Liputan6.com, New York City - Indonesia masuk ke List of Shame (Daftar Aib) di PBB. Penyebabnya, Indonesia menolak mendukung resolusi untuk mencegah genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan, yakni Responsibility to Protect (R2P).
Indonesia memilih "No" pada voting yang berlangsung Selasa (18/5).
Advertisement
Baca Juga
List of Shame itu dirilis oleh UN Watch yang mendukung HAM, melawan diktator, dan standar ganda.
Dalam daftar itu, Indonesia bersanding dengan China, Suriah, Korea Utara, Venezuela, Kirgizstan, Zimbabwe, Venezuela, Burundi, Belarusia, Eritrea, Bolivia, Rusia, Mesir, Kuba, dan Mesir.
Totalnya, ada 115 negara yang mendukung resolusi tersebut, seperti Finlandia, Australia, Belgia, Jepang, Korea Selatan, Turki, Malaysia, Uni Arab Emirat, Yaman, Swiss, Thailand, dan lain sebagainya.
Ada pula negara yang memilih abstain seperti Singapura dan India.
Keputusan Indonesia ini mendapatkan antipati dari banyak netizen di Twitter. Salah satu kritikan berasal dari mantan anggota DPR dan Menpora Roy Suryo yang menyebut hasil vote Indonesia merupakan hal yang "ambyar," dan ia berkata perlu ada klarifikasi sebab Indonesia masuk "List of Shame."
Berikut klarifikasi Kemlu:
Klarifikasi Kemlu
Berdasarkan klarifikasi dari juru bicara Kemlu, Teuku Faizasyah, Indonesia disebut bukan menolak agenda melawan genosida atau kejahatan terhadap kemanusiaan, namun Indonesia menolak perubahan prosedur dalam resolusi tersebut.
Pasalnya, sebelumnya sudah ada aturan terkait isu ini pada 2005. Faiza berkata lebih baik agenda yang sudah ada dioptimalkan saja.
"Setiap tahun, Majelis Umum (MU) PBB, selalu membahas isu R2P di bawah agenda Follow up of the World Summit 2005. Indonesia berpendapat pembahasan seharusnya diperkuat melalui agenda ini dan tidak perlu dibentuk satu agenda baru (stand alone agenda)," jelas Teuku Faizasyah kepada Liputan6.com.
Salah satu sponsor resolusi ini adalah Kroasia. Negara itu menilai kejahatan terhadap kemanusiaan semakin parah, sehingga R2P dinilai perlu memiliki agenda spesifik. Akan tetapi, Kemlu berkata itu tidak perlu.
"Idealnya pembahasan di forum ini yang sebaiknya diperkaya tanpa harus membuat agenda baru," ujar Faiza. "Difokuskan saja disana."
Meski demikian, kini Indonesia akan terus mengikuti R2P sesuai kesepakatan voting.
"Namun apabila mayoritas sepakat melalui resolusi tersebut, Indonesia akan tetap aktif membahas isu R2P ini," jelas Faiza.
Advertisement