Tim Forensik Korea Selatan Tak Temukan Kaitan Kematian Warga dengan Vaksin Flu

Badan forensik Korsel tidak menemukan korelasi langsung antara kematian warga dengan vaksin flu yang diterimanya.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 23 Okt 2020, 15:05 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2020, 15:05 WIB
Ilustrasi bendera Korea Selatan (AP/Chung Sung-Jun)
Ilustrasi bendera Korea Selatan (AP/Chung Sung-Jun)

Liputan6.com, Seoul - Badan forensik Korea Selatan tidak menemukan hubungan antara kematian seorang bocah lelaki berusia 17 tahun dan suntikan flu yang dia terima, lapor kantor berita Yonhap, di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang keamanan vaksin setelah kematian sedikitnya 25 orang. 

Menurut laporan Channel News Asia, Jumat (23/10/2020), anak lelaki tersebut termasuk di antara kematian pertama yang dilaporkan. Ia mengambil bagian dalam kampanye pemerintah untuk memvaksinasi sekitar 30 juta dari 52 juta populasi untuk mencegah komplikasi Virus Corona. 

Jumlah korban meningkat menjadi 25 selama seminggu terakhir yang kemudian memicu panggilan dari dokter dan politisi untuk menghentikan program tersebut. 

Kantor berita Yonhap melaporkan pada Jumat 23 Oktober, ada tujuh kematian baru dalam semalam.

Kendati demikian, otoritas kesehatan telah menolak untuk menangguhkan kampanye pada hari Kamis, dengan alasan kurangnya bukti yang menunjukkan hubungan langsung antara kematian dan vaksin.

Badan Forensik Nasional telah melakukan otopsi pada beberapa orang yang meninggal sebagai bagian dari penyelidikan pemerintah, dan menetapkan bahwa kematian bocah 17 tahun itu tidak ada hubungannya dengan vaksin tersebut, kata Yonhap, mengutip laporan polisi.

Badan forensik dan polisi tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Belasungkawa PM Chung

5.621 Orang Positif Corona di Korea Selatan, 33 Meninggal
Pekerja medis Rumah Sakit Universitas Nasional Kyungpook memindahkan seorang pasien di Daegu, Korea Selatan, Rabu (4/3/2020). Jumlah total pasien yang terinfeksi virus corona (COVID-19) di Korea Selatan bertambah menjadi 5.621 kasus. (Xinhua/Lee Sang-ho)

Perdana Menteri Chung Sye-kyun menyampaikan belasungkawa kepada keluarga almarhum sambil menyerukan penyelidikan menyeluruh untuk memverifikasi penyebab pasti kematian.

"Sejauh ini para ahli mengatakan kemungkinan kecil bahwa vaksinasi dan kematian terkait tetapi banyak warga tetap cemas," katanya dalam pertemuan.

Setidaknya 22 dari 25 kasus yang dikonfirmasi termasuk anak laki-laki itu menerima suntikan flu gratis yang telah diberikan pemerintah untuk sekitar 19 juta remaja dan warga lanjut usia, dan tujuh dari sembilan orang yang diselidiki memiliki kondisi yang mendasarinya, kata KDCA.

Badan tersebut belum memberikan rincian tentang tujuh kasus baru yang dilaporkan.

Program Vaksin Pemerintah

Ilustrasi Vaksin Palsu 02
Ilustrasi Vaksin.

Penyedia vaksin termasuk perusahaan domestik seperti GC Pharma, SK Bioscience, Korea Vaccine dan Boryung Biopharma, sebuah unit dari Boryung Pharm, bersama dengan Sanofi Prancis. Mereka menyediakan program gratis dan layanan berbayar.

Sepuluh orang menerima produk dari SK Bioscience, masing-masing lima dari Boryung dan GC Pharma, empat dari Sanofi dan satu dari Korea Vaccine.

Direktur KDCA Jeong Eun-kyeong mengatakan pada hari Kamis bahwa vaksin tersebut akan terus dipasok, tetapi pemerintah mungkin mempertimbangkan untuk menangguhkan beberapa produk yang memiliki nomor identifikasi yang cocok dengan batch yang diproduksi di pabrik yang sama pada hari yang sama jika lebih banyak orang meninggal usai menerimanya.

Tidak segera jelas apakah ada vaksin yang dibuat di Korea Selatan yang diekspor, atau apakah yang dipasok oleh Sanofi juga digunakan di tempat lain.

Keempat perusahaan domestik tersebut menolak berkomentar, sementara Sanofi tidak menanggapi permintaan komentar.

Pada tahun ini, Korea Selatan memesan 20 persen lebih banyak vaksin flu untuk menangkal apa yang mereka sebut "twindemic" dari flu besar yang bersamaan dan wabah COVID-19 di musim dingin.

Sejauh ini 8,3 juta orang telah diinokulasi sejak program dimulai pada 13 Oktober, dengan sekitar 350 kasus reaksi merugikan dilaporkan, kata KDCA.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya