Liputan6.com, D.C - Sebuah laporan resmi intelijen AS telah menemukan bahwa Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menyetujui pembunuhan jurnalis Saudi yang diasingkan Jamal Khashoggi pada 2018.
Laporan yang dirilis oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengatakan sang pangeran menyetujui rencana untuk "menangkap atau membunuh" Khashoggi, demikian seperti dikutip dari BBC, Sabtu (27/2/2021).
Baca Juga
Laporan itu diikuti dengan pengumuman sanksi AS pada puluhan figur Saudi, tetapi bukan pangeran itu sendiri.
Advertisement
Arab Saudi menolak laporan itu, menyebutnya "negatif, palsu dan tidak dapat diterima".
Putra Mahkota Mohammed bin Salman, yang dianggap sebagai penguasa de facto kerajaan, telah membantah peran apa pun dalam pembunuhan itu.
Khashoggi tewas saat mengunjungi konsulat Saudi di Istanbul, Turki, dan tubuhnya dipotong.
Jurnalis berusia 59 tahun itu pernah menjadi penasihat pemerintah Saudi dan dekat dengan keluarga kerajaan tetapi dia pergi ke pengasingan sendiri di AS pada 2017.
Dari sana, Jamal Khashoggi menulis kolom bulanan di surat kabar the Washington Post di mana ia mengkritik kebijakan Pangeran Mohammed bin Salman.
Sekilas Pembunuhan Jamal Khashoggi
Khashoggi pergi ke konsulat Saudi di Istanbul pada Oktober 2018 untuk mendapatkan surat-surat yang memungkinkannya untuk menikahi tunangannya yang berkewarganegaraan Turki.
Dia diduga telah menerima jaminan dari saudara putra mahkota, Pangeran Khalid bin Salman, yang merupakan duta besar untuk AS pada saat itu, bahwa dirinya akan mendapat jaminan keamanan untuk mengunjungi konsulat. Pangeran Khalid telah membantah adanya komunikasi dengan Khashoggi.
Menurut jaksa Saudi, Khashoggi ditahan secara paksa setelah perkelahian dengan para penyanderanya. Ia kemudian disuntikkan dengan sejumlah besar obat, mengakibatkan overdosis yang menyebabkan kematiannya.
Tubuh Jamal Khashoggi kemudian dipotong-potong dan diserahkan kepada "kolaborator" lokal di luar konsulat, kata jaksa penuntut. Jenazah tidak pernah ditemukan.
Rincian terungkap dalam transkrip rekaman audio saat pembunuhan yang diperoleh oleh intelijen Turki.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Simak video pilihan berikut:
Laporan AS
Dalam laporan yang dipublikasi oleh kantor Direktur Intelijen Nasional AS, disebutkan bahwa Amerika menilai "Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menyetujui operasi di Istanbul untuk menangkap atau membunuh jurnalis Saudi Jamal Khashoggi."
Mohammed bin Salman adalah putra Raja Arab Saudi Salman bin Abudlaziz al-Saud, dan dianggap sebagai penguasa kerajaan.
Laporan intelijen mencantumkan tiga alasan untuk percaya bahwa putra mahkota telah menyetujui operasi:
o Bahwa ia memiliki kendali dalam pengambilan keputusan di kerajaan sejak 2017
o Bahwa ada keterlibatan langsung salah satu penasihatnya serta anggota keamanannya dalam operasi tersebut
o Bahwa ia mendukung adanya tindakan kekerasan untuk membungkam para pembangkan di luar negeri.
Laporan berlanjut ke nama individu yang diduga terlibat dalam, atau bertanggung jawab atas, kematian Khashoggi. Tetapi dikatakan "kita tidak tahu seberapa jauh sebelumnya" mereka yang terlibat berencana untuk menyakitinya.
Pihak berwenang Saudi telah menyalahkan pembunuhan itu sebagai "operasi yang berjalan keliru" yang dilakukan oleh para agen yang memang dikirim untuk membawa jurnalis itu ke Saudi.
Pengadilan Saudi telah mengadili dan menghukum lima individu yang terlibat dengan hukuman 20 tahun penjara pada September 2019, setelah awalnya menjatuhkan hukuman mati kepada mereka.
Pada 2019, pelapor khusus PBB Agnes Callamard menuduh Arab Saudi melakukan "eksekusi yang disengaja dan direncanakan" terhadap Jamal Khashoggi dan menilai bahwa persidangan yang dilakukan Arab Saudi sebagai "antitesis keadilan".
Advertisement
Arah Hubungan AS - Saudi Menyusul 'Laporan Khashoggi'
Tak lama setelah laporan dirilis, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengumumkan pembatasan perjalanan, yang dijuluki "Larangan Khashoggi".
Para individu yang ditargetkan "diyakini telah terlibat langsung dalam kegiatan pembangkang kontra yang serius dan luar biasa", katanya.
"Pelaku yang menargetkan pembangkang atas nama pemerintah asing mana pun tidak boleh diizinkan untuk mencapai tanah Amerika," katanya memperingatkan.
Selain itu, Kementerian Keuangan AS memberi sanksi kepada beberapa orang di sekitar lingkaran putra mahkota: salah satu ajudan dekatnya, mantan wakil kepala intelijen Ahmad Asiri, serta pasukan keamanan pangeran --yang semuanya disebut AS terlibat dalam pembunuhan itu.
Sejak 2018, CIA dilaporkan percaya bahwa putra mahkota telah memerintahkan pembunuhan itu tetapi tuduhan bahwa ia terlibat belum pernah diumumkan ke publik oleh pejabat AS sampai sekarang.
Arab Saudi, pengekspor minyak terbesar di dunia, adalah sekutu kunci Amerika di Timur Tengah.
Presiden AS Joe Biden diperkirakan akan mengambil garis yang lebih tegas daripada pendahulunya Donald Trump tentang hak asasi manusia dan aturan hukum di Arab Saudi.