Liputan6.com, Dhaka - Pemerintah Bangladesh mengumumkan pembukaan kembali sekolah dan perguruan tinggi secara tatap muka mulai 12 September 2021 setelah penutupan sekitar 18 bulan akibat pandemi COVID-19.
Menteri Pendidikan Bangladesh Dipu Moni membuat pengumuman pada Jumat 3 September, mengatakan hanya peserta ujian umum yang akan menghadiri kelas setiap hari setelah pembukaan dilakukan.
Baca Juga
Dikutip dari laman Xinhua, Senin (6/9/2021), siswa dari kelas lain akan mengadakan kelas tatap muka sekali atau dua kali setiap minggu.
Advertisement
Menurut menteri pendidikan itu, jumlah kelas akan ditingkatkan tergantung pada situasi COVID-19 di negara itu.
Pemerintah Bangladesh sebelumnya mengumumkan pembukaan kembali universitas di negara itu mulai 15 Oktober.
Secara bertahap sejak Maret tahun lalu, pemerintah Bangladesh memperpanjang penutupan semua sekolah menengah dan tinggi hingga 11 September karena COVID-19.
Bangladesh pertama kali mengumumkan pada 16 Maret tahun lalu untuk menutup semua lembaga pendidikan di negara itu dalam upaya menahan penyebaran COVID-19.
Sejak Maret 2020, virus telah menyebar ke hampir setiap distrik Bangladesh, dan jumlah total kasus telah meningkat menjadi 15.10.283 dengan 26.432 kematian sejauh ini.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pembukaan Sekolah di Jerman pada Musim Gugur 2021
Sementara itu, sebelumnya menteri pendidikan negara bagian Jerman belum lama ini membuat keputusan pada 11 Juni bahwa sekolah akan dibuka kembali dengan "pengajaran tatap muka penuh."
Namun, penularan varian virus corona yang lebih dominan di saat program vaksinasi berjalan baik dan jumlah kasus menurun, tetap menimbulkan kekhawatiran.
Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn mengatakan pemakaian masker dan pembatasan kehadiran siswa di sekolah mungkin masih diperlukan. Lothar Wieler, kepala badan pengendalian penyakit Jerman Robert Koch Institute, mendukung langkah-langkah perlindungan di sekolah-sekolah hingga musim semi 2022, demikian dikutip dari laman DW Indonesia.
Belum ada vaksin untuk anak-anakKebutuhan akan langkah-langkah lanjutan ini diperlukan terutama karena, tidak seperti di kantor atau pabrik, masih ada banyak orang yang tidak divaksinasi di sekolah pada musim gugur.
Saat ini, tidak ada vaksin yang disetujui untuk anak-anak di bawah usia 12 tahun di Jerman. Remaja antara usia 12 dan 18 tahun dapat divaksinasi, tetapi belum direkomendasikan secara eksplisit.
Helge Braun, kepala staf Kanselir Angela Merkel, mengatakan itulah mengapa penting bagi semua orang dewasa di sekitar anak-anak, seperti tenaga pendidik dan orang tua, untuk divaksinasi.
Bagaimana kaum muda dapat dilindungi?
Tetapi Kinderschutzbund, organisasi advokasi terbesar untuk anak-anak dan remaja di Jerman, sangat menyadari bahayanya.
"Yang paling penting sekarang adalah tidak bergantung pada prinsip berharap bahwa jumlahnya akan turun, dan tahun ajaran berikutnya akan baik-baik saja," kata Direktur Pelaksana Daniel Grein.
Tindakan pencegahan harus dilakukan selama liburan musim panas ketika tidak ada orang di sekolah, seperti memasang pembersih udara. Para ahli merekomendasikan alat ini untuk melindungi anak-anak dan remaja dari virus corona.
Sementara itu, proyek pembersih udara bergerak telah dioperasikan di sekolah München selama enam bulan dengan biaya masing-masing sekitar €3.000 (Rp 51,7 juta), yang dananya berasal dari pemerintah kota.
Menurut peneliti aerosol dari Universitas Bundeswehr München, Christian Kähler, pembersih udara bergerak dapat "menghilangkan risiko infeksi tidak langsung di sekolah jika digunakan dengan benar." Infeksi tidak langsung mengacu pada infeksi oleh virus yang tersuspensi di dalam ruangan.
Pemerintah Jerman baru-baru ini berjanji setidaknya akan memberikan dukungan finansial untuk pemasangan filter udara. Tetapi bagi Daniel Grein, janji itu mungkin sudah terlambat.
Dana bantuan untuk kebutuhan sekolahPemerintah Jerman juga menjanjikan penyediaan fasilitas lainnya untuk sekolah yang dituliskan dalam "pakta digital". Pakta itu diluncurkan sebelum pandemi, dan kini anggarannya telah ditingkatkan menjadi € 5 miliar (Rp 86 triliun).
Satu-satunya sekolah di kota kecil Calau di negara bagian Brandenburg, Jerman merasakan manfaat bantuan ini. Sekolah itu membeli laptop senilai hampir €28.000 (Rp 483 juta) sesaat sebelum liburan musim panas.
"Murid kami berasal dari keluarga yang tidak punya banyak uang," kata kepala sekolah.
"Jadi mereka tidak selalu mampu membeli perangkat modern untuk pembelajaran jarak jauh,‘" tambahnya.
Advertisement