Liputan6.com, Jakarta - Bekas koloni Prancis, Guinea mendeklarasikan kemerdekaannya pada 2 Oktober 1958, dengan Sekou Toure menjabat sebagai pemimpin pertama negara baru itu.
Melansir history.com, Kamis (1/10/2020), Guinea adalah satu-satunya koloni Afrika Barat Prancis yang memilih kemerdekaan penuh, daripada keanggotaan dalam Komunitas Prancis yang mengakibatkan segera setelah itu, Prancis menarik semua bantuan ke negara baru tersebut.
Advertisement
Segera menjadi jelas, bahwa Toure akan menimbulkan masalah bagi Amerika Serikat. Dia merupakan sosok yang nasionalis dan anti-imperialis, dan sebagian besar kemurkaan dan kemarahan ditujukan ke Amerika Serikat karena aliansinya dengan kekuatan kolonial seperti Inggris Raya dan Prancis dan penolakannya untuk secara terbuka mengutuk pemerintah minoritas kulit putih Afrika Selatan.
Pada 1960, hampir setengah dari ekspor Guinea ditujukan ke negara-negara blok timur dan Soviet telah memberikan bantuan jutaan dolar ke republik Afrika. Toure juga tertarik dengan eksperimen komunis Mao di Tiongkok.
Lawan Uni Soviet dan AS
Toure pun melawan Uni Soviet dan Amerika Serikat untuk mendapatkan bantuan dan perdagangan yang diinginkannya.
Sementara hubungan Guinea dengan Amerika Serikat dimulai dengan awal yang sulit (surat kabar Amerika secara rutin menyebut negara itu sebagai "Guinea Merah"), masalah membaik selama pemerintahan Kennedy ketika Toure menolak untuk mengakomodasi pesawat Soviet yang ingin mengisi bahan bakar dalam perjalanan mereka ke Kuba selama krisis rudal tahun 1962.
Pada tahun 1975, Toure mengubah haluan dan mengizinkan pesawat Soviet dan Kuba menggunakan lapangan terbang Guinea selama perang saudara di Angola, kemudian ia kembali membalikkan posisinya dengan mencabut hak istimewa pada tahun 1977 dan bergerak mendekati Prancis dan Amerika Serikat.
Advertisement