Human Rights Watch: Darurat Militer Bunuh Pengadilan yang Adil di Myanmar

Human Rights Watch (HRW) mengecam darurat militer di Myanmar.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 17 Mar 2021, 18:56 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2021, 18:56 WIB
FOTO: Potret Kerasnya Protes Menentang Kudeta Militer Myanmar
Para pengunjuk rasa berlindung di balik perisai buatan sendiri saat mereka menghadapi polisi selama tindakan keras terhadap demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, 16 Maret 2021. (STR/AFP)

Liputan6.com, Yangon - Human Rights Watch (HRW) menyampaikan kecaman keras pada junta militer Myanmar yang menerapkan darurat militer (martial law) di 11 kota di daerah Yangon dan Mandalay. Darurat militer itu dinilai sebagai kematian pengadilan yang adil (fair trial).

Perintah darurat militer Myanmar itu dikeluarkan usai bentrokan berdarah Minggu (14/3). Peristiwa itu menewaskan setidaknya 74 orang dan sejumlah pabrik milik China dibakar.

State Administration Council (SAC) yang dikuasai militer langsung melimpahkan kekuatan eksekutif dan yudisial kepada komandan militer regional di Yangon dan Mandalay.

Penasihat Hukum HRW di Asia, Linda Lakhdhir, berkata kebijakan tersebut bisa digunakan untuk mempersekusi pendemo damai dan jurnalis yang disidang militer. Hak untuk banding juga terdampak.

"Tribunal militer di Myanmar memiliki memiliki sejarah yang panjang dan bermasalah. Pengadilan-pengadilannya di masa lalu biasanya dilaksanakan di belakang pintu tertutup, di dalam penjara utama Yangon, di mana aturan-aturan bukti dan prosedur yang ada di pengadilan sipil tidak berlaku," ujar Lakhdhir dalam situs resmi HRW, dikutip Rabu (17/3/2021).

"Mereka yang diadili pada pengadilan militer hampir pasti didakwa, terlepas dari validitas tuduhan-tuduhan terhadap mereka, dan pengadilan-pengadilan itu terlaksana di luar pemeriksaan publik atau komunitas internasional," jelas Lakhdhir.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Hukuman Lebih Berat

FOTO: Potret Kerasnya Protes Menentang Kudeta Militer Myanmar
Para pengunjuk rasa berlindung di balik perisai buatan sendiri saat mereka menghadapi polisi selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, 16 Maret 2021. (STR/AFP)

Linda Lakhdhir berkata bahwa hukuman di pengadilan militer bisa lebih berat ketimbang pengadilan sipil. Perintah Darurat Militer di Myanmar menjelaskan bahwa terdakwa bisa terkena hukuman seperti hukuman mati, serta penjara sambil kerja berat tanpa batas waktu yang jelas.

"Semua keputusan tribunal adalah 'final', artinya tidak ada ruang untuk banding keputusan, vonis, atau proses pengadilan. Satu-satunya pengecualian terkait vonis mati," jelas Lakhdhir.

Pengambil keputusan tertinggi adalah Jenderal Min Aung Hlaing yang memimpin SAC. HRW mengingatkan bahwa Jenderal Min sedang disanksi oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris.

HRW menegaskan bahwa tribunal militer di Myanmar tidak akan membawa keadilan.


Pelapor Khusus PBB Minta Junta Militer Dipenjara

FOTO: Potret Kerasnya Protes Menentang Kudeta Militer Myanmar
Para pengunjuk rasa berlindung di balik perisai buatan sendiri saat mereka menghadapi polisi selama tindakan keras terhadap demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, 16 Maret 2021. (STR/AFP)

Pelapor khusus PBB (special rapporteur) Tom Andrews mengungkap rasa sedihnya karena bertambahnya rakyat sipil yang menjadi korban demonstrasi berdarah di Myanmar. Ia dengan tegas berkata bahwa junta militer harusnya di penjara.

"Pemimpin junta harusnya tidak berada pada kekuasaan, mereka mestinya berada di balik jeruji besi," ujar Andrews seperti dilaporkan UN News. 

Andrews menyarankan anggota-anggota PBB agar Myanmar dijerat dengan sanksi yang berdampak pada keuangan dan persenjataan mereka.

Sebelumnya, mantan anggota DPR AS ini berkata tindakan junta militer sudah menjurus menuju kejahatan terhadap kemanusiaan.

Berdasarkan data Myanmar Spring Revolution, jumlah kematian diestimasi mencapai 200 orang. Sebanyak 185 orang akibat tembakan senjata api.

Korban melonjak pada 14 Maret lalu dengan 74 orang tewas. Angka kematian tertinggi berada di Hlaingtharya (Hlaing Tharyar) yang berada di Yangon


Infografis Kudeta Militer Myanmar:

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya