Liputan6.com, Jakarta - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah meminta masyarakat Turki untuk memboikot barang-barang Prancis di tengah pertikaian atas sikap Prancis yang lebih keras terhadap Islam radikal.
Dalam pidatonya yang disiarkan televisi, ia mendesak para pemimpin dunia untuk melindungi Muslim "jika ada penindasan terhadap Muslim di Prancis". Demikian seperti mengutip laman BBC, Selasa (27/10/2020).
Advertisement
Baca Juga
Erdogan dengan marah telah mengkritik Presiden Prancis Emmanuel Macron karena berjanji untuk membela sekularisme melawan Islam radikal.
Kejadian tersebut terjadi setelah seorang guru terbunuh karena memperlihatkan kartun Nabi Muhammad. Ia adalah Samuel Paty yang dipenggal pada 16 Oktober oleh Abdullakh Anzorov yang berusia 18 tahun di luar Paris, setelah mempresentasikan gambar tersebut kepada murid-muridnya di kelas tentang kebebasan berbicara.
Macron telah memberikan penghormatan kepada Paty, dan mengatakan Prancis "tidak akan melepaskan kartun" tersebut.
Penggambaran Nabi Muhammad secara luas dianggap tabu dalam Islam dan menyinggung banyak umat Muslim.Tetapi sekularisme negara atau laïcité yang merupakan pusat identitas nasional Prancis, menilai bahwa pembatasan kebebasan berekspresi untuk melindungi perasaan satu komunitas tertentu dapat merusak persatuan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Erdogan Sebut Muslim Jadi Sasaran Kampanye
Erdogan menyerukan adanya boikot dalam pidatonya di televisi pada hari Senin.
"Jangan pernah memberikan kredit untuk barang berlabel Prancis, jangan membelinya," katanya di ibu kota Ankara.
Dia mengatakan Muslim sekarang "menjadi sasaran kampanye hukuman mati yang serupa dengan yang dilakukan terhadap orang Yahudi di Eropa sebelum Perang Dunia II", sambil menambahkan bahwa "para pemimpin Eropa harus memberitahu presiden Prancis untuk menghentikan kampanye kebenciannya".
Selama akhir pekan, Erdogan mengatakan Macron membutuhkan pemeriksaan kesehatan mental untuk berbicara dengan begitu tegas tentang Islam.
Hal ini terjadi setelah Macron berjanji untuk membela sekularisme dan mengatasi Islam radikal setelah pembunuhan Paty.
Advertisement
Macron Dibela Pemimpin Eropa
Sebaliknya dari negara-negara Arab, para pemimpin Eropa telah mendukung Prancis.Â
Jerman menyatakan "solidaritas" dengan Macron, dengan juru bicara pemerintah Steffen Seibert menyebut pernyataan itu "memfitnah" dan "sama sekali tidak dapat diterima" dan menteri luar negeri Heiko Maas menyebut serangan pribadi Erdogan sebagai "titik terendah".
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte juga mengatakan bahwa Belanda "berdiri teguh dengan Prancis dan untuk nilai-nilai kolektif Uni Eropa", sementara Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte juga menyatakan "solidaritas penuh" dengan Macron.
"Penghinaan pribadi tidak membantu agenda positif yang ingin dikejar Uni Eropa dengan Turki," tulisnya di Twitter.
Tapi Turki bukan satu-satunya negara yang mengkritik komentar Macron.Â
Perdana Menteri Pakistan Imran Khan menuduh presiden Prancis "menyerang Islam" dalam tweetnya pada Minggu, sementara produk Prancis telah dihapus dari beberapa toko di Kuwait, Yordania dan Qatar. Ada juga protes di sejumlah negara, termasuk Bangladesh, Irak, Libya dan Suriah.Â
Sementara itu pesepakbola Prancis, Paul Pogba membantah laporan bahwa dia berencana keluar dari sepakbola internasional atas komentar Macron tentang Islam. Gelandang Manchester United tersebut menolak "total berita utama palsu" dalam sebuah postingan di Instagram dan mengatakan dia akan mengambil tindakan hukum terhadap penyebar berita tersebut.Â
Hubungan Panas Turki dan Prancis
Seruan boikot Erdogan datang setelah ketegangan yang berlangsung selama berbulan-bulan meningkat antara Prancis dan Turki.
Meskipun kedua negara adalah anggota NATO, mereka mendukung pihak yang berbeda dalam konflik yang sedang berlangsung antara Armenia dan Azerbaijan serta dalam perang saudara Libya.
Macron juga bentrok dengan Erdogan terkait eksplorasi minyak dan gas Turki di perairan yang disengketakan di Mediterania timur.Â
Prancis mengerahkan jet dan fregat ke wilayah itu pada Agustus di tengah ketegangan. Dan pada bulan Januari, Macron menuduh presiden Turki melanggar janjinya untuk tidak terlibat dalam konflik di Libya.
Advertisement