Liputan6.com, Manila - Departemen kesehatan Filipina menangguhkan penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca pada Kamis (8/4) untuk orang di bawah 60 tahun setelah laporan pembekuan darah di luar negeri. Hal ini merupakan sebuah kemunduran bagi peluncuran vaksin yang sudah lambat di negara itu.
Itu terjadi di tengah rekor lonjakan infeksi virus corona yang telah memaksa lebih dari 24 juta orang di ibu kota dan provinsi sekitarnya diisolasi.
Mengutip Channel News Asia, Kamis (8/4/2021), beberapa negara Eropa telah menangguhkan penggunaan vaksin AstraZeneca untuk populasi yang lebih muda setelah sebelumnya dilarang langsung di beberapa tempat karena ketakutan akan laporan kasus pembekuan darah.
Advertisement
Baca Juga
Regulator obat-obatan UE mengatakan pada hari Rabu bahwa pembekuan darah harus terdaftar sebagai efek samping yang jarang dari vaksin tersebut, tetapi manfaatnya masih lebih besar daripada risikonya.
"Meskipun kami belum melihat insiden seperti itu di negara ini, FDA telah merekomendasikan untuk menghentikan sementara penggunaan vaksin untuk orang di bawah 60 tahun karena kami menunggu hasil tinjauan yang dilakukan oleh para ahli lokal kami, serta panduan resmi dari WHO," kata direktur utama Food and Drug Administration, Eric Domingo.
Simak Video Pilihan di Bawah Ini:
Proses Vaksinasi di Filipina
Filipina sejauh ini telah menerima sekitar 2,5 juta dosis vaksin COVID-19, di mana mayoritas dari Sinovac China.
Negara tersebut juga mendapat 525.600 dosis AstraZeneca melalui program COVAX, yang sebagian besar sudah diberikan, menurut data resmi.
Filipina mengharapkan 3 juta dosis AstraZeneca lagi dalam beberapa bulan mendatang.
Pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte telah mendapat kritik atas penanganan pandemi dan upaya untuk mengamankan vaksin.
2,5 juta dosis yang diterima sejauh ini mewakili sebagian kecil dari vaksin yang telah dinegosiasikan Manila dengan tujuh produsen untuk diamankan.
Sebagian besar pasokan diperkirakan baru akan datang tahun ini.
Advertisement
Rendahnya Kepercayaan Publik
Kendala proses vaksinasi COVID-19 di Filipina bukan hanya sekadar masalah ketersediaan pasokan vaksin.
Kepercayaan publik yang rendah terhadap vaksin tetap ada setelah negara tersebut menjadi yang pertama menerapkan vaksin demam berdarah Dengvaxia pada tahun 2016.
Peluncuran yang gagal menyebabkan klaim yang tidak berdasar bahwa sejumlah anak telah meninggal karena vaksin, dan survei terbaru menunjukkan sekitar 60 persen populasi tidak mau diinokulasi untuk melawan COVID-19.
"Saya ingin menekankan bahwa penangguhan sementara ini tidak berarti bahwa vaksin itu tidak aman atau tidak efektif - itu hanya berarti bahwa kami mengambil tindakan pencegahan untuk memastikan keamanan setiap warga Filipina," kata Domingo dalam pernyataannya.
Kantor Organisasi Kesehatan Dunia untuk wilayah Pasifik Barat pada hari Rabu mendukung penggunaan vaksin AstraZeneca di wilayah tersebut.
"Data yang tersedia tidak menunjukkan peningkatan keseluruhan dalam kondisi pembekuan pada populasi yang divaksinasi dibandingkan dengan populasi umum," Socorro Escalante, koordinator obat esensial WHO, mengatakan kepada wartawan.
European Medicines Agency memeriksa 86 kasus pembekuan darah, 18 di antaranya berakibat fatal, dari sekitar 25 juta orang di Eropa yang menerima vaksin AstraZeneca. Sebagian besar kasus terjadi pada wanita berusia di bawah 60 tahun.