Program Pangan Dunia PBB: 270 Juta Orang Kelaparan Akibat COVID-19

Sekitar 270 juta orang di seluruh dunia - setara dengan populasi gabungan Jerman, Inggris, Prancis dan Italia - berdiri di ambang kelaparan, kata kepala Program Pangan Dunia PBB atau WFP.

oleh Hariz Barak diperbarui 13 Des 2020, 11:02 WIB
Diterbitkan 13 Des 2020, 11:02 WIB
Pasokan Beras Bulog Aman Hingga Akhir Tahun
Aktivitas bongkar muat gudang beras milik Perum Bulog di kawasan Pulo Mas, Jakarta, Kamis (26/11/2020). Kementan kembali memastikan bahwa meski tengah dilanda pandemi Covid-19 pasokan beras hingga akhir tahun masih ada stok beras sebanyak 7,1 juta ton. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Roma - Sekitar 270 juta orang di seluruh dunia - setara dengan populasi gabungan Jerman, Inggris, Prancis dan Italia - berdiri di ambang kelaparan, kata kepala Program Pangan Dunia PBB atau WFP pada Kamis 10 Desember 2020 setelah menerima Hadiah Nobel Perdamaian.

WFP, yang telah mengkoordinasikan logistik medis selama pandemi virus corona, diumumkan sebagai pemenang penghargaan untuk 2020 pada bulan Oktober, Reuters mewartakan, dikutip dari MSN.com, Minggu (13/12/2020).

"Karena begitu banyak perang, perubahan iklim, penggunaan kelaparan yang meluas sebagai senjata politik dan militer, dan pandemi kesehatan global yang membuat semua itu secara eksponensial lebih buruk - 270 juta orang berbaris menuju kelaparan," kata David Beasley dari kantor pusat WFP di Roma, setelah menerima medali dan plakat Nobel.

"Kegagalan mengatasi kebutuhan mereka akan menyebabkan pandemi kelaparan yang akan mengerdilkan dampak COVID. Dan jika itu tidak cukup buruk, dari 270 juta itu, 30 juta tergantung pada kami 100% untuk kelangsungan hidup mereka," tambahnya.

Alih-alih upacara biasa di Balai Kota Oslo sebelum pejabat tinggi termasuk Raja Norwegia Harald, pejabat WFP tinggal di Roma karena pandemi virus corona.

Mereka diharapkan untuk melakukan perjalanan ke Oslo pada tahap selanjutnya untuk menyampaikan kuliah Nobel sebagaimana tradisi penghargaan berlangsung.

Sisa penghargaan Nobel - untuk kedokteran, fisika, kimia, sastra dan ekonomi - yang secara tradisional diserahkan di Stockholm - juga telah dipindahkan secara online.

Upacara diadakan setiap tahun pada 10 Desember, peringatan kematian industrialis Swedia Alfred Nobel, yang mendirikan penghargaan dalam surat keputusannya pada tahun 1895.

Simak video pilihan berikut:

Laporan SOFI: 660 Juta Penduduk Dunia Mengalami Kelaparan

FOTO: Jumlah Pasien COVID-19 di RSD Wisma Atlet Meningkat
Tim medis yang membawa pasien COVID-19 tiba di RSD Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Selasa (17/11/2020). Koordinator RSD Wisma Atlet Mayjen TNI Tugas Ratmono mengatakan jumlah pasien COVID-19 di Tower 6 dan 7 saat ini mencapai 53,8 persen dari kapasitas. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Isu ketahanan pangan menjadi permasalahan yang sangat penting untuk ditangani dunia pada saat ini. Apalagi, menurut laporan Food Security And Nutrition In The World hampir 660 juta orang mengalami kelaparan.

"Dan itu hampir setara dengan total jumlah penduduk di benua negara Eropa itu sendiri," kata Impact Measurement and Management Consultant at UNDP, Cindy Colondam dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (18/10/2020).

Dia menekankan, jika terus menerus dibiarkan maka dalam lima tahun jumlah orang kelaparan bisa meningkat sebanyak 60 juta orang lagi.

Mempertimbangkan orang yang telah kena dampak kerawanan pangan, diperkirakan 2 miliar orang di dunia bahkan tidak memiliki akses untuk mendapatkan makanan bergizi pada tahun mendatang.

"Dan ini juga setara hampir seperempat dari jumlah penduduk dunia," imbuh dia.

Dengan adanya pandemi Covid-19, jumlah orang kekurangan gizi juga diperkirakan dapat menambah antara 83 juta hingga 132 juta orang. Hal ini tidak lepas dari banyaknya tantangan di Indonesia mengenai ketahanan pangan.

Salah satunya kendala sumber daya alam dampak perubahan iklim global dan juga ketidakseimbangan produksi pangan antar wilayah.

Dia mencontohkan di Nusa Manggala. Di daerah tersebut terdapat 8 pulau terluar di Indonesia dan beberapa kepulauan di situ masih bergantung sekali kepada pengiriman beras bersubsidi dari pemerintah.

"Tetapi karena keterbatasan infrastruktur dan cuaca yang tidak bisa diprediksi sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim sering sekali pengiriman tersebut terlambat. Dan teman-teman bisa lihat bahwa isu perubahan iklim itu sangat mempengaruhi ketahanan pangan apalagi kalau kita bisa lihat satu pulau di mana Kalau kita lihat satu negara," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya