyak lagi telah memberikan tekanan yang signifikan pada hubungan.

Data menunjukkan bahwa 31 persen pasangan mengakui bahwa penguncian telah menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada hubungan mereka.

Pilihan untuk berpisah selama karantina memuncak pada 13 April -- hanya sekitar 15-20 hari setelah sebagian besar negara bagian mulai menerapkan penguncian.

"Peningkatan ini bisa bertepatan dengan apa yang oleh para profesional kesehatan dan pelayanan manusia disebut sebagai 'fase kekecewaan' dari Fase Bencana -- waktu ketika optimisme berubah menjadi keputusasaan, stres meningkat, dan reaksi negatif sering terjadi," tulis kelompok itu.

Mereka juga menemukan bahwa pengantin baru mengalami pukulan paling keras.

Faktanya, 20 persen pasangan yang mengajukan cerai yang menikah dalam lima bulan terakhir atau kurang, dibandingkan dengan hanya 11 persen pada 2019 -- dua kali lipat dari angka tersebut.

"Ini menunjukkan bahwa pasangan yang baru menikah kurang siap untuk menghadapi stresor virus COVID-19 dibandingkan pasangan dewasa," kata kelompok itu.

Negara-negara bagian di Amerika Serikat mencatat jumlah perceraian tertinggi selama pandemi COVID-19, termasuk Arkansas dan Alabama

Jumlah polis asuransi jiwa dan pembayaran yang diperlukan dalam penyelesaian perceraian juga melonjak.

"Ada kemungkinan bahwa tingkat perceraian akan terus meningkat karena gejolak ekonomi, keuangan, sosial dan psikologis dari virus Corona COVID-19," tutup Legal Templates.

Simak video pilihan berikut:

Tingkat Perceraian Meningkat di China Akibat Corona COVID-19

Ilustrasi bendera Republik Rakyat China (AP/Mark Schiefelbein)
Ilustrasi bendera Republik Rakyat China (AP/Mark Schiefelbein)

China yang menjadi lokasi pertama penyebaran telah meminimalkan penyebaran wabah. Meski demikian, tampaknya China menghadapi masalah yang berbeda.

Dikutip dari laman HindustanTimes, beberapa laporan berita muncul yang mengutip pernyataan pejabat pendaftaran perkawinan China yang mengatakan bahwa tingkat perceraian di sana telah meningkat.

Hal ini disebabkan oleh banyak pasangan di negara tersebut yang menghabiskan terlalu banyak waktu sendiri akibat isolasi Virus Corona.

"Tingkat perceraian telah melonjak dibandingkan sebelumnya," demikian menurut Lu Shijun, manajer pendaftaran pernikahan di Dazhou, Provinsi Sichuan di China.

"Kaum muda menghabiskan banyak waktu di rumah. Mereka cenderung masuk ke perdebatan sengit karena sesuatu yang kecil dan terburu-buru untuk bercerai," lanjut Lu.

Dia menambahkan bahwa lebih dari 300 pasangan telah menjadwalkan rencana untuk bercerai sejak 24 Februari 2020.

Wuhan, kota yang menjadi pusat wabah Virus Corona mencatat hanya satu kasus baru pada Selasa lalu.

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa Eropa sekarang adalah "pusat" untuk pandemi global Virus Corona dan memperingatkan bahwa tidak mungkin untuk mengetahui kapan wabah akan memuncak.

Benua Eropa sekarang "lebih banyak melaporkan kasus dan kematian daripada gabungan seluruh dunia, selain dari China," kata kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

"Eropa sekarang telah menjadi pusat pandemi," katanya di konferensi pers yang diadakan secara virtual untuk menghindari potensi penyebaran virus di kalangan wartawan. Demikian seperti dikutip dari Channel News Asia.

"Lebih banyak kasus sekarang dilaporkan setiap hari daripada yang dilaporkan di China pada puncak epidemi," katanya, merujuk pada jumlah global.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya