Liputan6.com, Paris- Sebelum melakukan penyerang, pria remaja yang memenggal guru sejarah di pinggiran Ibu Kota Prancis dilaporkan sempat menghubungi orang tua salah satu murid.
Samuel Paty diketahui telah menjadi subjek kampanye online yang dibuat untuk melawannya setelah pembahasan terkait kartun Nabi Muhammad kepada murid-murid dalam kelasnya.
Salah satu orang tua murid itu diketahui telah mengeluarkan amarahnya terhadap kelas Paty melalui suatu pesan di media sosial, dan sempat bertukar pesan dengan pelaku pembunuhan beberapa hari menjelang serangan itu, seperti dikutip dari AFP, Rabu (21/10/2020).Â
Advertisement
Sementara itu, polisi Prancis telah menahan 10 orang atas kasus pembunuhan itu, yang di antaranya termasuk lima pelajar sekolah orang tua murid yang diduga melakukan kampanye online tersebut.
Namun pada 19 Oktober 2020, 6Â orang dibebaskan yang di antaranya termasuk empat anggota keluarga tersangka, yakni Abdullakh Anzorov - seorang remaja berusia 18 tahun yang berasal dari Chechnya, Rusia.
Diketahui pada 16 Oktober 2020, serangan terhadap Samuel Paty (47 tahun), terjadi saat ia sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah tempatnya mengajar di Conflans-Sainte-Honorine, pinggiran barat laut yang berada 40 kilometer dari Ibu Kota Prancis, Paris.
Anzorov telah ditembak mati oleh polisi setempat tak lama setelah diketahui telah membunuh gurunya.
Saksikan Video Berikut Ini:
Presiden Prancis Janji Tingkatkan Tekanan Terhadap Ekstremisme
Presiden Emmanuel Macron menjanjikan lebih banyak tekanan terhadap ekstremisme Islam di Prancis.
"Sesama warga kami mengharapkan tindakan," ujar Presiden Macron saat berkunjung ke pinggiran kota Paris.
"Tindakan ini akan ditingkatkan," tambahnya.
Sementara itu, polisi setempat juga melakukan puluhan penggerebekan pada sejumlah tempat dan pemerintah yang memerintahkan penutupan sebuah masjid hingga enam bulan, serta pembubaran pendukung kelompok militan Hamas.
Presiden Macron menambahkan bahwa ia meminta tanggapan internasional untuk menyerukan anti-ekstremisme, dan meminta Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memperkuat kerja sama dalam melawan terorisme.
Permintaan kerja sama tersebut disampaikan oleh Presiden Macron kepada Presiden Putin dalam panggilan telepon pada hari 20 Oktober 2020.
Namun, Rusia menyatakan bahwa pihaknya tidak melakukan hubungan apa pun dengan pelaku, dengan menyebutkan bahwa Anzorov tidak pernah berkontak dengan pejabat mereka dan telah meninggalkan negara tersebut lebih dari satu dekade lalu.
Advertisement