Liputan6.com, Darwin - Australia akan memberikan 8.000 dosis vaksin AstraZeneca ke Papua Nugini sebagai langkah agar dapat menolong negara itu berjuang melawan wabah virus Corona COVID-19.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengumumkan vaksin itu akan segera dikirim, bersama dengan peralatan perawatan lainnya.
Baca Juga
Pada Senin 15 Maret sistem perawatan kesehatan Papua Nugini rapuh dan berada di bawah tekanan besar.
Advertisement
Selama konferensi pers pada Selasa 16 Maret, PM Morrison mengatakan dosis dari stok Australia sendiri akan digunakan untuk memvaksinasi petugas kesehatan.
Dia juga mengatakan bahwa dia telah mengajukan permintaan kepada AstraZeneca dan Uni Eropa guna mengakses satu juta dosis yang dikontrak negara itu, "bukan untuk Australia, tetapi untuk Papua Nugini, negara berkembang yang sangat membutuhkan vaksin ini".
Hingga saat ini, tidak dijelakan kapan vaksin ini akan dikirim ke Papua Nugini.
Awal bulan ini, Italia memblokir 250.000 dosis vaksin AstraZeneca ke Australia dengan alasan bahwa vaksin tersebut lebih dibutuhkan di Eropa.
Pakar penyakit menular Sanjaya Senanayake, dari Universitas Nasional Australia, mengatakan kepada BBC bahwa 8.000 dosis Australia terbukti membantu, meskipun hanya dapat melindungi 4.000 orang.
"Anda tidak mungkin mencapai kekebalan kawanan dengan cara ini, tetapi jika mereka digunakan untuk petugas kesehatan dan mungkin ada kelebihan yang disediakan untuk kelompok rentan, itu masih akan membantu," katanya.
Saksikan Video Berikut Ini:
Program COVAX
Batch pertama vaksin Papua Nugini akan tiba pada bulan April 2021 sebagai bagian dari skema berbagi inokulasi global Covax. Tetapi para ahli memprediksi ini akan datang terlambat.
Lebih dari setengah dari 2.269 kasus negara sejauh ini telah dilaporkan dalam sebulan terakhir saja, dan bangsal rumah sakit di ibu kota Port Moresby mendekati kapasitasnya.
"Jumlahnya cukup mengejutkan, jika kami tidak melakukan tanggapan korektif untuk ini, sistem kesehatan kami akan terhambat," kata Perdana Menteri James Marape kepada wartawan, Senin (15/3).
Pengujian telah menjadi masalah bagi negara pulau itu. Pada 10 Maret, hanya 50.000 tes yang dilakukan di negara berpenduduk sembilan juta tersebut.
Advertisement