Misteri Kematian 9 Pendaki Pegunungan Ural 52 Tahun Silam, Benarkah Dibunuh Alam?

'Insiden Dyatlov Pass' yang memakan 9 nyawa merupakan kejadian misterius yang membuat publik membuat teori konspirasi dari alien hingga yeti.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Mar 2021, 21:57 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2021, 21:57 WIB
Pemandangan tenda saat tim penyelamat menemukannya pada tanggal 26 Februari 1959: tenda telah dibongkar dari dalam, dan sebagian besar pemain ski telah melarikan diri dengan kaus kaki atau tanpa alas kaki.
(Sumber foto: Wikipedia)

Liputan6.com, Moskow - Pada Januari tahun 1969, sekelompok sembilan pendaki muda yang terdiri atas tujuh pria dan dua wanita mendaki Pegunungan Ural, Rusia.

Saat badai salju semakin kuat, para pendaki mendirikan tenda mereka di dasar lereng kecil. Perjalanan dan hidup mereka berakhir di sana. 

Kondisi kematian para pendaki itu mereka menjadi spekulasi selama puluhan tahun, sebab cara tewas mereka cukup tragis dan misterius.

Dikutip dari Live Science, Senin (1/3/2021), puncak Pegunungan Ural sering dikenal sebagai 'Dead Mountain'.

Sebuah penyelidikan di Rusia pada saat itu menyimpulkan bahwa para pendaki tersebut meninggal karena hipotermia. Namun, 'insiden Dyatlov Pass' -- dinamai setelah salah satu pendaki, Igor Dyatlov, tetap menjadi konspirasi yang paling bertahan lama di jaman moderen Rusia dalam sejarah.

Banyak teori yang telah beredar dari mulai alien hingga yeti yang dijadikan alasan misteri ini.

Pada 28 Januari 2021, ada sebuah penelitian baru yang diterbitkan di jurnal Nature Communications Earth & Environment.

Pada penelitian itu, ada sebuah bukti ilmiah pertama yang menjadi penyebab insiden tragis ini -- longsor salju kecil yang dipicu dalam kondisi tidak biasa.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Belum Menjawab Semua Aspek Misterius Insiden Ini

Makam almarhum di Pemakaman Mikhailovskoe di Yekaterinburg, Rusia.
(Sumber foto: Wikipedia)

Longsor ini menghantam para pendaki saat mereka tidur yang memaksakan mereka untuk melarikan diri keluar dari tenda dan terdampar di malam yang dingin dan gelap.

"Kami tidak mengklaim telah memecahkan misteri Dyatlov Pass, karena tidak ada yang selamat untuk menceritakan kisah tersebut," kata penulis utama studi Johan Gaume, kepala Laboratorium Simulasi Salju dan Longsor di Institut Teknologi Federal Swiss di Lausanne, kepada Live Science. "Tapi kami menunjukkan hipotesis masuk akal longsoran salju."

Hipotesis longosoran salju bukanlah hal yang baru. Dua penyelidikan federal di Rusia -- yang selesai pada 2019 dan 2021, juga menyimpulkan bahwa para pendaki kemungkinan besar didorong dari tenda oleh longsoran salju.

Hipotesis ini belum diterima secara luas oleh publik. Studi baru mencatat bahwa tidak ada investigasi yang menawarkan penjelasan ilmiah dari beberapa hal aneh dalam insiden tersebut.

Pertama, saat tim penyelamat datang di lokasi 26 hari setelah para pendaki hilang, mereka tidak menemukan tanda-tanda longsoran salju.

Kedua, menurut Gaume, lereng tempat pendaki membangun kemaha memiliki kemiringan kurang dari 30 derajat yang dianggap sebagai sudut minimum saat terjadi longsoran salju.

Ketiga, ada bukti bahwa para pendaki meninggalkan tenda mereka di tengah malam.

Saat ditemukan, para pendaki tidak berada dalam satu tempat. Beberapa pendaki ditemukan dalam satu tempat tidak memakai baju dan beberapa pendaki ditemukan di tempat lain menggunakan baju rekan-rekannya yang telanjang.

Selain itu, para pendaki juga mengalami cedera kepala dan dada yang biasanya tidak disebabkan oleh longsoran salju, kata Gaume. Salah satu pendaki juga kehilangan lidahnya, meski ada yang menyebut itu karena hewan liar.

Awalnya, kelompok pendaki tersebut memiliki sepuluh anggota. Tetapi, salah satu pendaki tersebut, Yuri Yudin, turun dari gunung terlebih dahulu karena sakit.

Saat Yudin kembali bersama pihak berwenang untuk membantu mengenali barang-barang yang ada di lokasi bekas perkemahan rekan-rekannya, ia menemukan beberapa hal yang ia tidak kenali seperti sebuah kain, papan seluncur, dan kacamata.

Dalam makalah Gaume dan rekan penulis studinya, Alexander Puzrin, eorang peneliti di Institute for Geotechnical Engineering di Zurich, Swiss, berupaya menjawab setiap kritik ini.

Mereka mempelajari catatan dari insiden Dyatlov untuk menciptakan kembali kondisi lingkungan yang kemungkinan besar dihadapi para pendaki pada malam tersebut -- mereka bahkan meminta bantuan kepada animator untuk film Disney 'Frozen'.

Mereka membuat model longsoran digital untuk menguji apakah longsoran lempengan dapat terjadi dan masuk akal dalam kondisi tersebut.

 

Teori Longsor Salju

Ilustrasi badai, salju
Ilustrasi badai dalam hidup. (Photo by Joris Molenaar on Unsplash)

Dalam studi mereka, pada peneliti mengetahui bahwa sudut kemiringan di dekat perkemahan para pendaki sebenarnya lebih curam daripada yang ditunjukkan pada laporan sebelumnya.

Hujan salju setelah insiden tersebut dapat memperhalus sudut tersebut yang membuat lereng tampak lebih kecil, serta dapat menutupi tanda-tanda longsoran salju, kata tim tersebut.

Terdapat luka tulang rusuk dan tengkorak retak di beberapa pendaki juga cedera yang lebih mirip akibat kecelakaan mobil ketimbang longsoran salju. Tim Gaume menjelaskan bahwa longsoran salju yang diduga terjadi pada malam ini bukan longsoran salju biasa.

Saat longsoran salju terjadi, para pendaki sedang berbaring telentang dalam tenda.

"Simulasi longsoran dinamis menunjukkan bahwa bahkan lempengan yang relatif kecil dapat menyebabkan cedera dada dan tengkorak yang parah tetapi tidak mematikan, seperti yang dilaporkan oleh pemeriksaan post-mortem," tulis para peneliti.

Model pada penelitian tim ini menunjukkan bahwa dalam kondisi lingkungan tertentu, longsoran lempengan secara masuk akal bisa menimpa kelompok pendaki tersebut.

Salju yang hampir meratakan tenda mereka mematahkan tulang dan memaksa para pendaki untuk keluar dengan tergesa-gesa. 

Walaupun studi ini tidak menjelaskan setiap aspek misteri yang terjadi, setidaknya Gaume dan Puzrin memberikan bukti ilmiah pertama pada hopotesis longsor salju.

"Ketika para pendaki memutuskan untuk pergi ke hutan, mereka merawat teman-teman mereka yang terluka -- tidak ada yang tertinggal," kata Gaume. "Saya pikir ini adalah kisah yang luar biasa tentang keberanian dan persahabatan dalam menghadapi kekuatan alam yang brutal."

 

Reporter : Paquita Gadin

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya